JAKARTA, KOMPAS — Revitalisasi Taman Ismail Marzuki yang saat ini tengah berjalan diharapkan tidak hanya dilakukan secara fisik, tetapi juga disertai revitalisasi sistem pengelolaan kesenian dan budaya Jakarta. Hal ini dinilai penting agar Jakarta dapat kembali unggul di bidang seni, setidaknya di kawasan Asia Tenggara.
”Begitu ada rencana revitalisasi Taman Ismail Marzuki secara fisik, seniman Jakarta ini menjadi bergairah. Kami ingin melakukan revitalisasi seni dari sisi substansial,” kata seniman musik Embi C Noer yang tergabung dalam Forum Masyarakat Kesenian Jakarta di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (11/3/2019).
Embi mengatakan, secara substansial, Jakarta saat ini belum mampu menangkap perkembangan kesenian yang saat ini tumbuh di banyak daerah di Nusantara. Revisi sistem pengelolaan seni Jakarta ini harus mampu menangkap dan memberi ruang bagi kesenian-kesenian yang tumbuh di seluruh Nusantara saat ini.
”Jakarta harus mampu menjadi etalase kesenian Indonesia, menginspirasi dan menjadi barometer, tidak saja di Indonesia, tetapi juga di Asia Tenggara, seperti tahun 1970-1980-an,” ujarnya.
Embi mengatakan, dahulu Jakarta menjadi acuan perkembangan seni di Asia Tenggara. Bahkan, konon, Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew mencontoh Jakarta untuk mengembangkan ruang kesenian di Singapura.
Forum Masyarakat Kesenian Jakarta, Senin, menghadap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk melakukan revisi tata kelola seni Jakarta tersebut. Hal ini harus dimulai dari revisi Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 64 Tahun 2006 tentang Akademi Jakarta dan Dewan Kesenian Jakarta.
Penyair Imam Maarif mengatakan, pergub tersebut perlu direvisi karena dinilai sebagai akar masalah yang menghambat perkembangan seni Jakarta. Salah satunya adalah usia anggota Akademi Jakarta ataupun Dewan Kesenian Jakarta yang dalam aturan dibatasi maksimal 70 tahun. Namun, hingga sekarang masih banyak anggota yang berusia di atas usia maksimal itu.
Anggota Akademi Jakarta dan Dewan Kesenian Jakarta yang dinilai sudah terlalu lama duduk dalam dua organisasi itu pun dinilai tak mempunyai ide kreatif yang bisa menghidupkan kesenian Jakarta. ”Padahal, mereka menerima hibah, tetapi kalau tidak ada kegiatan, itu bagaimana. Padahal, dana hibah berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang ujung-ujungnya juga uang rakyat,” katanya.
Untuk itu, Forum Masyarakat Kesenian Jakarta meminta agar secepatnya dilakukan revisi terhadap Pergub No 64/2006 tersebut sebelum 24 April 2019. Hal ini karena masa bakti keanggotaan Dewan Kesenian Jakarta sekarang akan berakhir pada 24 April 2019.
Mereka juga meminta agar dalam pengisian keanggotaan Dewan Kesenian Jakarta tidak lagi dilakukan dengan menggunakan pergub itu, tetapi berdasarkan pergub yang baru hasil revisi. Apabila hingga 24 April 2019 belum ada pengajuan rekomendasi dari Akademi Jakarta, Gubernur DKI Jakarta diminta agar mengeluarkan surat yang menyatakan Dewan Kesenian Jakarta periode sekarang bersifat demisioner sehingga untuk sementara tak mencairkan dana hibah.
Revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM) yang dikukuhkan Gubernur DKI Jakarta pada 50 tahun TIM, akhir 2018, menetapkan anggaran Rp 446 juta dalam APBD DKI Jakarta 2018. Rinciannya, Rp 273 juta digunakan untuk pelayanan tim revitalisasi, sedangkan sisanya Rp 173 juga untuk peninjauan ulang rencana induk TIM.