JAKARTA, KOMPAS– Prestasi Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan menjadi juara ganda putra All England harus menjadi contoh bagi atlet-atlet muda agar tidak cepat puas dalam meraih prestasi. Ganda putra yang sering disebut “The Daddies” itu menunjukkan gairah bulu tangkis yang terus menggelora meskipun usia tidak lagi muda dan kini telah berstatus sebagai ayah bagi anak-anak mereka.
Legenda bulu tangkis Christian Hadinata mengatakan, Hendra/Ahsan bermain luar biasa dengan usia yang tidak lagi muda dan berhadapan dengan pesaing yang lebih muda dan bermain lebih cepat. “Ditambah lagi dengan cederanya Hendra, tetapi dengan pengalaman, ketenangan, dan strategi yang tepat, mereka bisa menjadi juara. Itu luar biasa,” ujarnya di Jakarta, Senin (11/3/2019).
Christian mengatakan, prestasi Hendra/Ahsan harus menjadi pelajaran bagi atlet-atlet muda, tak hanya di sektor ganda putra, agar bisa terus mengasah diri dan berprestasi. Atlet-atlet muda harus termotivasi untuk latihan lebih keras dan berjuang maksimal di kejuaraan agar bisa punya karir bulu tangkis yang panjang.
Hal yang harus dipelajari dari Hendra/Ahsan, menurut Christian, adalah bagaimana kedua pemain senior itu bisa menjaga kondisi dengan baik agar tetap pada puncak penampilan mereka. “Hendra/Ahsan termasuk dalam generasi pemain senior. Mereka bisa memelihara motivasi, fokus, kesehatan, dan disiplin. Terutama, keduanya bisa menjaga gairah untuk eksis pada peta persaingan atlet bulu tangkis dunia,” tutur Christian.
Christian menyebutkan Hendra/Ahsan bermain seperti petenis the big four, yaitu kuartet pemain tunggal putra yang terdiri dari Roger Federer, Rafael Nadal, Novak Djokovic, dan Andy Murray. Keempat pemain ini sulit ditembus oleh petenis-petenis yang berusia lebih muda karena mereka mampu menunjukkan gairah permainan yang luar biasa.
Prestasi Hendra/Ahsan, menurut Christian, harus menjadi contoh bagi atlet-atlet muda yang sebenarnya diharapkan bisa meraih prestasi agar tidak cepat puas dengan pencapaian mereka. Apalagi, Indonesia akan menghadapi kualifikasi Olimpiade Tokyo 2020. “Atlet muda harus termotivasi untuk menjadi juara, mendapatkan peringkat dunia terbaik agar lolos kualifikasi, dan kelak bisa menjaga tradisi emas Olimpiade,” ujarnya.
Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PP PBSI Susy Susanti juga memuji perjuangan pasangan ganda putra Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan di laga final All England 2019. Menurut Susy, perjuangan dan prestasi Hendra/Ahsan menjadi panutan untuk adik-adik mereka di pelatnas PBSI.
“Kita lihat perjuangan dari Hendra/Ahsan luar biasa. Kami semua terharu, saya sampai menangis karena (dengan Hendra cedera), peluangnya kecil. Ini jadi panutan buat adik-adik, kesempatan sekecil apa pun kalau kita berusaha, pasti ada jalan,” katanya seperti dikutip di laman PBSI.
Menurut Susy, banyak hal yang membuat Hendra/Ahsan patut dijadikan panutan, mulai dari kedisiplinan, hingga sikap di kejuaraan dan di luar kejuaraan yang mencerminkan seorang juara. Dia berharap, atlet-atet muda bisa lebih kerja keras lagi terutama menghadapi Olimpiade 2020.
Selain Hendra/Ahsan, Indonesia mengirimkan lima pasang ganda putra ke All England, termasuk unggulan pertama Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo. Namun, langkah Marcus/Kevin harus terhenti di babak pertama. Pasangan dengan sebutan “Minions” itu gagal mempertahankan gelar All England yang diraihnya pada 2018.
Hendra/Ahsan menjadi juara setelah mengalahkan Aaron Chia/Soh Wooi Yik (Malaysia), 11-21, 21-14, 21-12, pada final di Arena Birmingham, Inggris, Minggu (10/3/2019). Sebelum melaju ke final, Hendra/Ahsan bisa mengatasi lawan-lawan berusia lebih muda yang punya ciri khas permainan kuat dan cepat, termasuk sukses menghadapi lawan dengan peringkat yang lebih tinggi, yaitu Takeshi Kamura/Keigo Sonoda (Jepang), di babak semifinal.
Prestasi dari kejuaraan prestisius ini bukanlah yang pertama bagi Hendra/Ahsan. Di tempat yang sama, lima tahun lalu, mereka menjadi juara setelah menaklukkan Hiroyuki Endo/Kenichi Hayakawa, 21-19, 21-19. Ketika itu, The Daddies mendobrak kebuntuan ganda putra Indonesia, yang terakhir kali menjadi juara All England melalui Candra Wijaya/Sigit Budiarto pada 2003. Selanjutnya, Hendra/Ahsan akan berlaga di Swiss Terbuka yang akan bergulir pada 12-17 Maret 2019.
Pelatih ganda putra Indonesia Herry Iman Pierngadi mengatakan, prestasi Hendra/Ahsan belum habis. “Yang harus ditiru dari Hendra/Ahsan, mereka tidak pernah menyerah. Sebelum poin 21, masih memungkinkan memenangi pertandingan. Lihat saja, di game pertama kan jauh kalahnya, tetapi mereka bisa bangkit, bisa menang, itu memang mental juara. Secara teknik mereka memang lebih di atas, dibandingkan dengan pemain ganda putra pada umumnya,” katanya.