Sebagai salah satu pelabuhan terbesar Jawa Barat, infrastruktur Pangkalan Pendaratan Ikan Karangsong di Kabupaten Indramayu, masih terbatas. Selain minimnya gudang berpendingin dan kolam pelabuhan, Karangsong belum memiliki industri pengolahan perikanan
Oleh
Abdullah Fikri Ashri
·3 menit baca
INDRAMAYU, KOMPAS–Sebagai salah satu pelabuhan terbesar Jawa Barat, infrastruktur Pangkalan Pendaratan Ikan Karangsong di Kabupaten Indramayu, masih terbatas. Selain minimnya gudang berpendingin dan kolam pelabuhan, Karangsong belum memiliki industri pengolahan perikanan.
Keterbatasan infrastruktur itu tampak pada proses bongkar muat di tempat pelelangan ikan Karangsong, Selasa (12/3/2019). Hasil tangkapan hanya diturunkan dari kapal menggunakan balok ke dermaga bongkar sebelum dinaikkan ke keranjang.
Tanpa penutup, keranjang dibawa ke gudang berpendingin, berjarak sekitar 10 meter dari dermaga. Hasil tangkapan lainnya juga langsung diangkut menggunakan truk atau becak. Kapasitas gudang berpendingin atau cold storage itu hanya 300 ton.
“Padahal, satu kapal besar saja sudah membawa hasil tangkap 150 ton. Kebutuhan cold storage minimal kapasitas 1.000 ton,” ujar Menurut Ketua I Bidang Organisasi Koperasi Perikanan Laut (KPL) Mina Sumitra, Rusmadi, kepada Kompas.
Mina Sumitra merupakan koperasi perikanan yang mengelola tempat pelelangan ikan di Karangsong. Saat ini, terdapat sekitar 500 unit kapal dan ribuan nelayan di Karangsong. Lebih dari 150 unit kapal berukuran di atas 30 gros ton.
Berdasarkan data KPL Mina Sumitra, produksi perikanan di Karangsong tahun lalu mencapai 21.532 ton. Jumlah itu sekitar 60 persen dari produksi perikanan di Indramayu, yakni 36.576 ton. Dengan garis pantai 147 kilometer, Indramayu menyumbang sekitar 40 persen produksi perikanan di Jabar.
Nilai produksi perikanan di Karangsong juga mencapai Rp 476,9 miliar pada 2018, atau sekitar 80 persen dari total nilai produksi Indramayu, yakni Rp 595 miliar. Karangsong bahkan berkontribusi Rp 10,6 miliar untuk pendapatan asli daerah Indramayu.
Minimnya gudang berpendingin itu, lanjut Rusmadi, berimbas pada jatuhnya harga ikan saat hasil tangkapan melimpah. Melalui gudang berpendingin, kerugian nelayan bisa diantisipasi. Caranya, koperasi membeli ikan nelayan di atas harga pasaran. Selanjutnya, koperasi akan menyimpan ikan itu di gudang berpendingin sembari menunggu pembeli yang menawar dengan harga tinggi.
“Nelayan tidak lagi terpaksa menjual ikannya dengan harga murah,” ujar Rusmadi.
Selain itu, kolam pelabuhan yang menjadi tempat pendaratan kapal sekaligus bongkar muat hasil tangkapan juga belum memadai. Antrean kapal untuk bongkar muat bisa mencapai 4 hari saat ramai.
“Kolam pelabuhan hanya cukup untuk tiga lajur kapal. Saat ramai, kapal sudah tidak bisa lewat. Pemilik kapal akhirnya memilih membongkar muatannya di TPI lainnya,” lanjut Rusmadi.
Sekretaris KPL Mina Sumitra, Guntur, menambahkan, Karangsong juga membutuhkan industri pengolahan perikanan. Selama ini, produksi perikanan hanya dipasarkan di sekitar Indramayu dan dikirim ke pabrik pengolahan di Jakarta, Bandung, serta Surabaya.
“Padahal, bahan baku di sini melimpah. Keberadaan industri pengolahan akan memangkas biaya transportasi. Apalagi, Pelabuhan Patimban (Subang, berjarak 70 km dari Karangsong) sedang dibangun,” ujarnya.
Kepala Bidang Usaha dan Pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan di Dinas Kelautan dan Perikanan Indramayu Tahta Rahmatullah mengakui, infratsruktur Karangsong masih terbatas. Pihaknya terbatas dalam anggaran untuk mengembangkan Karangsong. “Kami terus berupaya memfasilitasi kebutuhan nelayan di Karangsong dengan pemerintah pusat,” ujarnya.