Di tengah tekanan ekonomi akibat sanksi Amerika Serikat, Presiden Iran Hassan Rouhani merapat ke negara tetangga, Irak, untuk memperkuat kerja sama ekonomi dan perdagangan.
KAIRO, KOMPAS— Iran dan Irak, dua negara bertetangga di Teluk Persia, sepakat untuk terus meningkatkan hubungan di berbagai sektor, khususnya ekonomi dan perdagangan. Kesepakatan itu disampaikan dalam konferensi pers bersama antara Presiden Iran Hassan Rouhani dan Presiden Irak Barham Salih, Senin (11/3/2019), di Baghdad.
Rouhani tiba di Baghdad, Senin, untuk memulai kunjungan tiga hari di Irak. Setiba di Baghdad, ia langsung menggelar pembicaraan dengan Presiden Salih dan Perdana Menteri Irak Adil Abdul Mahdi. Rouhani juga dijadwalkan bertemu Pemimpin Spiritual Syiah di Irak, Ayatollah Ali Sistani, di Najaf.
Dalam konferensi pers, Salih mengatakan, Iran-Irak sepakat meningkatkan hubungan bilateral lewat sektor ekonomi dan perdagangan. ”Kami telah sepakat mengembangkan bersama berbagai proyek infrastruktur, seperti jaringan kereta api, jalan raya, kawasan wisata, mekanisme kunjungan rakyat Iran-Irak, serta energi dan pengadaan jaringan listrik,” katanya.
Salih juga menyampaikan terima kasih kepada Iran, yang bersama Irak telah berperang melawan teroris. Ia berharap, kerja sama Irak-Iran dalam perang melawan teroris terus ditingkatkan dan harus disempurnakan melalui forum
kerja sama regional melawan teroris.
Adapun Rouhani menyampaikan, hubungan Iran-Irak bukan hubungan baru, melainkan sudah terjalin sejak ribuan tahun lalu. ”Hubungan Iran-Irak itu adalah hubungan agama, mazhab, budaya, sosial, ekonomi, dan politik,” katanya.
Rouhani mengungkapkan, ia telah menggelar pembicaraan yang baik dengan Presiden Salih dan tak ada perbedaan pendapat Iran-Irak dalam pembicaraan tersebut.
Rouhani menambahkan, telah tercapai kesepakatan dengan Irak untuk meningkatkan hubungan bilateral di berbagai sektor, seperti perdagangan, investasi, energi, pembangunan infrastruktur, transportasi, jaringan listrik, dan kereta api.
Ia menyampaikan pula, Iran telah berdiri mendukung Irak dalam perang melawan teroris. ”Bagi Iran, keamanan dan stabilitas serta demokrasi di Irak sangat penting,” ujar Rouhani.
Iran selama ini dikenal memiliki pengaruh kuat di Irak berkat kesamaan mazhab, yakni Syiah, yang dianut sebagian besar penduduk Irak dan Iran. Iran membantu Irak dalam perang melawan kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) dengan mengirim para penasihat militer ke Irak. Teheran juga ikut menyuplai senjata ke milisi Syiah, Hashid al Shaabi, yang dikenal pro-Iran.
Pintu Irak terbuka bagi Iran untuk menancapkan pengaruhnya setelah ambruknya rezim Saddam Hussein pada 2003 menyusul invasi militer AS ke Irak pada tahun itu.
Tekanan sanksi AS
Bagi Rouhani, kunjungan itu merupakan kunjungan resmi pertamanya ke Irak sejak memangku jabatan presiden tahun 2013. Kunjungan itu sangat penting dan strategis di tengah sulitnya ekonomi Iran setelah jatuhnya kembali sanksi AS atas Iran sejak November 2018.
Sejumlah media Arab menyebut, misi utama kunjungan Rouhani ke Irak saat ini lebih fokus pada isu ekonomi dan politik daripada isu militer dan keamanan.
Iran berharap, Irak tidak mematuhi atau mendapat pengecualian dari sanksi AS terhadap Teheran saat ini. Iran menginginkan Irak bisa membantu meringankan beban ekonomi Iran akibat sanksi AS itu.
Teheran terakhir ini meminta Baghdad membayar utang Irak ke Iran dengan uang
dollar AS. Adapun Baghdad menginginkan membayar utang dengan mata uang lokal Irak atau Iran. Baghdad menolak membayar utang ke Iran dengan mata uang dollar AS karena khawatir dianggap melanggar sanksi AS terhadap Iran.
Al Jazeera melaporkan, jelang kunjungan Rouhani ke Baghdad, Iran-Irak sepakat pembayaran utang Irak ke Iran dan perdagangan dua negara akan menggunakan euro. Kesepakatan itu membuka jalan bagi kunjungan Rouhani ke Baghdad.