BANDA ACEH, KOMPAS – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Provinsi Aceh menggugat penerbitan izin pinjam pakai kawasan hutan oleh Gubernur Aceh untuk kepentingan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air Tampur I. Pasalnya, pembangunan pembangkit itu berada di dalam Kawasan Ekosistem Leuser dan dinilai bakal merusak ekosistem, terganggunya ketersedian air bagi warga, dan mengancam satwa lindung.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh Muhammad Nur kepada wartawan, Selasa (12/3/2019) di Banda Aceh menuturkan, berkas gugatan telah didaftarkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banda Aceh pada Senin (11/3/2019). Pihaknya meminta pengadilan membatalkan surat izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) yang diterbitkan oleh Gubernur Aceh untuk perusahaan pembangun Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Tampur I.
Menurut Nur, pembangunan pembangkit listrik di dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) dapat memicu kerusakan hutan dan bencana alam.
PLTA Tampur I terletak di KEL yang kawasan Kabupaten Gayo Lues, Aceh Timur dan Aceh Tamiang. Dibangun oleh perusahaan asal Korea Selatan, saat ini proses pembangunan masih dalam tahapan survei lokasi. Pembangkit ditargetkan mampu menghasilkan listrik 443 megawatt.
Adapun luas hutan yang digunakan untuk area penggenangan mencapai 4.407 hektar. Dari 4.407 hektar itu seluas 1.729 hektar berupa hutan lindung, 2.401 hektar hutan produksi, dan 277 hektar area penggunaan lain.
“Ada 11 alasan mengapa kami menggugat penerbitan izin itu. Salah satunya izin IPPKH berada di dalam KEL. Kawasan ini fungsinya untuk hutan sebagai penyangga kehidupan dunia,” kata Nur.
Nur mengatakan, lokasi pembangunan merupakan daerah tangkapan air yang mengairi sungai-sungai sumber air bersih dan kegiatan pertanian warga. Jika air dibendung dikhawatirkan terjadi kekeringan dan pertanian terganggu. Sebuah desa yakni Desa Lesten di Gayo Lues yang dihuni 46 keluarga juga harus direlokasi sebab permukiman warga masuk dalam area genangan.
Satwa lindung
Lokasi itu juga menjadi habitat satwa lindung seperti gajah, orangutan, dan ragam jenis burung. Nur meyakini kehidupan satwa lindung terancam punah jika dibangun bendungan dan kawasan seluas 4.407 hektar digenangi air.
Kehidupan satwa lindung terancam punah jika dibangun bendungan dan kawasan seluas 4.407 hektar digenangi air. (Muhammad Nur)
Kawasan pembangunan bendungan juga berada di zona gempa aktif. Dengan ketinggian bendungan 193 meter jika bendungan jebol dikhawatirkan akan terjadi banjir dahsyat yang mengancam tiga kabupaten itu.
Menurut Nur, pembangunan pembangkit listrik di dalam zona lindung bukan pilihan tepat dan tidak terlalu mendesak. Aceh masih memiliki sumber energi listrik yang berada di luar kawasan KEL seperti Gunung Api Seulawah, Gunung Api Burni Telong, dan Gunung Api Jaboi Sabang. “Kami bukan menolak investasi energi, akan tetapi ini tidak mendesak. Lebih banyak dampak buruk daripada dampak positifnya,” kata Nur.
Dihubungi terpisah, Kepala Biro Hukum Setda Aceh Amrizal mengatakan mereka belum menerima surat pemberitahun gugatan. Pihaknya akan mengikuti proses hukum terkait gugatan itu.