Kementerian Pertanian Targetkan Sejuta Petani Milenial
Perkembangan teknologi informasi memberi peluang bagi generasi muda Indonesia turut membangun pertanian modern. Tidak hanya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pangan nasional tapi juga internasional.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA
·3 menit baca
BADUNG, KOMPAS — Perkembangan teknologi informasi memberi peluang bagi generasi muda Indonesia turut membangun pertanian modern. Tidak hanya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pangan nasional, tetapi juga internasional.
Untuk itu, Kementerian Pertanian membuat program cetak generasi petani muda modern atau milenial. Kementan menargetkan akan lahir satu juta petani milenial selama 2019. Sebanyak 11.000 orang di antaranya berasal dari Bali.
”Tahun ini, pemerintah melalui Kementan mencanangkan tahun regenerasi petani Indonesia,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Syukur Iwantoro dalam acara pencanangan ”Petani Milenial Provinsi Bali Bersatu Menuju Lumbung Pangan Dunia” di kawasan Bagus Agro Pelaga, Desa Pelaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung, Bali, Selasa (12/3/2019).
Syukur mengatakan, gerakan satu juta petani milenial menjadi upaya pemerintah mengubah citra pertanian Indonesia. Indonesia menjadi proyek percontohan program pertanian perdesaan dengan dukungan Dana Internasional untuk Pengembangan Pertanian (The International Fund for Agricultural Development/IFAD).
”Pengelolaan sistem pertanian dengan memanfaatkan teknologi menjadi bagian cara menangani tantangan pertanian, di antaranya alih fungsi lahan pertanian dan minimnya minat generasi muda menjadi petani. Melalui regenerasi petani, pemerintah berupaya mengubah pola pikir berbasis teknologi informasi,” kata Syukur.
Penuh tantangan
Syukur mengatakan, sektor pertanian Indonesia semakin membanggakan, terutama dalam empat tahun terakhir. Sektor ini mampu menekan inflasi pangan hingga menyentuh 1,26 persen pada 2017, mampu menghasilkan peningkatan ekspor, dan meningkatkan investasi ke sektor pertanian.
Program-program terobosan dari Kementan, menurut Syukur, juga mampu meningkatkan nilai tukar petani (NTP) yang mengindikasikan tingkat kesejahteraan petani. Syukur menyatakan, pencapaian positif dari sektor pertanian di Bali juga berkontribusi terhadap kondisi nasional.
Lebih lanjut, Syukur mengatakan, Bali dan daerah lain sudah mengembangkan wisata agro yang menghubungkan pertanian dengan pariwisata. Menurut Syukur, pengembangan wisata agro juga dapat menjawab sejumlah tantangan pertanian, misalnya alih fungsi lahan dan akses pemasaran.
”Konsep wisata agro bisa menjadi model yang dikembangkan kelompok tani,” kata Syukur. ”Kalau dahulu petani harus menjual barang ke pasar, saat ini mendatangkan pasar,” ujar Syukur.
Made Agus Wijaya (29), petani muda dari Subak Apit Yeh, Baturiti, Kabupaten Tabanan, mendukung program petani milenial yang dicanangkan Kementan. Menurut Agus, saat ini masih sedikit anak muda yang berminat menjadi petani karena mereka membayangkan bertani tidak menjamin kesejahteraan.
”Anak muda juga lebih suka bekerja di luar daerah, mencari hal baru di luar desa mereka,” kata Agus.
Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Provinsi Bali Ida Bagus Wisnu Ardhana menyebutkan, pertanian di Bali menghadapi beragam tantangan, mulai dari alih fungsi lahan pertanian, sumber daya manusia petani, pemanfaatan sumber daya air, dan akses ke permodalan, serta pemasaran hasil pertanian. Menurut Wisnu, kontribusi pertanian tidak sebatas memenuhi kebutuhan pangan, tetapi juga perekonomian daerah dan lapangan kerja.
Wisnu menambahkan, Pemerintah Provinsi Bali sudah membuat kebijakan dan menjalankan program yang mendukung dan memperkuat sektor pertanian, di antaranya penerbitan Peraturan Gubernur Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan, dan Industri Lokal Bali dan program subsidi pupuk organik.