JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi hari ini, Selasa (12/3/2019), mendatangi empat kantor dewan pimpinan pusat partai politik. Pertemuan dilakukan untuk berdiskusi lebih dalam terkait dengan pemetaan kebutuhan pendanaan politik setiap partai guna membangun demokrasi yang berintegritas.
Kegiatan itu dilakukan Tim Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat (Diknyamas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ini dimulai dengan menyambangi empat kantor dewan pimpinan pusat (DPP), yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
”Tim satuan tugas untuk politik berintegritas dari Diknyamas akan mendiskusikan upaya perbaikan pendanaan partai politik,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat ditemui di Kantor KPK, Jakarta, Senin (11/3/2019).
Dijelaskan lebih lanjut, upaya perbaikan pendanaan partai politik (parpol), yang dimaksud, setidaknya dapat dilakukan dengan dua hal. Pertama, menghitung dana yang dibutuhkan parpol dalam berkegiatan secara rasional dan realistis. Kedua, membahas aspek akuntabilitas dan keterbukaan pada publik mengingat uang yang diterima parpol adalah uang rakyat.
”Dari banyak kajian yang dilakukan KPK, serta dari kasus-kasus yang kami cermati, salah satu akar persoalan dari korupsi politik itu yang harus diselesaikan adalah dari aspek pendanaannya. Untuk itu, KPK melakukan perspektif pencegahan,” lanjut Febri.
Kegiatan serupa akan dilakukan di kantor partai lainnya pada 14 Maret.
Upaya perbaikan pendanaan parpol dilakukan dengan dua hal. Pertama, menghitung dana yang dibutuhkan parpol dalam berkegiatan secara rasional dan realistis. Kedua, membahas aspek akuntabilitas dan keterbukaan kepada publik mengingat uang yang diterima parpol adalah uang rakyat.
Cegah korupsi politik
KPK sebelumnya mengadakan diskusi kelompok terarah (FGD) dengan perwakilan parpol untuk mendapatkan informasi dan data yang akan bermanfaat buat merumuskan skema dan besaran bantuan keuangan negara kepada partai politik. Dalam hal ini, KPK bekerja sama dengan Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Intervensi oleh KPK tersebut juga dilakukan untuk mencegah korupsi politik akibat tingginya mahar politik. Upaya penindakan yang selama ini dikerjakan dinilai tidak cukup mencegah korupsi hingga ke akar permasalahan.
”Kita menghadapi kenyataan betapa mahalnya mahar untuk menjadi kepala daerah atau anggota Dewan Perwakilan Rakyat,” ujar Wakil Ketua KPK Alex Marwata dalam acara FGD yang dilangsungkan di Gedung ACLC KPK, pekan lalu.
Menurut peneliti hukum dan kebijakan Transparency International Indonesia, Reza Syawawi, lebih dari 60 persen kasus korupsi yang ditangani KPK adalah kasus yang berdimensi politik dengan pelaku yang berlatar belakang sebagai kepala daerah, anggota DPR/DPRD, ataupun pihak lain yang terlibat dalam kasus politisi tersebut (Kompas, 26/11/2018). (ERIKA KURNIA)