Mantan Kepala Dinas Kesehatan Gresik Dihukum Enam Tahun Penjara
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS - Mantan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik Nurul Dholam dipidana enam tahun penjara dan denda Rp 1 miliar, subsider enam bulan kurungan. Terdakwa terbukti korupsi dana kapitasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) untuk jasa pelayanan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama di 32 puskesmas di Kabupaten Gresik senilai Rp 2,4 miliar.
Selain pidana pokok, terdakwa juga dijatuhi pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp 1,9 miliar yang harus dibayarkan maksimal sebulan setelah perkaranya memiliki kekuatan hukum tetap. Dalam hal terdakwa tidak memenuhi kewajibannya, seluruh harta bendanya akan disita. Namun apabila tidak memiliki harta benda, terdakwa menjalani hukuman satu tahun penjara.
Vonis terhadap terdakwa Nurul Dholam dibacakan dalam sidang lanjutan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Selasa (12/3/2019). Selama sidang yang dipimpin oleh majelis hakim yang diketuai Wiwin Arodawanti, terdakwa didampingi oleh kuasa hukumnya Adi Sutrisno.
Putusan majelis hakim ini sama persis dengan tuntutan jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Gresik yang meminta agar terdakwa dihukum enam tahun penjara, dan denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan. Perbedaannya, jaksa menuntut agar terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp 2,4 miliar.
Terdakwa Nurul didakwa dengan dakwaan kombinasi yakni Pasal 2 dan Pasal 3 undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi. Selain itu terdakwa juga didakwa dengan Pasal 12 huruf E dan Pasal 12 huruf F undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi. Namun dalam materi putusannya, majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti pada dakwaan Pasal 12 huruf E dan Pasal 12 huruf F.
Sebelum menjadi Kadis Kesehatan, Nurul pernah menjabat sebagai sekretaris Dinkes, dan pelaksana tugas Dinkes. Saat resmi dilantik pada 2016, Nurul menerima serah terima uang Rp 454 juta dari kepala dinas sebelumnya Sugeng Widodo. Uang itu seharusnya diberikan kepada bendahara dinas Eny Wahyuni. Namun oleh terdakwa uang dimasukkan ke rekening pribadi di Bank Jatim.
Mengumpulkan kepala puskesmas
Terdakwa pernah mengumpulkan seluruh kepala puskesmas dan memberitahukan bahwa mereka wajib mengumpulkan potongan dana kapitasi BPJS Kesehatan pada pos jasa pelayanan tenaga kesehatan maupun non kesehatan sebesar 10 persen. Pemotongan dilakukan secara tunai melalui bendahara puskesmas.
Uang hasil pemotongan dana kapitasi sebesar 10 persen itu rinciannya adalah 7 persen disetorkan ke dinas kesehatan, sedangkan 3 persen untuk puskesmas. Pada 2016-2017, BPJS Kesehatan menyalurkan dana kapitasi sebesar Rp 40 miliar ke 32 puskesmas yang merupakan fasilitas kesehatan tingkat pertama.
Berdasarkan fakta persidangan, uang hasil korupsi digunakan wisata keluarga ke berbagai lokasi di dalam maupun luar negeri seperti Singapura, Thailand, dan Yogyakarta. Selain itu, sebagian uang korupsi diberikan kepada Wakil Bupati Gresik M Qosim, Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Gresik beserta stafnya, hingga sejumlah anggota DPRD Kabupaten Gresik.
“Hal yang memberatkan, terdakwa tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi dan telah memperkaya diri sendiri. Selain itu terdakwa telah merugikan negara dan seluruh tenaga kesehatan maupun non kesehatan yang memberikan pelayanan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN),” ujar Wiwin Arodawanti.
Menanggapi putusan majelis hakim, terdakwa langsung menyatakan pikir-pikir. Penasehat hukum terdakwa Adi Sutrisno mengatakan akan menggunakan waktu tujuh hari untuk menentukan sikap apakah mengajukan kasasi atau menerima. Putusan majelis hakim dinilai memberatkan kliennya.
Menurut Adi kebijakan pemotongan dana kapitasi BPJS Kesehatan bukan ide kliennya. Kebijakan itu sudah berjalan sejak 2014 dan kliennya baru melaksanakan pada 2016-2017. Pihaknya berharap jaksa tidak hanya memproses hukum terdakwa Nurul Dholam melainkan seluruh pihak yang terlibat dalam korupsi dana kapitasi BPJS.
Senada dengan terdakwa, jaksa Andri Dwie Subianto mengatakan pihaknya juga menyatakan pikir-pikir dalam menyikapi putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya. Namun pada prinsipnya jaksa tidak mempermasalahkan mengenai perbedaan selisih nilai uang pengganti sebagaimana dalam putusan majelis hakim.
Bertambah
Korupsi dana kapitasi BPJS sebanyak 32 puskesmas di Kabupaten Gresik bukanlah kasus pertama di Jatim. Sebelumnya kasus serupa terjadi di Kabupaten Jombang 2018. Pelaksana tugas Kepala Dinkes Jombang Inna Silestyowati memotong dana kapitasi BPJS yang dikumpulkan melalui peguyuban puskesmas.
Uang hasil korupsi digunakan menyuap Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko dengan maksud agar Inna segera ditetapkan sebagai Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang. Baik Inna maupun Nyono sudah divonis bersalah.