Menemukan Kebahagiaan dengan Bersepeda dari Belanda ke Indonesia
Oleh
Andy Riza Hidayat
·4 menit baca
Perjalanan kerap memberi ruang kontemplasi dan jarak dengan keramaian. Perjumpaan dengan orang tak dikenal, binatang, dan berada di tempat-tempat baru membuat Diego Yanuar (32) dan Marlies Fennema (26) sadar bahwa banyak makhluk bergantung dengan dunia yang manusia tinggali. Dua sejoli itu bersepeda dari Nijmegen, Belanda ke Jakarta, Indonesia.
Awal tahun 2018, Diego memutuskan berhenti bekerja dari sebuah perusahaan furnitur di Belanda. Ia ingin mewujudkan keinginannya untuk bersepeda dari Belanda ke rumah orang tuanya di Jakarta. Ia mengajak serta kekasihnya, Marlies, seorang guru dan penulis berkebangsaan Belanda.
"Mungkin alasannya klise: untuk mencari arti hidup, tetapi itu cara kami," kata Diego saat ditemui dalam pameran "Everything in Between" di Kopikalyan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (12/3/2019).
Mereka menggunakan uang tabungan mereka untuk membiayai perjalanan selama 11 bulan itu. Mereka melalui 23 negara dengan jarak sekitar 12.000 kilometer (km). Mereka tiba di Jakarta akhir Februari 2019 lalu.
Mereka membawa pakaian berbagai musim, alat masak, perkakas sepeda, dan tenda. Keduanya tidur di dalam tenda dan memasak dengan bahan-bahan yang dapat dijumpai di setiap negara yang mereka singgahi. Dengan peralatan sederhana yang mereka bawa, perjalanan mereka akhirnya bukan soal mengunjungi tempat indah, melainkan belajar tentang hidup sesuai kebutuhan.
Selama perjalanan, mereka berhenti untuk kebutuhan-kebutuhan dasar manusia : istirahat, tidur, dan makan. Tidak ada hal lain yang mereka pikirkan selain memenuhi kebutuhan dasar demi mencapai tujuan. Hal seperti itu ternyata cukup membahagiakan mereka.
Mereka juga menjumpai berbagai binatang yang hidup di alam, seperti burung, kuda, dan domba. Perjumpaan itu menyadarkan mereka bahwa alam perlu dijaga agar satwa-satwa dan tumbuhan bisa hidup nyaman.
Perjalanan dari Tajikistan menuju Kyrgystan menjadi salah satu perjalanan yang menantang. Marlies dan Diego harus bersepeda menembus salju selama tiga hari karena tak ada penduduk atau rumah yang mereka lalui. Mereka beruntung menemukan sebuah keluarga yang tinggal di tengah hamparan salju itu. Keluarga itu menawari keduanya tinggal di sana. Marlies dan Diego bermalam di sana selama dua hari.
Hari berat lainnya adalah ketika Marlies dirawat di rumah sakit di Kirgiztan. Ia dirawat seminggu karena lemas. Saat itu, ujian berat melanda hingga Marlies mengeluh ingin pulang. "Saya selalu mengeluh ingin pulang saat ada masalah, apalagi ketika sakit. Diego yang menguatkan dan meyakinkan saya. Akhirnya, saya ada di sini," kata Marlies tertawa.
Energi positif orang-orang yang mereka temui membuat keduanya menikmati perjalanan. Manusia-manusia yang mereka jumpai adalah orang yang hidup sederhana. Mereka hidup di sebuah rumah kecil, berdinding kayu, dan tidak memiliki kendaraan mewah. Diego mengatakan, orang paling bahagia yang ditemui adalah orang yang paling sederhana. Hal itu yang menginspirasi mereka untuk menjalani hidup sederhana kelak.
Dedikasi
Perjalanan itu mereka sebut sebagai "Everything in Between" yang bermakna setiap perjalanan yang dilalui selalu menjumpai hal-hal berbeda: budaya, kuliner, ras, bahasa, alam, musim, dan seterusnya. Mereka dedikasikan perjalanan itu untuk manusia, lingkungan, dan binatang.
Mereka menggalang dana untuk melalui media sosial untuk disalurkan ke lembaga dan kelompok yang bergerak di bidang anak-anak, lingkungan dan binatang. Penggalangan dana itu mereka salurkan ke Kebun Kumara, Lestari Sayang Anak, dan Jakarta Animal and Network.
Sesampainya di Indonesia, penyanyi Andien, yang merupakan kakak Diego, menginisiasi pameran foto yang Marlies dan Diego ambil selama perjalanan. Diego meminta agar pameran itu tidak menyisakan sampah. Akhirnya, pameran itu digelar dengan menggunakan barang-barang bekas.
Setelah melampaui perjalan panjang itu, apa yang akan Diego dan Marlies lakukan? Marlies akan tetap mengajar dan menulis. Ia akan menuliskan perjalanannya ini dalam sebuah buku. Diego berencana akan kembali ke Belanda untuk bekerja. Sebelum keduanya meninggalkan Indonesia, mereka akan membuat program perjalanan bersepeda dari Sabang ke Merauke.
"Akun media sosial dan handphone kami akan disumbangkan. Nantinya, komunitas sepeda di Indonesia akan estafet tanpa putus dari Sabang sampai Merauke," kata Diego.
Siapa saja boleh bergabung dalam kegiatan itu. Akun media sosial Everything in Between akan dikelola oleh pesepeda. Mereka akan mengabadikan hal-hal menarik tentang manusia, alam, binatang, dan budaya di Indonesia. (SUCIPTO)