Nadiem Makarim Mengojek di Bangkok
Nadiem Makarim, CEO Go-Jek, tampil percaya diri mengenakan jaket berwarna hijau-hitam Go-Jek saat meluncurkan layanan aplikasi GET
di Bangkok, Thailand, Rabu (27/2/2019). Ia siap mengojek di Bangkok.
Suasana jalanan di kawasan Siam Square berbeda dari biasanya. Para pengemudi GET tampak mencolok dengan jaket berwarna hijau muda terang. Mereka mengetem di pinggir jalan, di antara hotel, restoran, dan pusat perbelanjaan. Itu hari pertama aplikasi GET diluncurkan secara resmi di Bangkok setelah melalui masa uji coba versi beta selama dua bulan.
Sekitar 20 pengemudi sepeda motor pun bersiap menemani para awak media dari Indonesia untuk menelusuri jalanan di Bangkok yang pagi itu tidak terlalu padat. Mereka juga mengajak singgah di sejumlah tempat wisata.
Jalanan di Bangkok agaknya berbeda dengan jalan-jalan di Jakarta atau kota besar lainnya di Indonesia. Arus lalu lintas kendaraan tampak lebih teratur. Jika di Jakarta sepeda motor menjadi raja jalanan, di Bangkok jumlah sepeda motor terbilang sangat sedikit.
Menelusuri jalan sepanjang 500 meter belum tentu bertemu dengan satu sepeda motor. Rombongan sekitar 20 sepeda motor GET yang beriringan pun akhirnya menarik perhatian masyarakat.
Jalanan di Bangkok justru didominasi transportasi publik, terutama bus, taksi, dan kendaraan roda tiga khas Bangkok, yaitu tuk-tuk. Transportasi publik itu pun terintegrasi dengan bus rapid transit (BRT) dan mass rapid transit (MRT) yang berada di jalur layang. Angkutan massal BRT dan MRT itu pun menjadi tulang punggung transportasi yang menghubungkan kawasan-kawasan penting di Bangkok.
Penunjang transportasi publik di Bangkok yang tidak kalah pentingnya adalah jaringan trotoar yang cukup luas. Hampir di setiap sisi jalan terdapat trotoar yang memadai untuk pejalan kaki dengan lebar 2-5 meter.
Investasi Kota Bangkok dalam trotoar pun tidak tanggung- tanggung. Beberapa trotoar tampak dibangun dengan jalur layang beton. Di trotoar juga terdapat pedagang kaki lima, tetapi ditata sehingga tidak mengganggu pejalan kaki.
Kehadiran GET
Kematangan transportasi publik itu yang membuat kehadiran GET di Bangkok akan berbeda dengan kehadiran Go-Jek di Jakarta. Go-Jek berkembang pesat di Jakarta karena menjawab sebagian persoalan kemacetan lalu lintas di Jakarta.
Sementara GET hadir untuk berintegrasi dengan transportasi publik yang sudah matang. ”Di Bangkok, GET akan menjadi kendaraan pengumpan dari dan menuju transportasi publik,” kata Nadiem.
Meskipun jumlah sepeda motor di Bangkok tidak sebanyak di Jakarta, ojek adalah angkutan umum resmi di Bangkok dengan nama win motorcycle. Jika ingin menjadi pengemudi win, mereka harus mendapat lisensi resmi dari otoritas pemerintah.
Para pengemudi resmi akan diberikan rompi khusus yang dilengkapi identitas lengkap. Peluang ini yang dibaca oleh Go-Jek untuk memperluas pasar aplikasi berbasis kendaraan roda dua di Bangkok.
Menurut Nadiem, penetrasi pasar platform multi-layanan berbasis kendaraan roda dua masih sangat kecil di Bangkok. Penggunaan layanan antar-jemput, pesan-antar makanan, pembayaran digital, dan pengiriman barang berbasis aplikasi digital masih sangat sedikit. ”Padahal, produk domestik bruto per kapita Thailand sudah lebih tinggi daripada Indonesia,” kata Nadiem.
CEO GET Pinya Nittayakasetwat melihat hal tersebut sebagai peluang. Selama dua bulan uji coba versi beta, GET telah bermitra dengan 10.000 pengemudi, diunduh 100.000 pengguna, dan menyelesaikan dua juta transaksi.
Di tahap awal, GET menyediakan tiga layanan, yaitu antar-jemput penumpang (GET Win), pesan-antar makanan (GET-Food), dan layanan pengiriman (GET Delivery). Mereka juga sedang menyiapkan layanan pembayaran digital. Pinya optimistis, layanan GET akan dapat beradaptasi menciptakan pasar baru di Bangkok.
Pinya Nittayakasetwat mengatakan, GET dibangun dengan teknologi dan pendanaan dari Go-Jek. Namun, GET melakukan adaptasi dengan kebutuhan yang bersifat lokal di Kota Bangkok. Mereka, misalnya, hanya merekrut pengemudi berlisensi. GET juga mempunyai misi untuk meningkatkan pendapatan para mitranya.
Saman Pachai (40), pengemudi GET yang menemani perjalanan Kompas, mengatakan, dalam dua bulan ini, ia memperoleh penghasilan dari GET sekitar 1.000 bath (Rp 458.000) per hari. ”Itu jauh lebih banyak daripada pendapatan saya bekerja di perusahaan. Mudah- mudahan usaha ini berkelanjutan,” katanya.
Apresiasi pemerintah
Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Rudiantara, yang hadir dalam peluncuran GET di Bangkok, mengatakan, pemerintah mendukung langkah Go-Jek yang terus memperluas pasar di Asia Tenggara. Sebelum di Thailand, Go-Jek sudah masuk ke Singapura, Vietnam, dan Filipina.
”Hanya empat tahun, Gojek sudah menjadi unicorn (perusahaan bernilai lebih dari 1 miliar dollar AS) dan menjadi perusahaan multinasional. Hanya dengan model bisnis ekonomi digital ini bisa terjadi,” katanya.
Rudiantara mengatakan, Indonesia melahirkan banyak perusahaan besar, tetapi sangat sedikit yang bisa merambah pasar multinasional.
Perwakilan Kementerian Masyarakat dan Ekonomi Digital Thailand Pansak Siriruchatapong mengatakan, Thailand terus mendorong pertumbuhan ekonomi digital, termasuk di bidang transportasi. Pihaknya menyiapkan infrastruktur internet berkecepatan tinggi dan regulasi untuk mempermudah pengembangan ekonomi digital.
”Kami membuka diri untuk investasi dan transfer teknologi dari negara lain. Tidak ada satu pun negara yang bisa menjalankan ekonomi digital secara sendirian,” katanya.
Pansak pun mengajak negara-negara ASEAN lainnya bekerja sama menyambut pasar ekonomi digital di wilayah dengan populasi sekitar 600 juta jiwa itu. Jika perusahaan dari ASEAN tidak mengambil pasar itu, pemain dari wilayah lain pasti akan mengambilnya.