JAKARTA, KOMPAS — Sentimen penguatan nilai tukar rupiah gagal menopang Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG untuk tetap berada di zona hijau. Meski kebijakan moneter telah diarahkan untuk menjaga likuiditas valuta asing, fokus investor sulit teralih dari ketidakpastian terkait perundingan dagang antara Amerika Serikat dan China.
Pada penutupan perdagangan saham, Selasa (12/3/2019), IHSG melemah 12,66 poin ke posisi 6.353,77. Padahal, saat pembukaan perdagangan, IHSG berada di level 6.395,88 atau menguat 29,45 poin dibandingkan penutupan pada hari sebelumnya. Indeks 45 saham unggulan atau LQ45 menyusut 0,14 persen ke level 994,02.
Sepanjang hari, frekuensi perdagangan saham terjadi 409.557 kali dengan volume 12,9 miliar lembar saham. Nilai transaksi dari volume perdagangan saham mencapai Rp 7,2 triliun. Investor asing melakukan aksi jual senilai Rp 344,21 miliar di pasar reguler. Sebagian besar sektor saham tertekan kecuali sektor saham barang konsumsi yang naik 0,55 persen, sektor saham infrastruktur (0,31 persen), dan sektor saham manufaktur (0,01 persen).
Analis Artha Sekuritas, Dennies Christoper Jordan, mengungkapkan, pelaku pasar kembali menantikan hasil perundingan Pemerintah AS dan China terkait persoalan perang dagang yang berimbas pada ekonomi global.
Sentimen global, lanjut Jordan, membuat penguatan tipis nilai tukar rupiah sepanjang hari ini tidak cukup mengangkat IHSG . ”Investor masih menanti kepastian dari negosiasi dagang Amerika dan China serta rilis laporan keuangan emiten untuk tahun 2018,” ujarnya.
Adapun berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), nilai tukar rupiah mengalami penguatan 73 poin ke posisi Rp 14.251 per dollar AS dibandingkan pada hari sebelumnya di level Rp 14.324 per dollar AS.
Likuiditas valas
Untuk menjaga ketersediaan likuiditas baik rupiah maupun valuta asing (valas), Bank Indonesia terus melakukan operasi moneter, termasuk melakukan operasi pasar terbuka untuk ekspansi.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah mengatakan, BI telah melakukan injeksi likuiditas rupiah melalui lelang forex swap, yang selama periode 2018 telah mencapai Rp 243,33 triliun. Adapun rincian untuk total injeksi likuiditas selama 2018 adalah Rp 345,5 triliun.
Untuk menjaga ketersediaan likuiditas baik rupiah maupun valuta asing (valas), Bank Indonesia terus melakukan operasi moneter, termasuk melakukan operasi pasar terbuka.
BI menyelenggarakan lelang reguler tiga kali seminggu operasi pasar terbuka dengan ekspansi melalui forex swap. Jadwal lelang sudah ditetapkan dalam enam bulan ke depan untuk periode 21 Maret hingga 19 September 2019.
”Dengan jadwal yang sudah pasti ditetapkan selama 6 bulan ke depan, diharapkan dapat meningkatkan kepastian dalam pengelolaan likuiditas perbankan,” ujarnya.
Untuk melakukan lelang forex swap, BI melakukan ekspansi likuditas rupiah kepada bank dengan cara menerima valas pada periode pertama (first leg) serta menerima kembali rupiah dan menyerahkan valas pada periode kedua (second leg). Tenor swap sendiri terdiri dari 1, 3, 6, dan 12 bulan.