Perbaiki Defisit Tahun Ini
JAKARTA, KOMPAS
Kendati masih diwarnai ketidakstabilan perekonomian global, namun kondisi perekonomian Indonesia telah mengarah pada momen perbaikan. Selain pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, pemerintah ingin kualitas pertumbuhan yang lebih baik.
Dalam APBN 2019, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia ditargetkan 5,3 persen. Adapun Bank Indonesia memproyeksikan 5-5,4 persen.
Berbagai tekanan terjadi pada 2018, yakni kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat, perang dagang AS-China, dan harga komoditas yang turun. Tahun ini, berbagai tekanan itu diperkirakan berkurang.
“Jika melihat kebijakan AS, maka kita akan memiliki kondisi yang lebih baik dibandingkan dengan 2018, meski mendapat tantangan dari kondisi ekonomi China yang melambat dan harga komoditas yang turun. Maka, penting bagi Indonesia untuk melakukan diversifikasi produk dan meningkatkan ekspor,” kata Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara di acara Maybank Economic Outlook di Jakarta, Senin (11/3/2019).
Tahun ini, BI memproyeksikan defisit transaksi berjalan menjadi 2,5 persen PDB. Pada 2018, defisit transaksi berjalan 2,98 persen PDB.
Transaksi berjalan diupayakan untuk terus diperbaiki. Sebab, dengan perbaikan transaksi berjalan, maka nilai tukar rupiah terhadap dollar AS cenderung lebih stabil.
Untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan, lanjut Mirza, ekspor dan pariwisata dinilai sebagai solusinya.
Jasa perjalanan pada neraca jasa Indonesia 2018 surplus 5,338 miliar dollar AS. Jasa perjalanan ini dihitung dari perjalanan wisatawan.
Sementara, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menyampaikan, bagi pemerintah, pertumbuhan ekonomi bukan satu-satunya target. Dengan kewenangannya, pemerintah membuat kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat.
“Berbarengan dengan pertumbuhan ekonomi, diperlukan pertumbuhan yang berkualitas. Hal ini terkait erat dengan rasio gini dan kami berupaya mengurang ketimpangan itu,” kata Suahasil.
Tahun ini, pemerintah menargetkan rasio gini berkisar 0,38-0,39.
Oleh karena itu, lanjut Suahasil, anggaran pemerintah yang disalurkan sebagai dana sosial diharapkan dapat menjaga daya beli lapisan masyarakat paling bawah. Anggaran pemerintah juga digunakan agar harga kebutuhan pokok di pasar tetap stabil, termasuk untuk subsidi.
Sementara, sektor swasta diharapkan mengembangkan bisnis sebaik-baiknya. Dengan cara itu, sektor swasta bisa menyerap tenaga kerja sebanyak-banyaknya dan taat pajak.
Kepala Ekonom Maybank Investment Bank Suhaimi Ilias mengatakan, ketidakpastian di sejumlah sektor pada 2018 diproyeksikan mulai berbalik pada tahun ini. Hal itu berdasarkan kebijakan suku bunga AS dan upaya China untuk mendorong pertumbuhan ekonominya. Meski demikian, aktivitas perdagangan akan melambat. Hal itu sudah terjadi sejak akhir tahun lalu dan akan berlanjut tahun ini.
Namun, perubahan rantai pasok global akibat perang dagang, terutama yang berbasis di China, bisa dimanfaatkan.
Presiden Direktur PT Bank Maybank Indonesia Tbk Taswin Zakaria berharap, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dan suku bunga acuan tetap stabil tahun ini. Selain itu, inflasi terkendali. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi akan mengerek penyaluran kredit perbankan. “Kalau kami menargetkan kredit tumbuh 10-12 persen,” kata Taswin.
Ekspor
Sementara itu, Ketua Umum himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Soenoto, dalam pameran Indonesia International Furniture Expo (IFEX) 2019, Senin, menyampaikan, pelaku usaha mebel dan kerajinan Indonesia menjajaki kemungkinan bekerja sama dengan pelaku usaha China. Kerja sama itu untuk mengembangkan produk dan memperluas akses pasar ekspor. (NAD/FER)