Pertumbuhan Kelas Menengah Dongkrak Potensi Bisnis Asuransi
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peluang pengembangan bisnis produk asuransi di Indonesia masih terbuka lebar mengingat penetrasi dan literasi asuransi masih relatif rendah. Sementara di sisi lain, kelas menengah terus tumbuh. Prospek ekonomi domestik yang tahun ini baik diyakini akan berdampak positif pada pertumbuhan premi industri asuransi.
Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2A Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ahmad Nasrullah mengatakan, rendahnya tingkat penetrasi industri asuransi di Indonesia dinilai perlu lebih dilihat secara positif, yakni sebagai potensi bagi pengembangan bisnis jasa keuangan.
”Tingkat penetrasi asuransi yang belum bisa melebihi angka 5 persen ini memang menjadi problem menahun. Bisnis asuransi sebenarnya tumbuh, tetapi PDB (produk domestik bruto) juga selalu naik sehingga penetrasi terkesan lambat,” katanya di Jakarta, Selasa (12/3/2019).
Potensi kelas menengah yang terus tumbuh di Indonesia, lanjut Ahmad, menjadi magnet bagi pemodal asing untuk mengajukan pembentukan perusahaan asuransi baru di Tanah Air. Padahal, berdasarkan data OJK, saat ini sudah ada 139 asuransi, baik di bidang asuransi jiwa maupun asuransi umum.
Ahmad menuturkan, sebelum mengajukan proposal, para investor telah melakukan kajian terkait prospek pasar asuransi Indonesia. ”Ini jadi indikasi bahwa industri asuransi sangat potensial dari sisi bisnis. Artinya, kalau dilihat dari kacamata positif, rendahnya penetrasi menunjukkan besarnya potensi,” ujarnya.
Melihat kondisi ekonomi domestik, OJK menargetkan premi industri asuransi mampu bertumbuh pada kisaran 12-15 persen sepanjang tahun 2019. Sepanjang tahun lalu, pertumbuhan total premi industri asuransi, meliputi asuransi jiwa dan asuransi umum, hanya mencapai 9 persen.
”Kondisi tahun lalu dapat dikatakan sebagai anomali karena biasanya pertumbuhan premi setiap tahun mencapai double digit. Kinerja industri asuransi pada tahun lalu sangat terkait dengan kondisi ekonomi global yang memengaruhi iklim bisnis asuransi di Indonesia,” ujarnya.
OJK menargetkan premi industri asuransi tumbuh 12-15 persen pada 2019. Tahun lalu, pertumbuhan industri asuransi sebesar 9 persen.
Deputi Komisioner Pengawas IKNB OJK Mochamad Ihsanuddin mengatakan, kondisi fundamental ekonomi Indonesia akan berdampak positif bagi pertumbuhan pasar modal. Situasi pasar modal yang kondusif akan berdampak baik bagi industri asuransi yang mayoritas berinvestasi pada emisi portfolio.
”Tetapi, posisi CAD (defisit transaksi berjalan) sepanjang tahun ini juga perlu diperhatikan karena sangat memengaruhi sentimen di pasar modal,” kata Ihsanuddin.
Sepanjang 2018, posisi CAD Indonesia sebesar 2,98 persen terhadap PDB. Sementara tahun ini, pemerintah dan Bank Indonesia berupaya menekan CAD dengan harapan mencapai 2,5 persen terhadap PDB.
Meski optimistis tahun ini pertumbuhan premi akan meningkat, data OJK per Januari 2019 mencatat, premi kotor sebesar Rp 15,35 triliun. Nilai ini turun 12,93 persen secara tahunan daripada posisi Januari 2017 sebesar Rp 17,63 triliun.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia Togar Pasaribu mengatakan, penurunan kinerja premi pada awal tahun merupakan hal yang wajar lantaran pada Desember tahun lalu industri asuransi telah mengeluarkan seluruh potensi yang ada untuk mengejar target.
Dengan jumlah penduduk terbanyak di Asia Tenggara, ke depan Indonesia diyakini memiliki potensi pasar asuransi cukup besar. Saat ini, pemegang polis asuransi dari berbagai produk belum mencapai 5 persen. ”Selain penetrasi yang kuat, perlu upaya meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap produk asuransi. Kepercayaan pemegang polis jadi modal utama,” ujarnya.