Mahasiswa jurusan seni diharapkan bisa membuka peluang ekonomi kreatif lewat karya seni dan pendidikan kesenian. Dengan memberikan materi kewirausahaan dan ilmu pedagogi, mereka bisa mengembangkan kesenian di masyarakat lewat produk-produk yang dipasarkan maupun mengajarkan seni kepada masyarakat.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS – Mahasiswa jurusan seni diharapkan bisa membuka peluang ekonomi kreatif lewat karya seni dan pendidikan kesenian. Dengan memberikan materi kewirausahaan dan ilmu pedagogi, mereka bisa mengembangkan kesenian di masyarakat lewat produk-produk yang dipasarkan maupun mengajarkan seni kepada masyarakat.
Hal itu dikatakan Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Ismunandar di Seminar Nasional tentang Keunggulan Komparatif Nilai-nilai Seni Budaya Dalam Era Revolusi Industri 4.0 di Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, Selasa (12/3/2019).
Ismunandar menyatakan, Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan, sehingga pengelolaan yang baik bisa membuat negara ini diperhitungkan dalam kancah internasional. Oleh karena itu, ia mendorong mahasiswa memiliki modal wirausaha karena potensi seni ini bisa membuka peluang ekonomi kreatif.
Indonesia memiliki potensi besar di bidang kebudayaan
“Kalau mengejar kesetaraan dengan negara-negara maju lewat teknologi memiliki tantangan yang besar. Namun, Indonesia memiliki potensi besar di bidang kebudayaan. Tugas kita, bagaimana mengelola kebudayaan sehingga bisa diperhitungkan,” ujarnya
Perkembangan teknologi, tutur Ismunandar, membuat berbagai pekerjaan telah tergantikan teknologi. Karena itu, lulusan perguruan tinggi perlu memiliki kemampuan wirausaha, terutama bagi lulusan seni. Dengan kemampuan wirausaha, lulusan seni ini bisa membuka lapangan pekerjaan yang baru.
Hal yang senada diungkapkan Sekretaris Jawa Barat Iwa Karniwa. Kemampuan wirausaha, tutur Iwa, perlu mendapatkan pendampingan mulai dari kampus. Karena itu, ia berharap kampus bisa memasukkan materi kewirausahaan dalam setiap program studi sehingga mahasiswa memiliki modal pengetahuan dalam berwirausaha.
“Kemampuan berwirausaha bisa meningkatkan berbagai aspek yang mengarah kepada ekonomi kreatif. Semua ini bisa meningkatkan, memperkuat, dan melestarikan seni budaya di Jabar, dengan melakukan sentuhan-sentuhan di setiap aspeknya,” tutur Iwa.
Pelestarian seni dan budaya tidak hanya dilakukan dengan membuka peluang usaha lewat galeri dan pertunjukan. Ismunandar berharap, institusi pendidikan tinggi di bidang seni juga memiliki andil di bidang pelestarian budaya, yaitu membantu pendidikan seni di sekolah. Pengetahuan dan kreasi dalam kesenian yang diajarkan di perguruan tinggi bisa diajarkan kembali kepada para siswa.
Rektor ISBI Bandung Een Herdiani berujar, alumni ISBI siap memberikan pendidikan kepada para siswa. Namun, kendala yang ditemui adalah kapasitas para lulusan perguruan tinggi seni yang tidak memiliki kompetensi psikologi pendidikan dan pedagogi. Padahal, tutur Een, setiap tahunnya ISBI meluluskan 300-350 mahasiswa yang bisa diberdayakan.
Untuk mengatasinya, pihak kampus akan bekerjasama dengan lembaga pendidikan lain untuk memberikan kursus singkat pedagogi dan psikologi pendidikan. Een berujar, kursus dilakukan kurang lebih tiga bulan dan bekerjasama dengan perguruan tinggi pendidikan, seperti Universitas Pendidikan Indonesia dan Universitas Negeri Jakarta.
“Kota Bandung akan menjadi pilot project (proyek percontohan). Akhir bulan ini akan dibicarakan dengan Pemerintah Kota Bandung,” tuturnya.