Pembuatan ban padat untuk kursi roda sebagai bentuk hilirisasi industri karet guna meningkatkan penyerapan karet dalam negeri telah dilakukan Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang bekerjasama dengan PT Shima Prima Utama, produsen alat kesehatan.
Oleh
Rhama Purna Jati
·5 menit baca
PALEMBANG,KOMPAS— Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang bekerjasama dengan PT Shima Prima Utama membuat ban padat yang digunakan untuk kursi roda. Sebagian besar komponen dari ban padat ini berasal dari karet alam di Sumatera Selatan.
Pembuatan ban padat itu merupakan salah satu bentuk hilirisasi industri untuk meningkatkan penyerapan karet dalam negeri. Hanya saja, pihak perusahaan masih terkendala keterbatasan peralatan untuk mengembangkan usahannya termasuk upaya untuk ekspor.
Peneliti dari Balai Riset dan Standardisasi Industri (Baristand) Palembang Nasrudin, Senin (11/3/2019) di pabrik milik PT Shima Prima Utama (SPU), Palembang, mengatakan, kerjasama Baristand dengan PT SPU, pabrik pembuatan alat-alat kesehatan, sudah dimulai pada 11 Desember 2017. Hasil temuan Baristand diteruskan menjadi industri oleh PT Shima Prima Utama.
“Selama ini, PT SPU mengimpor ban padat dari China, namun sejak dua tahun lalu, mereka sudah bisa membuat ban sendiri dari karet alam,” kata Nasrudin. Ban padat yang diimpor dari China terbuat dari bahan karet sintetis.
Jika dibandingkan dengan ban yang diimpor dari Cina, kualitas ban buatan PT SPU jauh lebih baik. Daya tahannya juga lebih lama. “Ban padat dari karet alam diprediksi dapat bertahan hingga 10 tahun. Berbeda dengan ban yang berasal dari karet sintetis yang hanya bertahan selama 5 tahun,” kata Nasrudin.
Sebanyak 50 persen komponen ban padat dari karet alam itu berasal dari getah karet milik petani di Sembawa, Kabupaten Banyuasin. Setiap hari, pabrik membutuhkan sekitar 24 kilogram karet kering atau karet dengan kadar air kurang dari 1 persen untuk membuat sekitar 30 ban.
Dengan demikian, bahan olahan karet yang diserap dari petani sekitar 34 kg per hari dengan kadar air sekitar 50 persen. Pengeringan dilakukan PT SPU. “Itu berarti dari industri ini saja, sudah menyerap sekitar 12 ton karet milik petani setiap tahunnya,” kata Nasrudin.
Dari industri ini saja, sudah menyerap sekitar 12 ton karet milik petani setiap tahunnya. (Nasrudin)
Proses pembuatan ban padat, ungkap Nasrudin, dimulai dengan pembelian karet petani dalam bentuk lembaran karet basah (creeper). Lembaran itu kemudian dijemur sekitar satu bulan untuk mengurangi kadar airnya hingga kurang dari 1 persen.
Setelah proses pengeringan selesai, lembaran karet tersebut dimastikasi untuk melunakan karet. Setelah menjadi lembaran, karet tersebut divulkanisasi yakni proses mencampur karet dengan sejumlah bahan kimia seperti sulfur, bahan pelunak dan pencepat antioksidan, titanium dioksida, aktivator , co-aktivator, dan sejumlah bahan kimia lain.
Proses pencampuran menghasilkan kompon karet yang kemudian siap untuk dibentuk. Selanjutnya kompon karet digiling di mesin penggiling untuk dijadikan lembaran kembali.
Kompon karet lalu digiling kembali untuk diubah ke dalam bentuk selang. Setelah terbentuk seperti selang, kompon karet kemudian dicetak menggunakan alat pres hidrolik panas. Setelah itu terciptalah ban padat.
Sebenarnya, saat sudah menjadi kompon karet, ujar Nasrudin, karet tersebut dapat diubah menjadi bentuk apapun. Mulai dari alas tongkat alat bantu berjalan dan penopang bagian atas alat bantu berjalan.
General Manager PT SPU Hendri Gunawan mengatakan, perusahaan yang sudah berdiri sejak tahun 1980-an ini memang fokus untuk membuat sejumlah alat kesehatan, utamanya kursi roda. Selama ini, sebelum tahun 2017, pihaknya mengimpor ban dari Cina.
Namun, beberapa kendala ditemukan seperti kualitas barang yang tidak begitu baik dan perlu waktu tiga bulan untuk mendapatkan barang karena harus masuk daftar tunggu terlebih dahulu. “Dengan membuat sendiri, maka kita bisa menggunakan ban itu kapan pun,” ucap Hendri.
Butuh alat
Setiap bulan, ujar Hendri, pihaknya bisa membuat sekitar 750 ban padat. Padahal, potensi ban padat bisa mencapai 2.500 unit per bulan.
Sebenarnya produksi perusahaa bisa lebih dari itu, namun karena keterbatasan peralatan utamanya alat pres panas hidrolik, kapasitas produksinya pun terbatas. “Untuk membeli satu alat itu, dibutuhkan dana Rp 200 juta,” katanya.
Saat ini, dirinya hanya memiliki satu alat hidrolik panas. “Kami membutuhkan 3 alat lagi agar produksi ban dapat ditingkatkan bahkan diekspor. “Dengan kapasitas yang terbatas, kami belum berani menjajakan produk ke pasar internasional,” kata Hendri.
Nasrudin mengatakan, langkah produksi ban padat ini merupakan salah satu bentuk hilirisasi industri yang diterapkan di Sumsel. Untuk itu, pihaknya berharap ada bantuan dari pemerintah pusat untuk menyediakan alat yang dibutuhkan pengusaha agar penyerapan karet petani bisa lebih besar. “Kami hanya membutuhkan alat cetak untuk membentuk kompon karet,” ucapnya.
Saat ini, lanjut Nasrudin, pihaknya sedang meneliti untuk membuat pembatas jalan menggunakan kompon karet. Alat itu, dinilai lebih tahan lama, dan mengurangi dampak benturan dibanding pembatas jalan yang menggunakan beton atau plastik.
Dalam kunjungannya ke Sumatera Selatan, Sabtu (9/3/2019), Presiden Joko Widodo menekankan untuk mengurangi ketergantungan pasar internasional dengan meningkatkan penyerapan karet di dalam negeri. Penyerapan itu bisa dilakukan dengan hilirisasi industri untuk mengubah bahan mentah menjadi bahan setengah jadi atau jadi. “Kalau perlu bangun pabrik di sentra produksi karet,” tegas Presiden.
Ketua Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumatera Selatan Alex K Eddy mengungkapkan, penggunaan karet di dalam negeri memang masih minim. Berdasarkan data dari Asosiasi Negara Produsen Karet Alam (ANRPC), produksi karet alam di Indonesia pada tahun 2018 mencapai 3,4 juta ton.
Dari jumlah tersebut hanya 660.000 ton yang diserap untuk kebutuhan dalam negeri. Alex mengatakan, tidak hanya untuk pembuatan aspal saja, tetapi pemerintah perlu mendorong penggunaan karet untuk kebutuhan lain seperti pembuatan bantalan rel, konblok, atau bantalan di dermaga.