Pemerintah pusat diminta untuk turun tangan mengatasi maraknya pembalakan liar dari kawasan hutan negara di perbatasan Jambi dan Sumatera Selatan. Masifnya aktivitas ilegal lintas provinsi itu telah melibatkan begitu banyak pihak dan merugikan negara besar-besaran.
Oleh
Irma Tambunan dan Ichwan Susanto
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Pemerintah pusat diminta turun tangan mengatasi maraknya pembalakan liar dari kawasan hutan negara di perbatasan Jambi dan Sumatera Selatan. Masifnya aktivitas ilegal lintas provinsi itu telah melibatkan begitu banyak pihak dan merugikan negara besar-besaran.
Kepala Bidang Perlindungan Hutan Dinas Provinsi Jambi Taupiq Bukhari mengatakan, pihaknya baru mendapatkan laporan dari pemangku wilayah hutan perihal pembalakan liar di sana. Namun, diakui, pengamanannya sulit karena aktivitas itu berlangsung lintas provinsi.
Karena itu, pihaknya meminta bantuan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk turun tangan. ”Hari ini, kami langsung kirimkan surat ke KLHK untuk meminta bantuan,” katanya, Selasa (12/3/2019).
Pihaknya juga mendorong pemegang konsesi hutan, salah satunya di kawasan Hutan Harapan, untuk memperkuat pengawasan dan penindakan terhadap aktivitas pembalakan liar di wilayahnya. ”Mereka harus bertanggung jawab menjaga kawasannya dari berbagai aktivitas liar yang merusak hutan,” katanya. Terkait itu, pihaknya akan turut mendukung pengamanan hutan dengan menerjunkan tim polisi kehutanan pada pekan ini juga.
Mereka harus bertanggung jawab menjaga kawasannya dari berbagai aktivitas liar yang merusak hutan.
Sebagaimana diberitakan Kompas, pembalakan liar marak di sejumlah kawasan hutan negara di perbatasan Jambi dan Sumatera Selatan. Berdasarkan hasil pemetaan yang dilakukan tim gabungan antara Kelompok Pengelola Hutan Produksi Meranti serta kalangan lembaga swadaya masyarakat, didapati aliran kayu-kayu curian itu mulai dari Hutan Harapan, Hutan Lalan Mangsang Mendis, Hutan Konservasi dan Produksi Dangku-Meranti, hingga eks Hutan Tanaman Industri Padeco. Kayu dialirkan di sejumlah sungai, seperti Sungai Meranti, Sungai Kapas, Sungai Lalan, dan Batanghari Leko.
Baca juga: Pembalakan Liar Marak Lagi
Dari sungai, kayu selanjutnya dipasok ke industri-industri pengolahan yang banyak berdiri di sepanjang hilir sungai mulai dari wilayah Macang Sakti hingga Pangkalan Balai, Kabupaten Musi Banyuasin. Selanjutnya, kayu hasil olahan dikirim ke Palembang, Jambi, Lampung, Banten, hingga Semarang.
Selain jalur sungai, tim juga mendapati pengangkutan kayu ilegal melalui jalur darat. Dari Desa Sako Suban yang berada di pinggir hutan, kayu diangkut keluar melewati konsesi dan jalan angkut sejumlah perusahaan, seperti PT Sentosa Bahagia Bersama (SBB), PT Bumi Persada Permai (BPP), dan jalan PT Conoco Phillips. Jalur-jalur itu yang dilewati untuk membawa kayu curian yang dijual ke Jambi. Untuk melegalkan pengangkutan kayu ilegal tersebut, kepala desa di wilayah Sako Suban mengeluarkan surat keterangan asal usul kayu dengan menggunakan data palsu sumber kayu.
Sementara itu, Direktur Pencegahan dan Pengamanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sustyo Iriyono menyatakan masih berkoordinasi dengan dinas kehutanan di wilayah terkait. Tujuannya, untuk mengumpulkan barang bukti dan keterangan yang merupakan langkah awal penyelidikan. ”Pulbaket untuk pengayaan dan penyusunan operasi yang terukur. Segera juga kami kirim tim untuk operasi intelijen di sana,” katanya.
Sustyo mengatakan, temuan pembalakan liar ini pernah terjadi pada tahun lalu. Di tahun 2018 tersebut, pihaknya menggelar 11 operasi di kawasan taman hutan raya (tahura), hutan produksi, dan hutan restorasi. Dari operasi itu, ia menangkap 14 pelaku dengan barang bukti berupa 405 batang kayu, 9 truk, 3 sepeda motor, dan 3 buah jeriken minyak.