Di tangan Toto Sihono (46), limbah plastik, kardus, dan sepatu usang disulap menjadi karya seni. Tak hanya itu, limbah diubah menjadi bermanfaat. Dari ikhtiarnya itu, limbah yang tak bernilai menjadi bernilai ekonomi. Bahkan, dia turut berjasa mengurangi sampah yang menjadi salah satu isu besar perkotaan.
Beranda rumah Toto di Griya Asri Pamulang, Tangerang Selatan, Selasa (12/3/2019), centang perenang. Botol-botol plastik bekas terlihat ditumpuk di dalam kardus-kardus setinggi pinggang, menunggu untuk diolah. Sebagian botol itu dia pungut dari jalanan. Sebagian lagi bekas konsumsi sendiri.
Di atas meja bundar ada sepatu yang ujungnya dibelah, lalu diberi ornamen gigi mirip mulut buaya. Menurut rencana, ”sepatu mulut buaya” itu akan dijadikan asbak. Di samping meja, kardus dibentuk menjadi kerangka setrika arang. Setelah dicat dan diberi tutup, setrika itu menjelma menjadi tempat tisu.
Limbah itu diperolehnya dari berbagai sumber. Ada sumbangan dari tetangga, ada pula pemberian dari kenalan dan rekan kerjanya.
Bahkan, pernah satu kali, penjual sepatu yang mampir ke rumahnya ikut menyumbangkan sepatu tak terpakai setelah melihat karya Toto. Ada dua karung sepatu yang ditukar Toto dengan vas bunga dari sepatu bekas.
”Prinsipnya, saya ingin membuat barang yang tadinya berada di bak sampah menjadi layak diletakkan di atas meja,” kata Toto.
Dari limbah bekas itu, dia bisa menghasilkan banyak kreasi. Selain asbak dan tempat tisu, ada pula celengan, vas bunga, dan tempat pulpen.
Bermula pada 2017
Ide pria yang bekerja pula sebagai animator di salah satu perusahaan di Jakarta itu untuk mendaur ulang limbah telah dimulai sejak 2017.
Kala itu, tujuannya hanya iseng. Pasalnya, dia melihat banyak limbah yang dibuang begitu saja. Padahal, dia tahu tidak semua harus dibuang. Ada yang masih bisa diolah sehingga kembali bermanfaat, bahkan bernilai ekonomi.
Selain itu, dia punya hobi menggambar. Dia berpikir bisa menyalurkan hobi itu tak hanya melalui pekerjaannya sebagai animator, tetapi juga saat mengolah limbah.
Tak lama setelah memulai mengolah limbah, sejumlah hasil karyanya mendapat respons positif. Ini karena karya-karyanya menarik dilihat dan bernilai seni. Respons positif itu menjadi penggerak dirinya untuk membuat produk yang lebih bagus. Lebih dari itu, dia pun mencoba menjualnya.
Hasilnya kembali positif. Sebagai gambaran, dalam dua bulan terakhir, sembilan tempat tisuyang masing-masing dipatok seharga Rp 65.000 ludes terjual. Selain itu, celengan dan vas bunga juga laku.
Sekalipun pengolahan limbah yang diupayakan Toto masih berskala rumah tangga, upaya itu sudah berjasa mengurangi volume sampah. Sampah, seperti diketahui, menjadi salah satu isu besar perkotaan.
Di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) saja, total 17.000 ton sampah dihasilkan setiap hari. Sekitar 35 persen merupakan sampah plastik yang sulit terurai. Kemudian, kebanyakan limbah dibuang dan ditumpuk begitu saja di tempat-tempat pembuangan akhir sampah sekalipun tidak sedikit di antaranya, sebenarnya, masih bisa diolah.
Jika Toto bisa mengolah limbah sehingga mereduksi kiriman limbah ke tempat pembuangan akhir, bahkan membuat limbah tersebut menjadi bernilai ekonomi, mengapa kita tidak? (INSAN ALFAJRI)