Berburu Oleh-oleh di Sarajevo
Tak lengkap rasanya jika tidak membawa buah tangan khas Bosnia-Herzegovina ke Tanah Air. Di Sarajevo, Baščaršija merupakan tempat paling seru untuk berburu oleh-oleh sambil berinteraksi dengan penduduk lokal.
Pada Jumat (1/3/2019) siang, ribuan orang memadati Baščaršija, pasar utama yang terletak di kawasan kota tua Sarajevo. Sebagian orang menelusuri jalan-jalan sempit yang di dua sisinya dipenuhi berbagai toko suvenir, restoran tradisional, dan kafe.
Baca juga : Jejak Ivo Andrić, Sang Penulis Epik Sejarah dan Takdir Manusia
Tak jarang, pengunjung menghentikan langkahnya untuk sekadar melihat suvenir atau bahkan berbelok masuk ke salah satu toko yang menarik perhatian.
Menelusuri Baščaršija yang berada di jantung ibu kota bagaikan perjalanan singkat ke masa lalu. Arsitektur bangunan yang dibangun saat pendudukan Ottoman dari Turki pada abad ke-15 tetap dipertahankan.
Di kawasan ini terdapat sejumlah bangunan bersejarah, seperti Masjid Gazi Husrev-beg, Air Mancur Sebilj yang terbuat dari kayu, dan menara jam.
”Silakan dilihat koleksi magnetnya! Kalian dari mana?” ujar salah satu pedagang saat rombongan wartawan dan penulis yang diundang Kedutaan Besar Bosnia-Herzegovina untuk Indonesia dan Qatar Airways melintas di depannya.
Menelusuri Baščaršija yang berada di jantung ibu kota bagaikan perjalanan singkat ke masa lalu.
Berbagai suvenir ia tawarkan, mulai dari magnet dan piring berlatar ikon-ikon Sarajevo, gantungan kunci, kerajinan dari tembaga dan perak, hingga perhiasan.
Di sela-sela transaksi, pria berusia 50 tahunan itu pun tak segan menyelipkan kisah singkat soal kondisi saat perang di Bosnia pada 1992-1995, melengkapi perjalanan singkat kami ke masa lalu.
Euro dan BAM
Transaksi di Baščaršija tak hanya menggunakan mata uang setempat, yakni KM (Bosnia-Herzegovina Convertible Mark). Satu KM setara dengan Rp 8.206. Para pedagang di sana juga menerima transaksi dengan mata uang euro. Soal kembalian uang, mereka menawarkan pecahan KM ataupun euro.
Pada umumnya, pedagang di Baščaršija dapat berinteraksi dalam bahasa Inggris sehingga mempermudah proses transaksi. Akan tetapi, kebingungan antara penjual dan pembeli berpotensi terjadi jika pedagang tak tegas menjelaskan apakah suvenir yang ia tawarkan dijual dengan mata uang KM atau euro (sebagai catatan, 1 KM setara dengan 0,5 euro).
Kebingungan itu saya alami saat hendak membeli kaus. Sang penjual hanya menyebut angka 17, yang saya tangkap adalah 17 KM untuk satu kaus. Saat saya menyerahkan pecahan 50 KM untuk membayar dua kaus, sang penjual berkata, ”Uangnya kurang.”
Ternyata, wanita berusia 40 tahunan itu menjual kausnya dengan mata uang euro. Artinya, jika dikonversi, satu kaus dibanderol 34 KM. Dua kaus sama dengan 68 KM. Pantas saja lembaran 50 KM yang saya berikan tak cukup.
Mengenai harga di Baščaršija, nominal yang ditawarkan tidak saklek, tetapi masih bisa ditawar. Sebagai contoh, magnet yang seharga 2 KM bisa ditawar menjadi 1 KM apabila membeli sebanyak 10 kaus.
Baca juga : Air Terjun Pliva Menuju Senja Sungai Una
Aneka magnet yang dipajang dibanderol dengan harga 2-3 KM per biji. Piring ukuran kecil berlatar ikon Sarajevo bisa berpindah tangan dengan membayar 10 KM. Adapun kaus bertuliskan ”Sarajevo” dijual dengan harga 20-30 KM.
Trinity, penulis buku travel yang tergabung dalam rombongan, menyarankan untuk menawar jika membeli suvenir. ”Jangan ragu menawar harga, ada kemungkinan besar dikasih harga lebih murah,” ujarnya mantap.
Meski saat itu suhu berada di bawah 10 derajat celsius, Baščaršija semakin siang semakin ramai dipenuhi pengunjung. Nerma Milak, salah satu pedagang, mengatakan, suasananya lebih padat lagi saat musim panas berlangsung awal April hingga akhir Oktober.
Jika harus menyarankan oleh-oleh apa yang wajib dibawa wisatawan asing dari Bosnia-Herzegovina, Milak menganjurkan, ”Bawalah džezva, pot kecil berlapis tembaga yang dilengkapi tiga cangkir untuk menikmati kopi khas Bosnia.”
Satu set džezva lengkap dengan nampannya dijual dengan harga bervariasi, mulai dari 60 hingga 100 BAM. ”Džezva adalah barang paling tradisional dari Bosnia dan paling menarik dijadikan oleh-oleh,” kata Milak.
Baca juga: Masjid Istiklal, Lambang Persahabatan Indonesia-Bosnia
Di berbagai laman perjalanan, banyak yang menyarankan untuk membawa pulang aneka pernak-pernik yang terbuat dari peluru bekas. Konon, peluru itu merupakan sisa-sisa dari perang yang terjadi di Bosnia pada 1992-1995. Peluru itu umumnya dijual dalam bentuk pena dan gantungan kunci.
Meski oleh-oleh unik itu menarik karena dibalut dengan sejarah perang, suvenir itu bukan ide baik untuk dibawa dalam maskapai penerbangan. Konselor pada KBRI di Bosnia-Herzegovina, Mahendra, mengingatkan, oleh-oleh pernak-pernik peluru itu sudah pasti diminta dibuang di bandar udara.
Jika lapar menyerang, istirahatlah sejenak untuk mencicipi Ćevapi, daging berbentuk sosis yang digulung dengan roti pita, lengkap dengan bawang dan yogurt. Ketika energi sudah terisi kembali, saatnya melanjutkan pencarian oleh-oleh. Selamat berburu!