Pulau-pulau kecil seperti di Maluku yang sulit diakses tergolong daerah yang rawan terjadi kecurangan serta pelanggaran pemilu lainnya. Pengawas pemilu berharap dukungan dari masyarakat untuk ikut memantau pelaksanaan pemilu termasuk melaporkan pelanggaran yang terjadi di sana. Laporan itu diperkuat dengan foto dan atau video.
Oleh
Fransiskus Pati Herin
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Pulau-pulau kecil yang sulit diakses seperti di Maluku tergolong daerah yang rawan terjadi kecurangan dan pelanggaran pemilu lainnya. Pengawas pemilu mengharapkan dukungan masyarakat untuk ikut memantau pelaksanaan pemilu, termasuk melaporkan pelanggaran yang terjadi. Laporan itu diperkuat dengan foto ataupun video.
Maluku terdiri atas 1.340 pulau dengan jumlah pulau yang dihuni penduduk sebanyak 289 pulau. Artinya, 5.154 tempat pemungutan suara tersebar di pulau-pulau itu. Pada 17 April mendatang, sebanyak 1.266.034 pemilih akan menggunakan hak pilih di sana. Ada 1.231 desa/kelurahan, 118 kecamatan, dan 11 kabupaten/kota di kawasan itu.
Berkaca pada kejadian di pemilu sebelumnya, pelanggaran di daerah kepulauan cukup tinggi. Bentuk pelanggaran antara lain mencoblos suara sisa, ketidaknetralan penyelenggara, dan pengerahan pemilih untuk mendukung calon tertentu. Bahkan, kotak suara beserta dokumen hasil penghitungan suara dibuang ke laut.
Anggota Badan Pengawas Pemilu Provinsi Maluku, Paulus Titaley, di Ambon, Rabu (13/3/2019), mengatakan, tidak semua tempat pemungutan suara dapat diawasi petugas atau sukarelawan yang direkrut pihak pengawas pemilu. ”Sejauh ini mungkin hanya sekitar 80 persen. Banyak lokasi yang sulit diakses itu pengawasannya tidak maksimal,” ujarnya.
Paulus menambahkan, kondisi tersebut menjadi catatan untuk diantisipasi. Secara nasional, Maluku masuk peringkat keempat indeks kerawanan pemilu. Ia mengingatkan, pengawas pemilu bersama penyelenggara pemilu, saksi calon, aparat keamanan, dan masyarakat memiliki tanggung jawab untuk menjaga agar pemilu berjalan damai, jujur, dan adil.
Untuk mengawal hasil penghitungan suara, masyarakat dapat mendokumentasikannya lewat foto ataupun video. Data dasar yang wajib diabadikan adalah perolehan suara pada formulir C1 plano di tempat pemungutan suara. Begitu pula jika terjadi kecurangan, dokumen semacam itu menjadi bukti bagi pengawas pemilu dan penegak hukum.
Secara terpisah, Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Maluku Komisaris Besar Mohamad Roem Ohoirat mengajak masyarakat Maluku untuk menunjukkan bahwa indeks kerawanan pemilu seperti yang diumumkan Bawaslu itu tidak terbukti. ”Kenapa Maluku dikatakan rawan? Padahal, pemilu di Maluku selama ini lancar. Tidak ada aksi bakar-bakar seperti di tempat lain,” ujar Roem.
Kenapa Maluku dikatakan rawan? Padahal, pemilu di Maluku selama ini lancar. Tidak ada aksi bakar-bakar seperti di tempat lain.
Sebagai contoh, pada pilkada serentak tahun 2018, Maluku oleh Bawaslu ditetapkan sebagai wilayah dengan indeks kerawanan tertinggi nomor dua. Namun, hasilnya, pemilihan gubernur dan wakil gubernur di Maluku berjalan aman dan lancar. Tidak ada gerakan massa dengan tujuan untuk mengacaukan keamanan pemilu.
Logistik lengkap
Sekretaris Komisi Pemilihan Umum (KPU) Maluku M Ali Masuku yang dihubungi secara terpisah mengatakan, kendati KPU Maluku mengalami kekosongan komisioner, persiapan pemilu saat ini berjalan lancar. Tahapan yang sedang berlangsung adalah pendistribusian logistik. Seluruh logistik pemilu telah tiba di Ambon. Sebagian sudah dikirim ke kabupaten/kota terdekat.
Yang dikhawatirkan saat ini adalah ancaman gelombang tinggi, angin, dan hujan. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Pattimura, Ambon, menyatakan cuaca ekstrem terjadi hingga April. Wilayah yang bakal terdampak paling parah adalah Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku Tenggara, Kepulauan Tanimbar, Maluku Barat Daya, dan Kota Tual.