JAKARTA, KOMPAS — Makin ketatnya aturan hukum terkait dengan terorisme membuat jaringan teroris di Indonesia mengubah gerakannya dari kelompok yang terstruktur menjadi pelaku tunggal atau lone wolf. Para pelaku teror tunggal ini umumnya teradikalisasi oleh konten radikal yang disebarkan kelompok teroris berafiliasi Negara Islam di Irak dan Suriah, yaitu Jamaah Ansharut Daulah.
Guna mengantisipasi pelaku teror tunggal, tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri antara lain berupaya menangkap terduga teroris, yakni Abu Hamzah alias Husain, di permukiman padat di Jalan Cendrawasih, Kota Sibolga, Sumatera Utara, Selasa (12/3/2019).
”Penangkapan dilakukan sekitar pukul 14.30. Ketika polisi hendak mengecek rumah Abu Hamzah, terjadi ledakan bom yang melukai petugas. Diduga ada istri dan anak (Abu Hamzah) di dalam rumah,” kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal M Iqbal saat dihubungi, semalam.
Para pelaku teror tunggal ini umumnya teradikalisasi oleh konten radikal yang disebarkan kelompok teroris berafiliasi Negara Islam di Irak dan Suriah, yaitu Jamaah Ansharut Daulah.
Hingga pukul 20.00, polisi masih mengepung rumah Abu Hamzah. Melalui pengeras suara, polisi minta Abu Hamzah keluar dan menyerahkan diri.
Damai Mendrofa, warga Kota Sibolga, mengatakan, saat ledakan bom terdengar sekitar pukul 14.30, sejumlah polisi sudah berada di lokasi. Polisi minta warga menjauh dari rumah Abu Hamzah karena belum diketahui apakah masih ada bom atau tidak di sekitar lokasi.
Rumah Abu Hamzah berjarak kurang dari 1 kilometer dari Pelabuhan Sibolga. Pelabuhan itu akan segera diresmikan Presiden Joko Widodo.
Jaringan
Pada Sabtu lalu, polisi telah menangkap ”murid” Abu Hamzah, yaitu RS alias PS (23), di Kelurahan Penengahan Raya, Kedaton, Bandar Lampung. RS diduga telah merencanakan aksi teror di kantor polisi di Lampung atau Jakarta.
Selain RS, polisi juga menangkap PK alias SS (37) di wilayah Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, Minggu lalu.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo mengatakan, PK juga telah merencanakan aksi teror.
”Meski tergolong lone wolf, kami tetap mencari jejak komunikasi mereka dengan beberapa orang yang dianggap memberikan pengaruh,” ujarnya.
Menurut Dedi, komunikasi untuk memengaruhi pelaku teror tunggal menggunakan media sosial. Konten radikal yang disebarkan untuk memengaruhi para pelaku teror tunggal merupakan wacana yang juga digunakan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
Pemerhati terorisme Al Chaidar mengatakan, Abu Hamzah adalah tokoh penyebar ideologi takfiri di kalangan kelompok radikal. Takfiri merupakan paham yang mengafirkan orang lain yang tak punya paham keagamaan yang sama. Untuk penyebaran paham itu, Abu Hamzah memakai media sosial dan grup di aplikasi perpesanan.
”UU yang makin ketat membatasi anggota JAD sehingga Abu Hamzah fokus membentuk jaringan teroris lone wolf. Ia menolak anggota JAD masuk ke jaringan pelaku tunggal dengan alasan untuk mensterilkan jaringan yang ia bangun,” ujar Chaidar.