SEOUL, RABU — Amerika Serikat diharapkan tidak memaksakan denuklirisasi Semenanjung Korea secara seketika dan dalam waktu singkat. Denuklirisasi sebaiknya dilakukan bertahap.
”AS menuntut secara berlebihan untuk kesepakatan besar. Sementara Ketua Kim (Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un) terlalu percaya diri bisa membujuk (Presiden AS Donald) Trump untuk mendapat yang diinginkannya dengan menutup kompleks Yongbyon,” kata Penasihat Khusus Keamanan Nasional Kepresidenan Korea Utara Moon Chung-in, Selasa (12/3/2019), di Seoul, Korea Selatan.
Pertemuan Kim-Trump di Hanoi dinilai mencerminkan kondisi ”ambil semua atau tidak sama sekali”. Dalam skenario itu, Trump meminta Korea Utara menghentikan semua aktivitas nuklirnya dengan imbalan pencabutan sanksi. Sementara Kim ingin denuklirisasi secara terbatas dulu. Akibat perbedaan pendirian itu, pembicaraan Kim-Trump buntu. Moon menyebut pertemuan Hanoi membuktikan denuklirisasi amat sulit.
Untuk mengatasi kebuntuan itu, Kim-Trump harus mengubah tuntutan. AS didorong meminta denuklirisasi secara bertahap. Sementara Korut diminta menahan diri dari melakukan aktivitas nuklir lanjutan setelah pertemuan Hanoi.
Moon menyebut, peluncuran rudal oleh Korut tidak membantu proses perdamaian di kawasan. Korut salah jika terus mendorong peluncuran setelah menjanjikan aktivitas seperti itu akan ditunda. Peluncuran rudal tidak bisa dijadikan alat menaikkan posisi tawar dalam proses perundingan. Bahkan, manuver itu malah berpeluang menghasilkan dampak mengerikan bagi diplomasi AS-Korut. ”Saya pikir Korut harus menghindari,” ujarnya.
AS dan Korut harus menahan diri dan menjaga upaya diplomasi tetap hidup. Washington-Pyongyang didorong memulai lagi kontak tidak resmi untuk melanjutkan dialog.
Setelah pertemuan Hanoi, belum ada indikasi AS-Korut akan kembali berdialog. Meskipun demikian, Utusan Khusus AS untuk Korut Stephen Beigun menyatakan, Washington akan terus menjaga diplomasi dengan Pyongyang. ”Hubungan akan terus dijaga,” ujarnya.
Di sisi lain, ia memastikan AS menolak usulan Moon. Washington akan terus mempertahankan sanksi selama Korut tidak menghentikan total pengembangan nuklir dan rudalnya. Pengurangan sanksi hanya akan membuat Korut mendapat peluang mencari dana bagi program nuklirnya.
Rudal
Biegun juga memastikan, AS akan terus memantau aktivitas nuklir dan rudal Korut. Sejumlah pihak menyebut Korut mengaktifkan lagi fasilitas peluncuran rudal setelah pertemuan Hanoi. Seoul juga ikut memantau setelah ada citra satelit yang menunjukkan aktivitas di sekitar lokasi peluncuran rudal Korut.
”Korut bisa saja mencoba menunjukkan kepada AS bahwa mereka selalu bisa kembali ke tahap agresif dengan membangun ulang fasilitas rudal demi meningkatkan posisi tawar pada dialog lanjutan. Akan tetapi, mereka tidak akan benar-benar meluncurkan rudal. Sulit menilai kemungkinan peluncuran rudal di Sohae karena Korut berulang kali terbukti melakukan hal-hal tidak terduga,” kata analis Korut pada Sejong Institute, Cheong Seong-Chang.
Selain di Sohae yang merupakan lokasi peluncuran, pemantauan juga dilakukan di Sanmundong. Di sana ada pabrik rudal dan kendaraan pengangkut rudal. Rudal antarbenua Hawsong-15 dibuat di Sanmundong. Roket itu dinyatakan bisa menjangkau seluruh daratan AS. (AP/REUTERS)