JAKARTA, KOMPAS —Diplomasi total untuk membebaskan warga negara Indonesia dari hukuman mati dan berbagai masalah di luar negeri harus terus dipertahankan. Pemerintah didorong agar terus memperkuat diplomasi luar negeri dengan lebih memprioritaskan penanganan pekerja migran Indonesia bermasalah sejak dini melalui sistem perlindungan terintegrasi.
Berdasarkan data Kementerian Luar Negeri hingga akhir 2018, saat ini 165 WNI terancam hukuman mati di sejumlah negara. Presiden Joko Widodo menegaskan, Pemerintah Indonesia akan terus mendampingi setiap warga Indonesia yang bermasalah dengan hukum di luar negeri.
Bebasnya Siti Aisyah dari dakwaan kasus pembunuhan Kim Jong Nam—saudara tiri Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un—di pengadilan Malaysia, kata Presiden, tak menjadi akhir upaya pemerintah mendampingi warga yang menghadapi masalah hukum.
”Itu tugas pemerintah untuk terus mendampingi setiap warga negara Indonesia yang memiliki masalah di luar negeri,” kata Presiden kepada wartawan, seusai menerima Siti Aisyah di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (12/3/2019).
Masalah yang dialami WNI di luar negeri akan terus terjadi selama proses di dalam negeri tidak dibenahi. Desa harus diberdayakan agar jadi ujung tombak perlindungan di dalam negeri.
Siti terbebas dari dakwaan pembunuhan dengan ancaman hukuman mati setelah menjalani proses hukum selama 25 bulan di Malaysia. Jaksa penuntut, Senin lalu, mencabut dakwaan atas Siti. Diplomasi total melibatkan berbagai instansi pemerintah berperan besar dalam pembebasan Siti.
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia pada Kementerian Luar Negeri Lalu M Iqbal menyebutkan, ada 165 WNI terancam hukuman mati. Hingga 80 persen di antara mereka berada di Malaysia. Sebagian WNI yang terancam hukuman mati itu karena masalah narkotika.
Di sejumlah negara, kata Iqbal, pemerintah telah mempunyai pengacara yang akan mendampingi WNI yang terkena masalah hukum. ”Pemerintah memberikan pelayanan dan perlindungan sama kepada setiap WNI di luar negeri. Termasuk Siti Aisyah, 279 WNI dibebaskan dari hukuman mati di luar negeri sejak 2014 sampai sekarang,” katanya.
Libatkan desa
Namun, terkait perlindungan WNI, pemerintah diminta lebih memprioritaskan sistem perlindungan terintegrasi hingga tingkat desa. Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo menyarankan pemerintah pusat segera membentuk lembaga-lembaga perlindungan pekerja migran Indonesia hingga ke tingkat desa yang melibatkan pemerintah daerah.
Lembaga tersebut, kata Wahyu, sangat dibutuhkan karena Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) juga mengatur peran pemda dalam memperkuat sistem perlindungan pekerja migran Indonesia. ”Sudah 1,5 tahun Undang-Undang PPMI disahkan, tetapi aturan turunannya belum juga ada. Aturan turunan ini sangat dibutuhkan sebagai landasan operasional membangun tata kelola perlindungan pekerja migran yang transparan dan terintegrasi,” ujar Wahyu.
Ketua Pusat Studi Migrasi pada Migrant Care Anis Hidayah menambahkan, peningkatan kualitas perlindungan WNI di luar negeri sejak 2012 akan kurang berdampak selama masalah di dalam negeri tidak ditangani. ”Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi seharusnya bisa bekerja sama membuat desa lebih siap menangani migrasi. Manfaatkan dana desa untuk itu,” ujarnya.
”Sindikat migran ilegal menyebar sampai ke desa. Jika serius menekan migrasi ilegal yang menimbulkan banyak masalah, selesaikan sejak dari desa,” kata Ketua Komisi Migran dan Keadilan Kevikepan Kepulauan Riau pada Keuskupan Pangkal Pinang Paschalis Saturnus Esong.
Untuk perlindungan di luar negeri, Anis mendorong pemerintah memastikan negara lain mematuhi kewajiban mengirim pemberitahuan kekonsuleran (MCN) setiap ada WNI bermasalah. ”Konvensi Vienna sudah mengatur MCN. Namun, sebagian negara, seperti Arab Saudi, tidak mematuhinya. Tahu-tahu sudah eksekusi seperti Tuti Tursilawati,” ujarnya.
Tuti dieksekusi Pemerintah Arab Saudi, Oktober 2018, dalam kasus pembunuhan. Riyadh tidak mengirim notifikasi kekonsuleran. Hal serupa dialami Zaini Misrin saat dieksekusi, juga di Saudi, Maret 2018.
Secara terpisah, Wakil Presiden Jusuf Kalla menambahkan, perlindungan WNI yang terkena masalah hukum di luar negeri sangat bergantung pada kasusnya. Jika ada bukti, tentu hukum di negara bersangkutan tak bisa diintervensi. Kendati demikian, pemerintah selalu berupaya membebaskan setiap warga negara yang berurusan dengan hukum di negara lain atau setidaknya mengurangi masa hukumannya.
Penyambutan Siti
Setelah diterima Presiden, Siti Aisyah akan segera pulang ke kampungnya di Desa Sindangsari, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang, Banten. Warga setempat telah mempersiapkan penyambutan. Spanduk ucapan terima kasih kepada Presiden Joko Widodo dipasang di pinggir jalan desa.
Paman Siti, Samsuri (55), mengatakan, warga mulai ramai berkumpul di sekitar rumah Siti sekitar pukul 15.00. Darmi (46), sepupu Siti, menambahkan, pengajian akan digelar jika perempuan itu sudah tidak kelelahan. ”Saya sudah mengurus penyambutan Siti. Beras kuning sudah disiapkan,” ujarnya.