Masjid Istiklal, Lambang Persahabatan Indonesia-Bosnia
Oleh
RYAN RINALDY
·3 menit baca
Sebuah masjid megah dengan kubah berkaca patri berdiri kokoh di ibu kota Bosnia-Herzegovina, Sarajevo. Rumah ibadah yang dinamakan sebagai Masjid Istiklal itu merupakan lambang persahabatan antara Indonesia dan Bosnia-Herzegovina.
Arsitektur masjid ini bisa dibilang unik dibandingkan masjid pada umumnya di Bosnia-Herzegovina. Masjid Istiklal, atau yang disebut Džamija Istiklal dalam bahasa setempat, memiliki dua menara kembar setinggi 48 meter.
Sementara kebanyakan masjid di Bosnia-Herzegovina dibangun dengan menara tunggal. Pembangunan masjid dengan menara tunggal merupakan gaya arsitek pada era pendudukan Ottoman dari Turki.
Memasuki pelataran masjid, Jumat (1/3/2019) sore, rombongan wartawan dan penulis yang diundang Kedutaan Besar Bosnia-Herzegovina di Indonesia dan Qatar Airways disambut oleh Imam Masjid Istiklal Ahmet Skopljak.
Ahmet menjelaskan, dua menara kembar pada Masjid Istiklal adalah lambang persahabatan erat Indonesia dan Bosnia-Herzegovina. ”Satu menara menyimbolkan Bosnia, satunya Indonesia,” ujarnya.
Pembangunan Masjid Istiklal diprakarsai Presiden Soeharto pada kunjungannya ke Sarajevo tahun 1995. Peletakan batu pertama masjid tersebut dilakukan pada 22 September 1997.
Empat tahun kemudian, masjid itu diresmikan pada 2001 pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri.
Dua menara kembar pada Masjid Istiklal adalah lambang persahabatan erat Indonesia dan Bosnia-Herzegovina. Satu menara menyimbolkan Bosnia, satunya Indonesia.
Selang 18 tahun setelah diresmikan, Ahmet menuturkan, bentuk bangunan masjid itu masih dipertahankan seperti aslinya. Komunitas Muslim di Sarajevo-lah yang selama ini mengurus keberadaan masjid itu.
Saat itu, masjid hasil sumbangan Indonesia itu aktif menyelenggarakan berbagai aktivitas untuk komunitas Muslim di Sarajevo, misalnya acara pernikahan.
”Ada juga kelas bahasa Arab dan membaca Al Quran untuk orang dewasa. Selain itu, ada berbagai aktivitas olahraga,” ucap Ahmet.
Memang, saat rombongan melangkahkan kaki ke lantai pertama masjid itu, sejumlah pemuda tengah bertanding tenis meja.
Masjid yang dibangun di atas tanah seluas 2.800 meter persegi itu, lanjut Ahmet, juga menjadi destinasi wisata bagi Muslim, terutama wisatawan asal Indonesia.
Kaca patri
Keunikan masjid itu tak hanya terletak pada menara kembarnya, tetapi juga pada penggunaan kaca patri yang dapat disaksikan di beberapa tempat, termasuk di kubahnya yang berdiameter 27 meter.
Berdasarkan pemberitaan Kompas pada 3 Oktober 1997, arsitek Achmad Noe’man dan Fauzan Noe’man sengaja merancang masjid itu dengan kaca patri. Saat itu, Achmad mengatakan, kubah akan terdiri atas tiga bagian.
Setiap bagian dihubungkan dengan kaca patri. Alasannya, agar cahaya yang dikirim oleh Pemberi Cahaya kepada langit dan bumi akan sampai ke tujuan. Masjid menjadi terang dengan pencahayaan yang datang.
”Pada siang hari, cahaya akan datang dari atas (kubah) sebagai cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis). Dan penerangan ini merupakan cahaya bimbingan-Nya dalam ketundukan ibadah di jalan-Nya. Pada malam hari, cahaya dari dalam (interior masjid) terpancar ke luar melalui kaca-kaca patri yang seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara,” kata Fauzan yang bertindak sebagai asisten Noe’man senior.
Rasanya misi mereka terpenuhi. Saat saya melangkah masuk ke dalam masjid, cahaya matahari menyusup masuk dari celah berkaca. Interior masjid pun menjadi terang. Lantai dua, tempat melangsungkan shalat, juga terang oleh cahaya yang masuk dari kubah berkaca patri.
Tak hanya kedua arsitek asal Indonesia yang terlibat dalam perancangan masjid yang juga dikenal sebagai Masjid Soeharto itu. Pemerintah Bosnia-Herzegovina turut menunjuk arsitek berpengalaman yang juga Direktur Center Islamic Architecture, Ir Kemal Zukic, sebagai pendamping.
Direktur City Planning Institute Ir Ahmad Kapidzic dan Direktur Institute for City Construction Ir Bakir Izetbegovic (anak Presiden Bosnia-Herzegovina saat itu, Alija Izetbegovic) juga ditunjuk sebagai pendamping kedua arsitek Indonesia.
Para pendamping itulah yang meyakinkan pemerintahnya bahwa Masjid Soeharto akan sangat baik apabila dilengkapi dengan dua menara kembar, lambang persahabatan erat Indonesia dan Bosnia-Herzegovina.
Kunjungan ke Masjid Istiklal bukan hanya sekadar berwisata. Di bangunan monumental ini, pengunjung dapat menjadi saksi solidaritas Muslim Indonesia dan Muslim Bosnia-Herzegovina.