Nasib Tarif MRT Terus Terkatung-katung
JAKARTA, KOMPAS -- Pembahasan tentang tarif moda raya terpadu (MRT) dan kereta ringan (LRT) Jakarta kembali tidak jelas. DPRD DKI Jakarta kembali menunda pembahasan pada Rabu (13/03/2019) sore.
M. Taufik, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta di ruang rapat gedung DPRD DKI memutuskan membatalkan pembahasan. Ia beralasan ia belum mendapatkan bahan pembahasan.
"Saya kira bagaimana kami mau memutuskan tarif, kalau bahannya belum dapat?" kata Taufik setelah membatalkan dan membubarkan rapat pimpinan gabungan (rapimgab).
Menurut Taufik, ia belum bisa memutuskan karena hal tersebut menyangkut dua hal. Pertama tentang besaran subsidi pada publik. Kedua, besaran beban pada APBD.
"Jadi saya kira kan sekarang ini masih dalam tahap ujicoba. Ya bisa saja dalam diskusi ke depan ternyata bisa kok digratiskan, atau PSO nya 90 persen, sisa 10 persen lagi. Kan, menguntungkan publik. Kami tidak sembarang juga lah menentukan tarif," jelas Taufik.
Sri Haryati, Asisten Sekdaprov DKI Jakarta bidang Perekonomian usai rapimgab menjelaskan, pihaknya sebetulnya sudah menyerahkan bahan-bahan kajian yang diminta. Bahkan pada Selasa (12/03/2019) sudah ada paparan tentang tarif dan PSO MRT LRT oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta.
Namun Sri Haryati menyadari kemungkinan pihak Komisi B dan Komisi C masih perlu melakukan pembahasan internal lebih dahulu sebelum membawa dalam rapimgab.
Taufik menjelaskan, tentang besaran tarif dan PSO, ia berharap dalam minggu ini bisa beres. "Ini harus dikaji betul karena menyangkut beban masyarakat dan kekuatan APBD. Jangan sampai APBD tidak kuat, masyarakat juga terbebani cost yang besar. Contoh paling sederhana adalah LRT Kelapa Gading - Velodrome, mau berapa itu? Jangan-jangan tidak ada yang naik juga di situ. Makanya harus dihitung hati-hati," jelas Taufik.
Pembahasan tentang tarif dan PSO ini untuk di DPRD DKI mulai dibahas, Rabu (06/03/2019) di Komisi C. Namun pembahasan tidak tuntas karena Komisi C meminta supaya ada kajian detil tentang besaran tarif dan PSO yang diajukan oleh MRT dan LRT.
Pembahasan pun berlanjut di Selasa (12/03/2019). Namun pembahasan soal tarif dan PSO hanya terjadi di Komisi B berupa paparan dari Dinas Perhubungan DKI. Pembahasan kembali tidak tuntas dan meminta supaya dilakukan lagi pada Rabu (13/03/2019).
Namun lagi-lagi pembahasan dalam rapimgab ditunda karena anggota dewan merasa belum memiliki bahan dan belum mengkaji di komisi.
Dalam usulan MRT dan LRT pada rapat pembahasan pertama, Rabu (06/03/2019), untuk tarif MRT, DTKJ mengusulkan tarif Rp 12.000. PT MRT Jakarta mengusulkan tarif antara Rp 8.500 - Rp 10.000. Adapun Pemprov DKI Jakarta mengusulkan Rp 10.000. Sedangkan willingness to pay atau kemauan membayar warga atas tarif MRT adalah Rp 8.500 - 12.500.
Untuk LRT, usulan tarif DTKJ adalah Rp 10.800. Usulan PT LRT Jakarta antara Rp 5.000 - Rp 7.000. Adapun usulan Pemprov DKI adalah Rp 6.000. Sementara kemauan warga membayar adalah Rp 5.000 - Rp 7.000.
Sigit Wijatmoko, pelaksana tugas Dinas Perhubungan DKI Jakarta menjelaskan, dalam pembahasan tarif dan PSO memang ada tahapan demikian. Pembahasan di tingkat komisi lalu di rapimgab. "Ini memang proses yang harus dipenuhi, tidak ada masalah," jelasnya.
Lalu dalam dua hari ini sudah dilakukan ujicoba dengan melibatkan publik. Antusiasme warga, menurut Sigit, mendorong pihak terkait segera menuntaskan persiapan sebelum operasi komersial.
Terkait tarif dan subsidi, lanjut Sigit, harus dipastikan tentang total biaya dan jumlah penumpang yang diangkut bagus. Itu sebabnya perhitungan pasti tentang jumlah penumpang per hari menjadi penting.
Namun untuk penentuan tarif, sesuai aturan yang ada, tarif yang ditetapkan adalah tarif tunggal, atau tarif per jenis layanan yang diberikan.
"Untuk tarif integrasi akan ada mekanisme lain. Itu nanti bisa b to b antar perusahaan moda transportasi, dihitung dari hitungan korporat. Tapi sekarang kita selesaikan penetapan tarif sesuai aturan dulu," ujarnya.
Tuhiyat, Direktur Keuangan dan Administrasi PT MRT Jakarta menjelaskan, untuk tarif itu nanti bisa lebih dari Rp 10.000 atau kurang dari Rp 10.000. Namun PT MRT Jakarta sudah menyertakan kajian. Apabila tarif lebih mahal dari usulan maka target jumlah penumpang tidak tercapai.
Sementara, apabila tarif lebih rendah dari usulan maka penumpang akan membludak dan kapasitas kereta MRT tidak mencukupi. Seperti diketahui, satu rangkaian kereta MRT diatur untuk bisa mengangkut maksimal 1.850 orang. Apabila tarif murah maka penumpang akan membludak dan tidak nyaman.
Namun untuk tarif yang akan ditetapkan di dewan hari-hari ini masihlah tarif tunggal, belum tarif bundling atau tarif terintegrasi dengan moda angkutan lain. Untuk bisa menetapkan tarif integrasi nantinya akan ada pembahasan lain lagi. "Untuk tarif tetap harus melalui pembahasan di pemerintah karena setiap yang melibatkan publik harus ditetapkan pemerintah bukan korporasi," jelas Tuhiyat.