Penataan Kawasan Kumuh di Jakarta Barat Dimulai Tahun Ini
Oleh
Emilius Caesar Alexey
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Suku Dinas Perumahan Rakyat dan Permukiman Kota Jakarta Barat merencanakan penataan terhadap 92 kawasan kumuh yang terdata sejak 2017. Dari jumlah tersebut, terdapat 14 kawasan yang ditargetkan selesai tahun ini.
Kepala Suku Dinas Perumahan Rakyat dan Permukiman Kota Jakarta Barat Suharyanti, mengatakan, 92 kawasan kumuh itu berasal dari Direktori Rukun Warga (RW) Kumuh oleh Badan Pusat Statistik pada 2017. Jumlah ini terus meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2013.
"Tahun 2013, kawasan kumuh di DKI Jakarta mencapai 225 RW dan bertambah menjadi 445 RW pada 2017. Sementara itu, Jakarta Barat juga mengalami peningkatan dari 55 RW menjadi 92 RW, pada periode yang sama," ujar Suharyanti, Rabu (13/3/2019) di Jakarta.
Ia mengatakan, sejumlah kawasan ini tidak memenuhi kriteria layak untuk ditinggali bila dilihat dari sistem drainase, tata letak permukiman, dan penanganan sampah. Dari survei pada 2018, sebagian besar permasalahan yang ditemukan adalah padatnya kawasan permukiman dan sistem instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang belum memadai.
Tahun ini, Suku Dinas Perumahan Rakyat dan Permukiman Jakarta Barat memprioritaskan penataan 14 RW kumuh yang berada di Kelurahan Kota Bambu Utara, Kelurahan Pinangsia, Kelurahan Kedaung Kali Angke, dan Kelurahan Kapuk. Penataan telah disiapkan dan akan dimulai tahun ini hingga tahun 2022 mendatang.
"Kami telah melakukan pendekatan kepada warga di 14 RW kumuh sejak tahun lalu. Segala persoalan terkait lingkungan sudah dibahas dengan warga, tinggal eksekusinya yang kami upayakan beberapa bulan lagi," kata Suharyanti.
Ia menjelaskan, penataan yang ditargetkan selesai tahun ini meliputi sarana jalan, sistem IPAL, serta keberadaan sumur resapan. Sementara itu, tata letak permukiman di 14 RW kumuh tersebut belum akan dibenahi karena berkaitan dengan ruang privat milik warga.
Tantangan
Suharyanti mengatakan, sistem penataan yang dilakukan masih menghadapi tantangan. Sebagai contoh, sebagian warga masih membuang saluran limbah mereka secara langsung ke saluran air perkotaan.
Selain itu, banyak lahan rumah warga yang dibangun tanpa izin, kemudian memakan wilayah jalan atau menutup saluran air kota. Menurut dia, warga juga perlu mengerti bahwa sejumlah pembangunan rumah semestinya tidak menghalangi sarana dan prasarana kota.
"Di 14 RW yang akan ditata tahun ini saja, banyak ditemukan rumah warga yang menghalangi keberadaan saluran air. Soal IPAL pun, limbah rumah tangga bahkan kotoran manusia semuanya diarahkan ke saluran air kota," tutur Suharyanti.
Kepala Seksi Ekonomi dan Pembangunan Kelurahan Kota Bambu Utara, Uki Elianto, mengatakan, persoalan air limbah di kawasannya terkendala karena belum ada lahan untuk membangun sistem IPAL secara komunal. Solusi masalah ini sedang diupayakan oleh pihak kelurahan dan suku dinas terkait.
Mengenai hal itu, Suharyanti mengatakan, pengadaan IPAL sedang diupayakan dengan membangun saluran mandiri di tiap rumah warga. Nantinya, saluran IPAL tersebut akan dibangun di bawah ruangan yang paling besar di dalam rumah, dengan kedalaman sekitar 3 meter.
"Sejauh ini, solusi tersebut yang bisa kami tawarkan ke warga untuk IPAL. Warga akan terus dilibatkan dalam penataan karena kepentingan ini juga untuk mereka sendiri," kata Suharyanti. (ADITYA DIVERANTA)