JAKARTA, KOMPAS — Perusahaan dinilai perlu mengubah cara-cara berproduksi dengan memperhatikan aspek perubahan iklim. Pemerintah juga diharapkan mampu membuat kebijakan dan regulasi yang mengarah pada aspek pembangunan keberlanjutan dan perubahan iklim.
Hal itu mengemuka dalam konferensi pers terkait pelaksanaan International Chamber of Commerce (ICC) Asia Pacific CEO Forum ke-5 di Jakarta, Selasa (12/3/2019). Hadir dalam acara itu Sekretaris Jenderal ICC John WH Denton, Member of the Board ICC Mari Elka Pangestu, dan President of the ICC Indonesia Ilham Akbar Habibie.
Forum CEO ICC Asia Pasifik tersebut mempertemukan para CEO dan pejabat senior pemerintah untuk membahas atau mendiskusikan keterkaitan antara perubahan iklim dan perdagangan. Forum itu juga membicarakan bagaimana bisnis di kawasan Asia Pasifik dapat mencapai sasaran-sasaran pembangunan berkelanjutan (SDGs).
”Di sektor perdagangan, ICC mendorong bagaimana perjanjian perdagangan, termasuk ketentuan WTO, menjadi instrumen untuk bisa mengubah perilaku produksi dan konsumsi untuk mengurangi perubahan iklim,” kata Mari. Saat ini, banyak negara yang sudah mulai peduli terhadap isu perubahan iklim.
Mari mencontohkan China. China telah menetapkan penggunaan batubara untuk pembangkit listrik dan memberi insentif untuk penggunaan energi terbarukan. Di Indonesia, misalnya, pembersihan Sungai Citarum dapat menggugah kesadaran atas dampak pembuangan limbah di sungai.
Oleh karena itu, ke depan, lanjut Mari, perusahaan-perusahaan perlu mengubah cara-cara produksi yang memperhatikan aspek perubahan iklim. Selain itu, pemerintah juga perlu membuat kebijakan dan langkah-langkah dalam menangani perubahan iklim sehingga pelaku usaha mendapatkan kepastian atas kebijakan yang akan diambil. ICC mendorong peran pemerintah dan regulasi yang dibuat pemerintah memiliki bingkai masalah perubahan iklim.
Ilham mengungkapkan, sebagian besar anggota ICC di Indonesia merupakan korporasi perbankan. Ke depan, ICC Indonesia akan mengajak perusahaan-perusahaan perdagangan elektronik (e-dagang) atau perusahaan berbasis ekonomi digital untuk menjadi anggota ICC.
Dengan menjadi anggota ICC, perusahaan-perusahaan e-dagang dapat memperoleh atau mencontoh praktik-praktik terbaik (best practices) perusahaan berbasis digital dan dapat memiliki jaringan global melalui ICC.
Menurut Ilham, ekonomi digital saat ini sangat penting karena pertumbuhannya pesat dan bersifat inklusif sehingga dapat mengurangi kesenjangan ekonomi. ”Perusahaan berskala kecil dan menengah dapat tumbuh dengan ekonomi digital,” katanya. ICC mendorong inklusivitas serta keterlibatan perusahaan berskala kecil menengah untuk tumbuh dan berkembang.
John mengatakan, ICC merupakan organisasi bisnis terbesar yang beranggotakan 45 juta perusahaan di lebih dari 100 negara. Melalui advokasi, pencarian solusi, dan penetapan standar, ICC mendorong perkembangan perdagangan internasional, perilaku bisnis yang bertanggung jawab, dan pendekatan global terhadap regulasi.