TANGERANG, KOMPAS — Posisi Indonesia tertinggal dari beberapa negara tetangga dalam hal investasi dan ekspor. Oleh karena itu, proses investasi mesti dikawal sebaik-baiknya agar minat calon investor untuk menanamkan modal di Tanah Air benar-benar terealisasi.
Indonesia, yang memiliki kekuatan besar dalam sumber daya alam dan sumber daya manusia, jangan sampai tertinggal dari Kamboja dan Laos. Saat ini, kinerja ekspor dan investasi Indonesia kalah dari Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam.
”Perlu saya sampaikan, yang namanya investasi dan ekspor kita itu sudah ditinggal tetangga-tetangga,” kata Presiden Joko Widodo dalam Rapat Koordinasi Nasional Investasi 2019 di Indonesia Convention Exhibition, BSD, Tangerang, Banten, Selasa (12/3/2019).
Presiden Joko Widodo juga meminta gubernur, bupati, dan wali kota menggencarkan hilirisasi industri. Dengan cara itu, Indonesia tidak hanya mengekspor bahan mentah atau bahan yang minim diolah, seperti karet, minyak sawit mentah, kopra, dan batubara.
”Waktu ledakan harga komoditas global semua senang, tetapi lupa mendorong industrialisasi dan hilirisasi. Ini kesalahan yang harus kita perbaiki,” katanya.
Presiden Joko Widodo juga meminta agar investasi terkait industri untuk mengolah bahan mentah berorientasi ekspor, dan substitusi impor, diprioritaskan. ”Enggak usah bertele-tele. Tutup mata. Segera beri izin. Tapi, yang paling penting, memang, bukan tutup matanya saja, tetapi harus dikawal. Kelemahan kita ada di sini,” kata Presiden.
Tiga lembaga pemeringkat internasional, yakni Standard and Poor’s, Moody’s, dan Fitch, sudah menempatkan Indonesia dalam posisi layak investasi. Hal ini, menurut Presiden, mesti bisa dimanfaatkan.
Pemanfaatan serupa bisa dilakukan terkait dengan hasil survei United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) kepada para CEO perusahaan multinasional. Hasil survei menempatkan Indonesia di peringkat keempat negara tujuan investasi prospektif.
”Yang saya rasakan sehari-hari investor berbondong-bondong ke kita ingin berinvestasi ini-itu, tetapi kok enggak menetas, enggak terealisasi. Ini salahnya di mana? Di pusat, provinsi, atau kabupaten? Ada yang salah ini dan harus dicek,” katanya.
Kesalahan mungkin terjadi di sisi kecepatan perizinan, pembebasan lahan, atau pelayanan yang tidak baik. ”Ini persoalan besar karena kunci pertumbuhan ekonomi itu dua, yaitu investasi dan ekspor,” kata Presiden Joko Widodo.
Ini salahnya di mana? Di pusat, provinsi, atau kabupaten? Ada yang salah ini dan harus dicek.
Guncangan
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong mengatakan, pada 2018, untuk pertama kalinya dalam empet tahun terakhir, penanaman modal asing (PMA) di Indonesia turun dari tahun sebelumnya.
”Tahun lalu PMA turun 8,8 persen, padahal biasanya tumbuh dua angka. Kalau pakai formula FDI (foreign direct investment) lebih parah lagi, yakni minus 30 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya,” kata Thomas.
Berdasarkan data BKPM, realisasi investasi PMA 2018 sebesar Rp 392,7 triliun atau turun 8,8 persen secara tahunan. Menurut Thomas, kondisi ini konsisten dengan perkembangan di seluruh dunia.
Setidaknya ada tiga guncangan yang menghantam kecenderungan investasi di seluruh dunia pada 2018. Pertama, perang dagang Amerika Serikat dan China. Kedua, bank sentral AS, The Fed, menaikkan suku bunga acuan sebanyak empat kali dalam setahun. ”Ketiga, yang banyak orang kurang dalami, sebetulnya pada 2017 pemerintahan Presiden Trump mengadakan pengampunan pajak besar-besaran,” ujarnya.
Kondisi itu mengakibatkan modal ke AS pada 2018 dalam jumlah besar.
Thomas mengatakan, semangat BKPM tahun ini mendorong kesiapan pemulihan investasi di seluruh dunia. (CAS)