Uji Materi Hak Pilih Jadi Ujian Pertama
JAKARTA, KOMPAS — Uji materi Undang-Undang Pemilu terkait dengan hak pilih pada Pemilu 2019 akan menjadi ujian awal bagi hakim konstitusi Aswanto dan Wahiduddin Adams. Dua hakim yang dipilih Dewan Perwakilan Rakyat untuk periode kedua itu juga akan menghadapi ujian jangka panjang dalam menjaga marwah Mahkamah Konstitusi.
Aswanto dan Wahiduddin Adams yang akan mengakhiri masa jabatan pertama sebagai hakim konstitusi pada 21 Maret 2019 dipilih secara aklamasi dalam rapat pleno Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (12/3/2019), untuk kembali menjadi hakim konstitusi hingga lima tahun ke depan. Mereka dipilih dari 11 calon hakim yang menjalani uji kelayakan dan kepatutan di DPR sejak Februari 2019. Proses pengambilan keputusan ini sempat ditunda sebulan karena fraksi-fraksi di DPR butuh waktu untuk berkonsultasi dengan pimpinan partainya masing-masing.
Aswanto mulai menjabat sebagai hakim konstitusi tahun 2014. Ia merupakan Guru Besar Ilmu Pidana Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, dan sempat menjabat Dekan Fakultas Hukum Unhas (2010-2014). Sementara itu, Wahiduddin Adams yang juga mulai menjadi hakim konstitusi tahun 2014 sempat menjabat Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM (2010-2014).
Wakil Ketua Komisi III Trimedya Panjaitan mengatakan, Aswanto dan Wahiduddin dipilih karena sebagai petahana dinilai mampu mengawal persidangan sengketa pemilu di MK. Sepuluh fraksi di DPR, ujarnya, tak mau mengambil risiko memilih orang baru di tengah dinamika Pemilu 2019.
”Daripada memilih coba-coba, dengan tantangan pemilu, kami pilih yang sudah berpengalaman saja,” kata Ketua Komisi III DPR Kahar Muzakir.
Peneliti Indonesian Legal Rountable, Erwin Natoesmal Oemar, menilai, DPR hanya berorientasi jangka pendek pada kepentingan elektoral semata. Padahal, MK tak hanya menangani sengketa Pemilu 2019, tetapi juga harus mengawal penegakan konstitusi dan menjamin perlindungan hak-hak warga negara melalui penanganan uji materi terhadap undang-undang.
Catatan Kompas, salah satu tugas terdekat MK ialah memutus perkara uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait dengan jaminan hak pilih warga pada Pemilu 2019. Ada dua perkara terkait hal ini yang diajukan ke MK.
Rekam jejak
Erwin menilai rekam jejak Aswanto dan Wahiduddin selama lima tahun terakhir relatif kurang berpihak pada perlindungan HAM, khususnya soal kebebasan berekspresi dan perlindungan terhadap kelompok minoritas.
”Dilihat dari rekam jejaknya, dikhawatirkan ada potensi minimnya perhatian MK terhadap isu perlindungan HAM,” katanya.
Juru bicara MK, Fajar Laksono Soeroso, mengatakan, terpilihnya kembali dua hakim konstitusi itu menjadi keuntungan bagi MK karena mereka tinggal melanjutkan tugas-tugas yang telah mereka jalankan. Terkait dengan kritik bahwa mereka dianggap kurang progresif dalam perkara HAM, kata Fajar, DPR sudah memilih kedua hakim itu dengan mengukur keterpenuhan syarat tertentu.
Tidak dibuka
Dalam proses seleksi, tiap anggota panel ahli seleksi calon hakim MK memberi empat nama calon yang dinilai kompeten. Nama-nama itu lalu diberi peringkat sebagai pertimbangan DPR memilih. Namun, baik Komisi III maupun anggota panel ahli menolak menyebut nama dan peringkat calon.
Anggota Komisi III, Arsul Sani, menyebut, Aswanto dan Wahiduddin masuk dalam deretan nama yang diajukan tim ahli. Tiga anggota panel ahli merekomendasikan empat nama, sedangkan satu orang merekomendasikan lima nama. Nama Aswanto dan Wahiduddin hanya muncul dari ahli yang mengusulkan lima nama. Sementara tiga ahli lainnya yang mengusulkan empat nama, hanya merekomendasikan satu petahana dalam daftar nama.
Saat dihubungi, anggota panel ahli Harjono mengatakan, dari empat nama yang ia rekomendasikan, hanya ada satu nama yang dipilih DPR menjadi hakim MK.