JAKARTA, KOMPAS — Perusahaan teknologi finansial mendorong agar masyarakat beralih dari generasi penabung menjadi generasi investor. Perkembangan teknologi dan sosialisasi diharapkan dapat mendorong anak muda berminat menjadi investor keuangan.
Mengutip data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2016, indeks literasi keuangan baru 29,66 persen. Adapun indeks inklusi keuangan 67,82 persen.
Co-Founder dan CEO PT Akselerasi Edukasi Internasional (Halofina) Adjie Wicaksana mengatakan, tingkat inklusi keuangan yang jauh lebih besar dari literasi menunjukkan masyarakat sadar untuk menabung, tetapi tidak memahami bagaimana uang sebaiknya digunakan. Adapun Halofina adalah platform digital perencana keuangan.
”Mereka sering membeli, tetapi tidak tahu tujuan utama untuk apa. Tingkat inklusi keuangan di pasar modal masih sangat rendah, hanya 1,25 persen,” kata Adjie dalam Fintech Talk Vol. 3 bertema ”The Art of Investment in Digital Era” di Jakarta, Kamis (14/3/2019).
Seiring dengan pertumbuhan teknologi digital dan perusahaan teknologi finansial (tekfin), akses masyarakat untuk berinvestasi semakin terbuka lebar. Masyarakat, khususnya anak muda, mulai menunjukkan minat untuk berinvestasi.
Menurut Adjie, sejak diluncurkan pada Agustus 2018, Halofina telah memiliki sekitar 2.400 pengguna aplikasi perencana keuangan ini. Perencanaan keuangan berkisar mengenai pernikahan, mobil, liburan, rumah, dan pendidikan anak. Sebanyak 90 persen merupakan pengguna dengan rentang usia 24-35 tahun.
Adjie melanjutkan, investasi merupakan bentuk dari konsumsi yang tertunda dan terencana. Saat ini investasi yang paling diminati masyarakat adalah deposito, reksa dana, emas, dan properti. Setiap jenis investasi memiliki keuntungan dan risiko masing-masing.
Head of Sales and Marketing PT Bareksa Portal Investasi (Bareksa.com) Rani Sumarni Laisila menambahkan, minat anak muda untuk berinvestasi reksa dana mulai menunjukkan tren peningkatan secara signifikan. Bareksa adalah platform investasi reksa dana atau dalam portofolio efek yang dikelola oleh manajer investasi.
Bareksa mencatat, jumlah investor Bareksa sebanyak 2.456 orang pada Januari 2015. Jumlah tersebut meningkat pesat pada Februari 2019 menjadi 400.000 orang atau tumbuh 16.200 persen.
”Pertumbuhan ini mengalahkan pertumbuhan investor di industri pengelola keuangan konvensional sebesar 232 persen dalam kurun waktu yang sama,” kata Rani.
Dari 400.000 investor Bareksa, mayoritas investor atau 42 persen berusia 26-35 tahun. Berdasarkan jenis pekerjaan, sebanyak 45 persen merupakan pegawai swasta.
”Generasi milenial sebagai target investor akan menjadi peluang besar. Kami dapat melakukan sosialisasi dan edukasi melalui video. (Strategi) ini akan mudah menjangkau mereka,” kata Rani.
Investasi lain
Direktur Pemasaran PT Indogold Makmur Sejahtera (Indogold) Fredy Setiawan menambahkan, anak muda juga mulai menyadari bentuk investasi selain deposito, reksa dana, ataupun properti. Indogold adalah platform daring penyedia layanan jasa investasi emas.
”Pelanggan kami sekarang masih didominasi dari area Jabodetabek. Menariknya, usia yang agresif untuk berinvestasi emas berkisar 25-35 tahun. Mereka masih muda, tetapi tahu emas adalah investasi yang tahan inflasi,” ujarnya.
Ketua Harian Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) Mercy Simorangkir mengatakan, perusahaan tekfin di sektor investasi dan perencanaan keuangan berkembang baik selama beberapa tahun terakhir. Kondisi ini juga ditopang oleh peningkatan kesadaran generasi muda untuk berinvestasi.