Andreas Sali dan Selfina Menjaga Pengetahuan tentang Obat Dayak
Hutan Kalimantan Barat kaya dengan tanaman obat. Namun, banyak pula tanaman obat yang sudah sulit didapatkan akibat alih fungsi lahan dan deforestasi. Andreas Sali (79) dan istrinya Selfina (63) berupaya menyelamatkan tanaman obat yang masih ada dan merawat pengetahuan untuk mengelolanya.
Andreas dan Selfina berlahan berjalan menuju ke kebun tanaman obat di belakang rumah mereka di kampung Silung, Kecamatan Menjalin, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat, Sabtu (23/2/2019). Tanaman obat itu ditanam di hutan belakang rumah mereka dan tumbuh berdampingan dengan pohon-pohon yang lain.
Tidak mudah bagi mereka mendapatkan bibit-bibit tanaman obat itu. Mereka harus pergi ke Bukit Samabue yang masih dikenal angker oleh masyarakat sekitar. Belum lagi jaraknya bisa memakan waktu berhari-hari untuk menemukan bibit tanaman obat yang langka.
Bibit tanaman obat yang diambil dari jauh itu lalu ditanam di hutan sekitar pekarangan rumah mereka yang tanahnya subur. Dengan ditanam di hutan di pekarangan belakang rumah, tanaman itu akan aman. Tanaman tidak akan tergusur karena tanah tempat tanaman itu tumbuh milik Andreas dan Selfina sendiri. Selain itu, Andreas dan Selfina setiap waktu bisa menjaga tanaman obat mereka.
Kami membudidayakan tanaman obat sejak 1980-an. Kami fokus pada enam tumbuhan yang sulit didapatkan
“Kami membudidayakan tanaman obat sejak 1980-an. Kami fokus pada enam tumbuhan yang sulit didapatkan. Apalagi, seiring perkembangan waktu semakin sulit mencari tanaman obat yang kami anggap penting dan diperlukan banyak orang,” kata Andreas.
Tanaman yang mereka tanam yakni, sirih merah (Piper ornatum). Tanaman itu penting karena berdasarkan pengalaman Andreas dan Selfina, tanaman sirih merah berfungsi sebagai anti racun. Andreas memiliki pengalaman di masa muda pernah terkena racun. Ramuan sirih merah itulah yang menyelamatkan nyawanya.
Ada juga tanaman yang disebut masyarakat sekitar daun tibaakng. Fungsinya mengobati infeksi lambung dan segala macam sakit perut, ambeien, dan mengobati orang yang saat buang air besar mengeluarkan darah. Kemudian, kumis kucing (Orthosiphon aristatus) untuk obat kencing manis dan susah buang air kecil.
“Ada pula daun tamar basi. Fungsinya mengobati panas dalam. Kemudian, tumbuhan yang dikenal dengan sebutan kalimabo. Fungsinya untuk mengobati gatal-gatal pada kulit. Ada pula sahang hutan untuk mengobati sakit pinggang dan patah tulang,” ujar Selfina.
Tanaman itu, sebagian besar diambil daunnya. Kemudian, dikeringkan dengan cara dijemur. Di rumah mereka, Rabu siang, di berbagai sudut rumah terdapat tanaman obat yang sudah dikeringkan. Sebagian telah dibungkus dengan berbagai wadah.
Untuk menggunakannya, ramuan obat hutan itu diseduh dengan air hangat seperti menyeduh teh. Ada pula dedaunan yang dipergunakan dengan cara dioles ke tubuh terutama tanaman obat yang berfungsi mengatasi gatal-gatal.
Dibutuhkan
Selfina menuturkan, mereka menanam tanaman obat dan mengolahnya karena masyarakat membutuhkannya. Selfina dan Andreas sejak muda juga masih menggantungkan pengobatan pada berbagai tanaman obat dari hutan. Mereka bahkan bisa dikatakan hampir tidak pernah berobat ke fasilitas kesehatan, meskipun jaraknya dekat. Anak dan cucu mereka juga masih menggunakan ramuan obat hutan.
Selain untuk keperluan keluarga, ramuan obat hutan itu masih banyak diperlukan masyarakat dari berbagai wilayah. Masih banyak orang yang meminta bantuan mereka untuk dibuatkan ramuan obat dari tanaman hutan. Dalam sebulan, ada puluhan orang datang ke rumah mereka untuk mencari ramuan obat alam.
“Ada yang tidak memiliki biaya untuk berobat di rumah sakit, mereka datang mencari obat alternatif. Makanya, kami selalu siapkan persediaan obat di rumah. Kasihan kalau sampai mereka datang ke rumah, kami tidak ada persediaan,” ujar Selfina.
Orang-orang yang datang ke rumah mereka, sebagian memerlukan tanaman yang masih segar. Kebutuhan mereka lebih mudah dipenuhi karena Selfina bisa langsung pergi ke kebun di belakang rumah dan mengambil tanaman obat yang diperlukan. Sebagian lagi meminta tanaman obat dalam bentuk siap seduh. Untuk itu, Andreas dan Selfina sudah menyiapkan dalam wadah khusus.
Andreas dan Selfina tidak mematok harga jika orang meminta dibuatkan ramuan obat alam. Pada prinsipnya, mereka menolong orang lain yang sedang sakit. Bisnis bukanlah tujuan utama mereka. Banyak juga yang mengambil ramuan obat dengan cuma-cuma. Namun, ada pula yang memberi mereka uang sekadar tanda terima kasih.
Warisan
Apa yang dilakukan Andreas dan Selfina itu juga bentuk pelestarian kekayaan pengetahuan dari orangtua mereka atau nenek moyang. Orangtua mereka adalah dukun yang bisa meracik obat-obat alam untuk berbagai keperluan. Orangtua Selfina misalnya adalah dukun bersalin.
Kemampuan meracik obat yang dimiliki nenek moyang mereka ada yang diperoleh dari mimpi. Kemudian, petunjuk dari mimpi itu dipraktikan dan hasilnya ternyata mampu mengobati penyakit. Setelah itu, pewarisan pengetahuan dilakukan secara turun-temurun secara lisan ke anak cucu hingga kepada Andreas dan Selfina. Mereka berdua merupakan generasi keempat yang mewarisi pengetahuan membuat ramuan obat dari tanaman hutan.
Masih jelas di benak Andreas dan Selfina, semasa kecil mereka diajak orangtua mereka ke hutan untuk melihat beragam tanaman obat. Terkadang, dalam perjalanan ke ladang mereka sambil diajari mengenal tumbuhan obat di hutan.
Orangtua mereka tidak hanya mewarisi cara mengenal tumbuhan obat hutan, tetapi juga cara meracik tanaman obat itu. Maka, mereka memiliki kemampuan keduanya, di samping mengidentifikasi tanaman obat juga meramunya.
Begitulah cara orangtua kami mewariskan pengetahuan tentang obat-obat alam saat itu
“Begitulah cara orangtua kami mewariskan pengetahuan tentang obat-obat alam saat itu. Itulah sebabnya, kami mengetahui mana tumbuhan obat yang perlu bagi manusia dan juga mengetahui cara meraciknya,” ungkap Selfina.
Kini, mereka berusaha mentransfer pengetahuan itu kepada lima anaknya. Mereka memiliki modal besar untuk mewariskan pengetahuan itu karena memiliki ragam tumbuhan obat yang mereka tanam. Selain itu, hutan di pekarangan rumah masih terjaga sebagai media belajar bagi anak-anak mereka.
Pewarisan pengetahuan itu diperlukan karena saat ini di banyak tempat, transfer pengetahuan itu terhenti. Hutan yang dulu menjadi "gudang" tanaman obat pun semakin sempit akibat alih fungsi lahan. Selain itu, generasi muda banyak yang tidak tertarik mewarisi pengetahuan tentang obat tradisional karena dianggap ketinggalan zaman.
Andreas Sali
Lahir: Silung, Kecamatan Menjalin, Kabupaten Landak, 10 Maret 1949
Selfina
Lahir: Pabuis, Kecamatan Pahauman, Kabupaten Landak, 17 Agustus 1956
Anak:
- Suriana (42)
- Suripto Bagyo (39)
- Sabina Santi (33)
- Sulianus Suroco (31)
- Susana (29)