JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah berupaya menjaga ekonomi Indonesia tetap memiliki daya tahan. Ketidakpastian global diperkirakan masih akan terjadi tahun ini.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dalam Dialog Ekonomi Proyeksi Ekonomi dan Kebijakan Fiskal 2019 oleh Lembaga Kerjasama Ekonomi Sosial dan Budaya Indonesia-China di Jakarta, Rabu (13/3/2019) menyatakan, ekonomi Indonesia cukup berdaya tahan dan tetap tumbuh meski terdapat guncangan besar.
"Kita resilient (elastis) karena fiskal kita dikelola secara prudent (hati-hati). Indonesia hanya boleh memiliki defisit (APBN) maksimal 3 persen dari produk domestik bruto (PDB) dan jumlah utang negara tidak boleh lebih dari 60 persen PDB," kata Sri Mulyani.
Pertumbuhan ekonomi sebesar 5,17 persen tahun 2018 merupakan dampak dari penguatan ekonomi Indonesia yang terjadi kurun 2015 sampai 2017. Meski tahun lalu terjadi guncangan karena kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat, ekonomi Indonesia tetap tumbuh.
Situasi global yang dinamis memerlukan kecepatan dan fleksibiltas dalam menghadapinya. Selain ditopang konsumsi 55,74 persen dari PDB, inflasi terjaga di angka 3-3,5 persen. Kepercayaan masyarakat juga diperkirakan masih cukup kuat sehingga konsumsi terjaga. Namun, defisit transaksi berjalan masih akan terjadi tahun ini karena impor yang tinggi, sementara harga komoditas belum pulih.
Inklusif
Tahun 2019, lanjut Sri Mulyani, fiskal akan tetap dikelola dengan hati-hati. APBN disusun kredibel dan berkelanjutan. Meski ekonomi diproyeksikan tumbuh 5,3 persen, pemerintah ingin agar pertumbuhan ekonomi semakin inklusif. Angka rasio gini tahun ini ditargetkan 0,38-0,39.
Penurunan angka kemiskinan menjadi 9,66 persen dinilai jadi pencapaian sekaligus tantangan besar. “Jadi ekonomi kita tidak hanya tumbuh tinggi tapi harus tumbuh tinggi dan inklusif,” kata dia.
Selain tantangan global berupa perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia, Indonesia mesti segera menyiapkan diri untuk menghadapi bertambahnya penduduk Indonesia. Sebab, pada 2045, Indonesia diperkirakan berpenduduk 319 juta jiwa dengan 70 persennya tinggal di perkotaan. Pada saat itu, penduduk usia produktif mulai menurun, yakni sekitar 47 persen.
Dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia, pemerintah menganggarkan dana untuk sektor pendidikan sebesar Rp 492,5 triliun dari total Rp 2.461,1 triliun belanja negara. Pemerintah juga memberikan insentif pajak bagi pelaku usaha yang berkontribusi dalam peningkatan sumber daya manusia.
Dalam kesempatan itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, pemerintah tengah menyusun regulasi untuk mendorong agar semakin banyak pihak yang berinvestasi di pendidikan vokasi.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Syarif Burhanuddin mengatakan, kompetensi tenaga kerja bidang konstruksi cukup baik.
Pengakuan antara lain datang dari Lembaga Pembangunan Industri Pembinaan Malaysia yang merasa kehilangan karena banyak tenaga kerja konstruksi asal Indonesia yang kembali ke Indonesia karena masifnya program pembangunan infrastruktur.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Kontraktor Indonesia (AKI) Joseph Pangalila berpendapat, jumlah tenaga kerja terampil perlu diperbanyak karena jumlah proyek infrastruktur besar. Selain keterampilan, produktivitas tenaga kerja perlu ditingkatkan.