BOGOR, KOMPAS — Film berkonten positif dapat menjadi sarana pembelajaran untuk mencerdaskan bangsa. Untuk meningkatkan daya tarik generasi masa kini pada film bertema pendidikan, perlu pengemasan cerita yang relevan dengan perkembangan zaman dan penggunaan teknologi modern dalam proses produksinya.
Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Gogot Suharwoto mengatakan, film dapat menjadi sarana pembelajaran bagi anak didik melalui konten yang positif. Sayangnya, tayangan televisi di Indonesia masih di bawah standar Komisi Penyiaran Indonesia.
”Standar kualitas program siaran televisi adalah 3 dengan menggunakan skala 1 hingga 4. Survei pada periode pertama tahun 2018 memperlihatkan, nilai indeks kualitas program siaran televisi keseluruhan sebesar 2,84,” kata Gogot dalam Rapat Koordinasi Pengembangan Perfilman 2019 dengan tema ”Film sebagai Media Pemajuan Pendidikan dan Kebudayaan”, Kamis (14/3/2019), di Bogor, Jawa Barat.
Pada survei periode kedua tahun 2018 naik 0,3 sehingga menjadi 2,87. Pada periode ketiga kembali turun 0,6 menjadi 2,81. Dari data tersebut, terlihat kualitas indeks program tayangan televisi masih di bawah standar kualitas yang ditetapkan KPI.
Pada survei periode ketiga tahun 2018, kategori program siaran televisi yang dinilai berkualitas dengan indeks diatas 3 mencakup program wisata dan budaya, religi, bincang-bincang, serta berita. Kategori lainnya, seperti tayangan anak, sinetron, infotainment, dan ragam hiburan, belum sesuai standar KPI.
Gogot mengatakan, situasi tersebut masih diperburuk dengan konten negatif, seperti pornografi, ujaran kebencian, dan berita bohong, yang bertebaran di media digital. Kementerian Komunikasi dan Informatika mencatat, ada 800.000 situs berkonten negatif yang sudah dihapus dalam jangka waktu dua tahun terakhir. Dari jumlah tersebut, situs bermuatan konten positif yang berisikan tema pendidikan dan kebudayaan ada 250.000 situs.
Melihat perkembangan media digital yang pesat, pemerintah menyasar media digital untuk membagikan konten bermuatan positif melalui TV Edukasi. Mereka memproduksi konten seperti pendidikan, layanan masyarakat, film, instruksional, informasi dan dokumentasi, serta tutorial.
Pustekkom juga memproduksi film bertemakan pendidikan di wilayah perbatasan Indonesia dengan Malaysia yang berjudul Aku dan Hari Esok. Mereka juga memproduksi film bertemakan toleransi antarsuku yang berjudul Langkah yang Tersisa.
Dalam memproduksi kedua film tersebut, Pustekkom melibatkan pemerintah daerah. Film Aku dan Hari Esok diproduksi di Sebatik, Kalimantan Utara, sedangkan Film Langkah yang Tersisa diproduksi di Singkawang, Kalimantan Barat. Gogot mengatakan, kedua film ini menjadi sarana untuk pembelajaran dan pengetahuan budaya bagi masyarakat Indonesia.
Artis senior Niniek L Karim mengatakan, film ibarat pisau bermata dua. Konten yang positif akan membangun bangsa, sedangkan konten negatif akan membunuh karakter bangsa. Film yang bernilai positif secara tidak langsung dapat mendidik, bahkan dapat digunakan di sekolah sebagai bahan pembelajaran.
Ia mengapresiasi semangat orang muda Indonesia yang terus tertarik membuat konten yang positif. Menurut Niniek, para pembuat film dapat menggabungkan gagasan ilmiah dengan kesenian untuk menghasilkan konten yang menarik dan bersifat edukatif.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat Dedi Taufik mengatakan, film dapat menjadi sarana untuk mengembangkan pariwisata dan ekonomi kreatif di suatu daerah. Ia mencontohkan, beberapa potensi wisata yang ada di daerah Jawa Barat menjadi destinasi wisata berkat film.
Para kreator film membuat video dengan latar daerah wisata yang menarik. Penonton yang melihat film tersebut menjadi tahu dan tertarik berkunjung ke desitinasi wisata tersebut. Kunjungan dari wisatawan tersebut dapat meningkatkan potensi ekonomi kreatif yang ada di sekitar tempat wisata.
Relevan
Kepala Pusat Pengembangan Perfilman Kemdikbud Maman Wijaya mengatakan, agar film berkonten edukasi dapat diterima oleh generasi muda, film tersebut harus relevan dengan masa sekarang.
Selain itu, penggunaan teknologi modern akan meningkatkan daya tarik penonton. Ia menambahkan, penggunaan pengetahuan ilmiah di dalam film juga dapat memberikan edukasi bagi penonton.
Ia mencontohkan, sebuah film animasi Finding Nemo yang dibuat dengan anatomi layaknya tubuh ikan asli dapat menjadi sarana pembelajaran bagi anak-anak. ”Mereka dapat belajar melalui video yang mereka tonton dan mengambil pesan moral yang ada di dalamnya,” kata Maman.
Menurut Maman, film tersebut dapat menjadi sarana pembelajaran bagi anak-anak untuk mengetahui kehidupan di laut. Film animasi tersebut juga dibuat dengan teknologi modern yang menghadirkan sebuah tontonan seperti kenyataan.