JAKARTA, KOMPAS — Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi menolak pengajuan justice collaborator oleh mantan panitera pengganti Pengadilan Negeri Medan, Helpandi. Dia dituntut 8 tahun penjara dengan denda Rp 320 juta subsider 5 bulan kurungan karena menjadi perantara suap pada mantan hakim ad hoc tindak pidana korupsi PN Medan, Merry Purba.
Pengajuan Helpandi sebagai justice collaborator atau saksi pelaku yang bekerja sama untuk membongkar kejahatan tidak dikabulkan jaksa karena ia dianggap sebagai pelaku utama dalam kasus suap sebesar 280.000 dollar Singapura atau sekitar Rp 3 miliar.
”Kami berpendapat, permohonan justice collaborator terdakwa Helpandi tidak dapat dikabulkan karena yang bersangkutan termasuk sebagai pelaku utama,” ujar Jaksa KPK Haerudin saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (14/3/2019).
Jaksa menyebutkan, Helpandi berperan dominan dalam kasus suap yang melibatkan hakim ad hoc tipikor PN Medan, Merry Purba. Helpandi terbukti menerima suap dari pemilik PT Erni Putra Terari, Tamin Sukardi, sebesar 280.000 dollar Singapura (Rp 3 miliar). Dari jumlah itu, 150.000 dollar Singapura diberikan kepada Merry.
Suap yang dilakukan terdakwa Tamin Sukardi bertujuan meringankan putusan dalam perkara penjualan lahan negara eks hak guna usaha (HGU) PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II. Dari 126 hektar tanah negara eks HGU PTPN II, Tamin menjual 74 hektar kepada PT Agung Cemara Realty seharga Rp 236,2 miliar, dan baru dibayar Rp 132,4 miliar.
Dalam putusan yang dibacakan majelis hakim PN Medan pada 27 Agustus 2018, Tamin dinyatakan bersalah dan divonis 6 tahun penjara meskipun hakim Merry berbeda pendapat. Akan tetapi, lahan yang dipersoalkan dan dituntut jaksa dikembalikan kepada negara justru tidak dikabulkan. Hakim memutuskan lahan itu tetap dikuasai Tamin dan lahan 74 hektar tetap milik PT ACR.
Helpandi dan Merry ditangkap penyidik KPK di PN Medan pada 28 Agustus 2018. Dalam penangkapan tersebut, KPK menyita uang sebesar 13.000 dollar Singapura atau sekitar Rp 139,5 juta di tas Helpandi.
Menyalahgunakan wewenang
Jaksa menilai, Helpandi telah menyalahgunakan wewenang untuk kepentingan hakim dengan cara melawan hukum. Hal yang meringankan, Helpandi dianggap memberikan keterangan secara jujur selama pemeriksaan.
Helpandi dinilai melanggar Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Dia pun dituntut 8 tahun penjara dengan denda Rp 320 juta subsider 5 bulan kurungan. (DIONISIO DAMARA)