JAKARTA, KOMPAS — Menjelang debat calon presiden dan wakil presiden untuk topik pendidikan dan pembangunan sumber daya manusia, kedua pasangan belum menyasar isu mendasar di dalam pendidikan Indonesia. Baik pasangan calon nomor 1 maupun pasangan calon nomor 2 sama-sama bergantung kepada kebijakan yang populis.
"Pasangan Joko Widodo - Ma\'ruf Amin mengusung janji memberi Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah dan Kartu Pra Kerja. Sementara pasangan Prabowo Subianto - Sandiaga Uno berjanji mengangkat semua guru honorer menjadi pegawai tetap. Ini semua hanya untuk kepentingan elektoral, bukan mengurai masalah dan mencari solusi mendasar," kata Indra Charismiadji, Direktur Eksekutis Pusat Kajian Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan (Cerdas) dalam diskusi media mengenai pendidikan menjelang debat calon presiden di Jakarta, Senin (11/3/2019).
Ia mengkritisi kedua pasangan calon tidak ada yang melakukan evaluasi kebijakan pendidikan selama ini. Bahkan, sejak tahun 2013 belum ada evaluasi mendalam mengenai berbagai program pemerintah terkait pendidikan seperti dana alokasi khusus dan umum, pendidikan profesi guru, capaian Kurikulum 2013, hingga efektivitas bantuan pendidikan mahasiswa miskin. Bahkan, cetak biru pengembangan sumber daya manusia pun tidak ada.
Indra Charismiadji mengkritisi kedua pasangan calon tidak ada yang melakukan evaluasi kebijakan pendidikan selama ini.
Indra mengutip data milik Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2018 yang mengatakan bahwa 77 persen siswa tidak memahamami matematika, 75 persen siswa tidak pandai sains, dan 46,81 persen siswa kesulitan dalam membaca. Hal ini menandakan mutu pembelajaran yang diperoleh di kelas tidak maksimal.
Tokoh pendidikan dari Amerika Serikat Hellen Keller pernah mengatakan bahwa saling menghargai adalah tujuan dan capaian utama pendidikan. Akan tetapi, penelitian Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah menunjukkan bahwa 43,88 persen siswa dan mahasiswa cenderung intoleran.
Ekosistem di masyarakat juga tidak mendukung pendidikan karena harga buku dan alat-alat pembelajaran masih relatif sulit dijangkau masyarakat. Padahal, Indonesia bisa mencontoh Malaysia dan Singapura yang memberi keringanan pajak bagi pembuat alat bantu pendidikan atau India yang menyubsidi percetakan buku guna meningkatkan kemampuan literasi masyarakat.
"Namun, tidak satu pun paslon (pasangan calon) yang mau mengungkapkan permasalahan ini di dalam program kampanye mereka. Tandanya, pendidikan belum menjadi agenda utama dalam sejarah pemerintahan bangsa. Amanat Undang-Undang Dasar 1945 tentang mencerdaskan kehidupan bangsa selama ini belum terlaksana," ujar Indra.
Pendidikan belum menjadi agenda utama dalam sejarah pemerintahan bangsa.
Rencana pemberian KIP Kuliah dan Kartu Pra Kerja, menurut Indra, kontraproduktif dengan semangat Revolusi Mental karena membuat generasi muda tergantung kepada pemerintah. Semestinya, generasi muda diasah kemandirian dan kreativitasnya dengan menggalakkan revitalisasi vokasi. Justru adanya kartu-kartu ini seolah mengatakan pembenahan vokasi gagal karena lulusannya tidak terserap di bursa tenaga kerja.
Adapun janji pengangkatan semua guru honorer menjadi pegawai negeri sipil oleh Prabowo-Sandiaga juga dinilai berbahaya oleh Indra. Uji Kompetensi Guru tahun 2015 menunjukkan guru-guru dengan nilai di bawah standar sebagian besar adalah honorer.
"Asal mengangkat tanpa mengedepankan mutu akan mengorbankan para siswa," ucapnya.
Trik kampanye
Secara terpisah, peneliti Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan Nisa Felicia mengungkapkan, janji kedua pasangan calon adalah trik kampanye. Pasangan Jokowi-Ma\'ruf mengincar generasi milenial dan generasi Z, sementara Prabowo-Sandiaga menyasar guru honorer.
Pasangan Jokowi-Ma\'ruf mengincar generasi milenial dan generasi Z, sementara Prabowo-Sandiaga menyasar guru honorer.
Belum ada penjelasan kaitan ide-ide tersebut dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pembenahan tidak diikuti peningkatan sistem pendidikan dasar, menengah, dan tinggi yang sesuai dengan perkembangan zaman mulai dari perancangan kurikulum, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi.