JAKARTA, KOMPAS — Kepala Seksi Evaluasi Penelitian dan Pengembangan Mahkamah Agung Suhenda diduga menyarankan terdakwa kasus korupsi Tamin Sukardi menyuap hakim ad hoc tindak pidana korupsi Pengadilan Negeri Medan, Merry Purba, dengan istilah ”dibom”. Namun, Suhenda yang hadir sebagai saksi berkali-kali membantah dugaan tersebut.
Dalam sidang lanjutan pemeriksaan saksi perkara suap mantan hakim ad hoc tindak pidana korupsi (tipikor) Pengadilan Negeri (PN) Medan, Merry Purba, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (14/3/2019), Suhenda mengaku sering dihubungi Tamin melalui panggilan telepon.
Tamin merupakan pemilik PT Erni Putra Terari. Dia didakwa memberikan uang sebesar 280.000 dollar Singapura atau sekitar Rp 3 miliar kepada Merry dan mantan panitera pengganti di Pengadilan Tipikor Medan, Helpandi, bertalian dengan pengurangan hukuman dalam penjualan lahan negara eks hak guna usaha PT Perkebunan Nusantara II.
”Iya, dia (Tamin) sering telepon saya. Dia cerita tentang kasus hukum yang saat itu sedang dijalaninya,” kata Suhenda yang mengenal sosok Tamin saat masih menjadi resepsionis Mahkamah Agung (MA).
Jaksa KPK Luki Dwi Nugroho mengatakan, dalam berita acara perkara (BAP) terdapat rekaman telepon antara Suhenda dan Tamin. Dalam hasil sadapan tersebut, Suhenda menyarankan Tamin ”mengebom” hakim PN Medan.
”Dalam BAP, Anda katakan, ’Saya sarankan Tamin agar mendatangi hakimnya dan ’dibom’ yang gede saja hakimnya’. Apa maksudnya ini?” ujar Jaksa Luki.
Jaksa pun bertanya, apakah istilah dibom tersebut sebagai saran untuk menyuap hakim. Namun, dengan terbata-bata, Suhenda menjelaskan bahwa tidak memiliki tujuan apa pun saat mengutarakan istilah tersebut.
”Kalau interpretasi saya, ya, untuk mencari pengacara yang tangguh,” kata Suhenda.
”Apakah maksudnya supaya hakimnya dikasih uang saja? Sejumlah uang yang besar, gitu? Supaya hakim bisa dipengaruhi oleh Pak Tamin,” ucap Jaksa.
”Enggak Pak, memang dalam pikiran saya mencari pengacara hukum yang tangguh saja. Terserah beliau (Tamin) maunya bagaimana,” kata Suhenda.
Karena terus membantah, Jaksa beberapa kali menyarankan Suhenda supaya memberikan jawaban jujur. Jaksa menilai, bantahan saksi tidak masuk akal karena dalam BAP Suhenda mengakui telah menyarankan Tamin untuk menyuap hakim dengan istilah ”dibom”. Namun, Suhendra bergeming. Dia tetap membantah menyarankan Tamin menyuap hakim.
Sementara itu, Merry yang turut hadir dalam persidangan tampak pucat. Merry menjalani proses hukum karena didakwa menerima suap sebesar 150.000 dollar Singapura (Rp 1,5 miliar). Uang itu diterimanya dari mantan panitera pengganti PN Medan, Helpandi.
Pada hari yang sama, Helpandi juga menjalani sidang tuntutan dan dinilai melanggar Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Dia dituntut 8 tahun penjara dengan denda Rp 320 juta subsider 5 bulan kurungan.
Sementara Tamin dituntut hukuman pidaha penjara selama 7 tahun dan denda sebesar Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan. Atas tuntutan tersebut, Tamin mengajukan nota pembelaan atau pleidoi. (DIONISIO DAMARA)