BEKASI, KOMPAS — Penutupan paksa Tempat Pembuangan Akhir Sampah Burangkeng, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi, berpotensi menimbulkan konflik horizontal antarwarga. Untuk itu, Pemerintah Kabupaten Bekasi diminta segera membenahi pengelolaan tempat pembuangan akhir itu.
Sekretaris Desa Burangkeng Ali Gunawan, Kamis (14/3/2019), mengatakan, penutupan paksa Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Burangkeng bertujuan demi kebaikan semua warga. Ia menegaskan, tidak akan ada kelompok warga yang dirugikan oleh tindakan tersebut.
Penutupan paksa yang telah berlangsung selama 10 hari itu bertujuan menuntut kompensasi yang layak bagi warga. Selama 23 tahun TPA Burangkeng berdiri, warga belum pernah mendapat kompensasi ganti rugi dampak lingkungan.
Meskipun begitu, ada sejumlah warga yang tidak setuju terhadap aksi penutupan paksa itu. Mereka beralasan, negosiasi dengan Pemerintah Kabupaten Bekasi dapat dilakukan tanpa menutup akses truk sampah masuk ke TPA Burangkeng.
”Kalau kondisi (ditutup) begini, kasihan warga wilayah lain. Sampah jadi menumpuk di beberapa tempat. Yang kena batunya para sopir truk setiap hari diomeli warga perumahan,” kata Samsuro (49).
Saat itu, satu truk Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi tengah membuang muatan sampah di pekarangan rumah Samsuro. Truk itu memuat sampah yang sudah seminggu lamanya membusuk di bak karena tidak bisa masuk ke TPA Burangkeng.
Kalau warga di wilayah lain mengeluh bau, kami sudah merasakan bau itu sejak lama. Mereka baru merasakannya beberapa hari, sedangkan kami sudah puluhan tahun
Seorang warga lain, Ahmad (44), menyesalkan tindakan Samsuro itu. Ia berpendapat, tindakan kompromistis tetangganya itu akan melemahkan perjuangan warga yang menuntut perbaikan pengelolaan sampah di TPA Burangkeng.
”Uang kompensasi selama ini hanya diberikan kepada warga yang (bersedia) tanahnya digunakan untuk menampung sampah. Itu pun (besaran) jumlahnya tidak diketahui warga lainnya,” kata Ahmad.
Ia dan Samsuro merupakan warga yang rumahnya berada paling dekat dengan lokasi TPA Burangkeng. Perbedaannya, jika Samsuro merelakan tanahnya digunakan untuk tempat membuang sampah, sementara Ahmad memilih bertahan membuka usaha pemancingan.
”Yang terutama bukan soal uang, melainkan dampak kesehatan dan lingkungan. Ikan saya banyak yang mati dan air sumur jadi tidak layak diminum,” kata Ahmad.
Air resapan sampah dari TPA Burangkeng merembes hingga mencemari saluran irigasi dan sumur warga. Akibatnya, sejumlah lahan sawah yang berdekatan dengan lokasi pembuangan ditinggalkan pemiliknya karena tidak lagi dapat ditanami.
Perbaikan pengelolaan
Lokasi TPA Burangkeng ada di lahan seluas 11,6 hektar di Desa Burangkeng yang dihuni 10.000 keluarga atau 28.000 jiwa. Selama ini, sebagian warga menganggap pengelolaan TPA Burangkeng amburadul. Akibatnya, akses jalan rusak dan sampah berserakan di luar wilayah yang sudah ditetapkan.
Yang terutama bukan soal uang, melainkan dampak kesehatan dan lingkungan. Ikan saya banyak yang mati dan air sumur jadi tidak layak diminum
Menurut Ali, aksi penutupan paksa itu akan menguntungkan semua warga tanpa terkecuali. Perbaikan pengelolaan diyakini akan berdampak positif bagi warga dan lingkungan hidup di Burangkeng.
Warga yang melakukan aksi paksa menuntut kompensasi uang baru sebesar Rp 270.000. Selain itu, mereka menginginkan pelebaran jalan dan perbaikan sistem pengelolaan sampah.
Ali menyatakan, Pemerintah Kabupaten Bekasi belum menyetujui tuntutan ganti berupa uang tersebut. Tawaran yang diberikan sebatas pembangunan infrastruktur umum, seperti sekolah dan puskesmas.
Saat ini, lebar akses jalan ke TPA Burangkeng hanya muat dilalui satu truk sampah. Selain sempit, jalan itu juga bergelombang dan berlubang. Akibatnya, kemacetan sering terjadi di lokasi itu.
”Kalau warga di wilayah lain mengeluh bau, kami sudah merasakan bau itu sejak lama. Mereka baru merasakannya beberapa hari, sedangkan kami sudah puluhan tahun,” kata Ali.
Kepala Bidang Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi Dodi Agus Suprianto, Rabu (6/3), mengatakan, Pemerintah Kabupaten Bekasi menghargai tuntutan warga itu. Namun, ia berharap warga juga peduli terhadap penumpukan sampah yang terjadi di Kabupaten Bekasi sejak TPA Burangkeng ditutup paksa. (PANDU WIYOGA)