JAKARTA, KOMPAS — Penyelundupan benih lobster asal Indonesia dinilai masih marak meski aparat berulang menggagalkannya. Kejahatan tersebut diduga melibatkan oknum aparat di Indonesia dengan bandar di Vietnam.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (13/3/2019), menyatakan, penyelundupan benih lobster melibatkan sindikat yang mengumpulkan benih lobster dari sejumlah wilayah untuk diangkut ke Vietnam ataupun dikumpulkan di Singapura untuk selanjutnya dibawa ke Vietnam. Benih lobster, antara lain, berasal dari Bali, Lombok, wilayah barat Sumatera, Jawa bagian selatan, serta Saumlaki.
Menurut Susi, pemerintah telah berupaya untuk memperketat pengawasan di jalur-jalur yang diduga menjadi pintu masuk-keluar penyelundupan benih lobster. ”Pengamanan semakin ketat. Namun, semakin (pengawasan) kita intensif, justru pelaku kejahatan mengarah ke sindikat,” katanya.
Sebelumnya, tim gabungan Pangkalan Utama Angkatan Laut (Lantamal) IV Kepulauan Riau dan Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) Batam menggagalkan penyelundupan 245.102 benih lobster senilai Rp 37,24 miliar di perairan Pulau Sugi, Batam, Kepulauan Riau, tanggal 12 Maret 2019. Ratusan ribu benih lobster diangkut dengan satu kapal cepat dari Batam menuju Singapura. Benih tersebut diduga dikumpulkan dari Lampung, Bengkulu.
Komandan Gugus Keamanan Laut Koarmada I TNI AL Laksamana Pertama Dafit Santoso menyebutkan, benih lobster yang akan diselundupkan itu diangkut dengan satu kapal cepat bermesin kecepatan tinggi 3 x 200 PK. Di kapal itu, benih lobster disimpan dalam 41 boks pendingin dan dikemas dalam 1.320 kantong plastik bersama dengan tiga boks pendingin berisi mutiara.
”(Pelaku) Ini bukan orang biasa. Mereka sudah sindikat dan kini dalam pencarian,” kata Dafit.
Terhitung pada Januari-Maret 2019, kasus penyelundupan benih lobster yang digagalkan aparat berjumlah 11 kasus. Benih yang diselamatkan berjumlah 338.065 ekor atau senilai Rp 50,7 miliar. Sementara itu, sepanjang 2015-2018, kasus penyelundupan benih lobster yang digagalkan mencapai 235 kasus. Benih lobster yang gagal diselundupkan itu berjumlah 6.999.748 ekor dengan nilai Rp 949,48 miliar.
Susi mengatakan, upaya menggagalkan penyelundupan benih lobster kerap terganjal permainan oknum aparat. Sebelumnya, aparat menggagalkan penyelundupan benih lobster sebanyak 22 boks berisi 90.000 ekor di Jambi. Namun, dalam penanganan kasusnya, lima boks benih lobster dikembalikan ke habitatnya, sedangkan 18 boks lain diperjualbelikan senilai Rp 800 juta.
”Ini sangat memukul muka kita dan membuat kita sangat malu. Kita perlu melakukan langkah serius dan pertanggungjawaban aparat yang luar biasa agar (kasus) tidak lepas lagi,” ujar Susi.
Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan Rina menambahkan, sindikat penyelundupan benih lobster terindikasi melibatkan 5-6 bandar asal Vietnam yang bekerja sama dengan pengepul di Indonesia. Hampir semua kasus penyelundupan benih tersebut ditujukan ke Vietnam yang kesulitan benih.
Selama 2012-2017, Vietnam mengalami penurunan nilai ekspor drastis, yakni dari 18,11 juta dollar AS pada 2012 menjadi 6,65 juta dollar AS pada 2017.
Sebaliknya, nilai dan volume ekspor lobster hidup Indonesia meningkat pesat pada periode 2014-2018. Tahun 2018, nilai ekspor lobster hidup mencapai Rp 734 miliar atau naik 450 persen dibandingkan 2017. Menurut dia, jika lobster dibiarkan tumbuh dan berkembang di alam, nilai ekonominya jauh lebih tinggi ketimbang penyelundupan benih lobster.
Larangan ekspor benih lobster tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus), Kepiting (Scylla), dan Rajungan (Portunus) dari Wilayah Indonesia.