Publik Dukung Ukuran Peringatan Kemasan Rokok Ditambah
Oleh
Hamzirwan Hamid
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -- Penambahan besar ukuran gambar peringatan kesehatan pada kemasan rokok mendapat dukungan dari publik. Publik menilai, penambahan ukuran gambar peringatan akan efektif untuk menginformasikan bahaya merokok di masyarakat sehingga dapat menekan konsumsi rokok.
Dukungan publik itu tergambar dari hasil studi opini publik tentang "Efektivitas Peringatan Kesehatan Bergambar di Indonesia" oleh Tobacco Control Support Center-Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI) yang disampaikan di Jakarta, Kamis (14/3/2019). Studi memuat opini publik terkait 3 ukuran gambar peringatan pada kemasan rokok, yaitu ukuran 40 persen, 75 persen, dan 90 persen.
Peneliti TCSC-IAKMI, Ridhwan Fauzy, mengatakan, sebagian besar responden mendukung ukuran gambar peringatan kesehatan pada kemasan rokok dinaikkan dari 40 persen menjadi 90 persen. Hasil studi menyebutkan, total 80,9 persen masyarakat menyatakan amat sangat dan sangat mendukung peningkatan ukuran gambar peringatan menjadi 90 persen.
Ridwan menjelaskan, studi opini publik yang dilakukan TCSC-IAKMI merupakan penelitian deskriptif dengan desain potong lintang. Penelitian berlangsung September-Desember 2017 di 16 kota besar Indonesia dengan jumlah sampel 5.349 responden yang diambil melalui cluster random sampling. Penelitian bekerja sama dengan 14 perguruan tinggi dan satu organisasi kemasyarakatan.
"Dukungan pada gambar ukuran 75 persen berkurang menjadi 64,1 persen dan untuk ukuran 40 persen terus berkurang menjadi 37,2 persen," kata Ridhwan, ketika menyampaikan hasil studi.
Menurut Ridhwan, hasil studi juga menunjukkan bahwa 79,2 persen responden menilai, gambar peringatan kesehatan berukuran 90 persen amat sangat dan sangat efektif menginformasikan bahaya merokok kepada masyarakat. Sementara itu, semakin besar ukuran gambar peringatan, semakin tinggi rasa takut responden terhadap bahaya rokok.
"Hasil itu, sejalan dengan hasil studi longitudinal di Uruguay (2016), yakni gambar peringatan dengan ukuran 80 persen secara signifikan mendorong responden memikirkan bahaya merokok," ujarnya.
Ketua TCSC-IAKMI Sumarjati Arjoso mengatakan, hasil studi itu menunjukkan dukungan publik terhadap upaya meningkatkan luas ukuran gambar peringatan kesehatan pada kemasan rokok. Saat ini, ukuran gambar peringatan baru 40 persen dari kemasan. Padahal, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 40 Tahun 2013 tentang Peta Jalan Pengendalian Dampak Konsumsi Rokok mengamanatkan, ukuran gambar itu harus seluas 75 persen tahun 2015-2019.
Pejabat Profesional Nasional untuk Prakarsa Bebas Tembakau WHO Indonesia Dina Kania mengatakan, Indonesia tertinggal dibandingkan negara lain dalam penerapan gambar peringatan kesehatan pada kemasan rokok, bahkan dari Timor Leste. Negara tetangga itu sekarang telah menerapkan ukuran gambar peringatan bahaya merokok sebesar 92,5 persen dari kemasan rokok.
"Beberapa tahun lalu, mereka jauh tertinggal. Sekarang mereka jauh lebih maju dibandingkan Indonesia (dalam mengendalikan produk tembakau)," kata Dina.
Prevalensi meningkat
Menurut Sumarjati, dukungan itu mestinya menjadi perhatian pemerintah untuk segera menyelesaikan revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Upaya meningkatkan ukuran gambar peringatan kesehatan diatur di dalam PP itu.
"Pemerintah harusnya melihat merokok sebagai sesuatu yang menghambat pembangunan, terutama bagi generasi mendatang. Padahal, kita harus mengambil peluang untuk bonus demografi. Kalau ini tidak diperhatikan, kita justru mendapat beban dari bonus demografi, sebab prevalensi merokok pada kalangan muda terus meningkat," kata Sumarjati.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018, prevalensi merokok pada penduduk usia 10-18 tahun sebesar 9,1 persen, naik dari 7,2 persen pada tahun 2013. Padahal, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) menargetkan prevalensi kelompok umur itu hanya 5,4 persen.
Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan Rizkyana mengatakan, upaya revisi PP Nomor 109 tidak kunjung selesai karena ada resistensi kementerian lain. Kementerian terkait belum satu suara dalam memahami dampak revisi kebijakan ini untuk menekan prevalensi perokok pemula.
Meskipun demikian, Kementerian Kesehatan, kata Rizky, akan terus berupaya agar proses revisi PP segera selesai. Rizky juga mengimbau semua kalangan, terutama masyarakat, ikut terlibat dalam mengawal persoalan ini karena Kementerian Kesehatan tidak bisa bergerak sendiri.
"Ajang pemilu sekarang bisa menjadi kesempatan bagi masyarakat untuk menyuarakan persoalan ini," ujarnya. (YOLA SASTRA)