JAKARTA, KOMPAS – Para atlet lari putri yunior menunjukkan tren positif dalam Kejuaraan Asia Tenggara Atletik Yunior 2019 di Filipina, 2-3 Maret. Mereka pun menjadi harapan Indonesia dalam Kejuaraan Asia Atletik Yunior 2019 di Hong Kong, 15-17 Maret. Jika grafik mereka terus menanjak, tak menutup kemungkinan skuad yunior itu ambil bagian dalam SEA Games 2019 di Filipina, November mendatang.
Dalam Kejuaraan Asia Tenggara Atletik Yunior keempat itu, dari 4 emas, 2 perak, 2 perunggu yang Indonesia raih, para pelari putri menjadi penyumbang medali terbanyak. Bahkan, dua emas berasal dari pelari putri, yakni emas lari 100 meter putri dari Erna Nuryanti dengan waktu 12,08 detik, dan emas estafet 4x100 meter putri dari Erna, Raden Roselin Fikananda, Daniela Elim Aprilina, dan Diva Aprilian dengan waktu 46,60 detik.
Jika dibandingkan prestasi tahun lalu, Indonesia hanya meraih 1 emas, 6 perak, 5 perunggu. Saat itu, emas Indonesia diraih oleh pelari putra Izrak Udjulu. ”Capaian para pelari putri kali ini sangat positif. Mereka bisa jadi harapan baru untuk sektor lari putri. Sebab, selama ini, kami memang masih lemah di sektor itu. Selama ini, tumpuan kami hanya dari pelari putra,” ujar pelatih lari PB PASI Eni Nuraini di Jakarta, Kamis (14/3/2019).
Tak hanya soal prestasi, menurut Eni, secara kualitas para pelari yunior itu juga cukup menjanjikan. Catatan waktu Erna dinilai cukup baik, yakni hampir mendekati catatan waktu pelari putri senior terbaik Indonesia saat ini, Tyas Murtiningsih dengan 11,89 detik pada SEA Games 2017 Malaysia. Artinya, perbedaan waktu Erna dan Tyas sekitar 0,19 detik.
Dari tim estafet 4x100 meter putri, mereka berhasil memecahkan rekor yunior nasional. ”Itu capaian yang lumayan baik. Apalagi para pelari putri yunior itu baru kali ini tampil di luar negeri. Erna dan tim estafet putri yunior tersebut masih bisa terus berkembang,” katanya.
Atas dasar itu, para pelari putri menjadi tumpuan harapan Indonesia pada Kejuaraan Asia Atletik Yunior di Hong Kong. ”Dari kejuaraan di Filipina ke kejuaraan di Hongkong, jedahnya hanya sekitar seminggu. Dengan persiapan singkat, kami hanya minta mereka bisa mempertahankan catatan waktu terbaiknya. Tapi, kami harap ada medali yang diraih, terutama dari sektor putri,” tutur Eni. Dalam kejuaraan di Hong Kong, Indonesia mengirim para atlet yang meraih medali di Filipina.
Butuh jam terbang
Pelatih yang mendampingi tim yunior di Filipina Fadlin menuturkan, pekerjaan rumah utama para pelari yunior itu adalah butuh tambahan jam terbang lebih banyak. Hampir semua atlet yunior tersebut belum pernah tampil di luar negeri. Akibatnya, ketika tampil di Filipina, mereka sangat grogi. ”Dampak buruk grogi, bisa merusak konsentrasi. Hasil latihan yang sudah dilakukan pun bisa tidak bisa dipraktikan,” ujarnya.
Selain itu, masalah teknik yang masih perlu banyak perbaikan. Menurut Fadlin, masalah teknik yang masih kurang terlihat dari ada pelari yang kepalanya menunduk ketika start block, tangan lurus ke belakang ketika lari, paha terlalu rendah saat lari, dan langkah terlalu pendek saat lari.
Terkait postur tubuh, massa otot mereka juga belum ideal. ”Semua kekurangan itu perlu terus dibenahi karena sangat memengaruhi kecepatan. Bila semua itu bisa teratasi dan grafik mereka terus naik, tak menutup kemungkinan mereka bisa tampil di SEA Games 2019, terutama dari sektor putri,” kata anggota tim estafet 4x100 meter Indonesia yang meraih perak Asian Games 2018 itu.
Sebelumnya, pelari putra yunior yang mendapatkan perak lari 100 meter di Kejuaraan Asia Tenggara Atletik Yunior 2019 Muhammad Ardiansyah menyampaikan, di daerah, pelatih memang hanya memprioritaskan bakat kecepatan. Teknik dan latihan beban sangat minim. ”Di pelatnas, kami mendapatkan latihan teknik dan beban lebih baik,” tuturnya awal Maret lalu.