AS di bawah Presiden Donald Trump menghapus sebutan ”pendudukan” kepada Palestina dan akan mengakui Dataran Tinggi Golan masuk Israel.
KAIRO, KOMPAS —Hubungan Palestina-Amerika Serikat memburuk menyusul kebijakan pemerintahan Presiden AS Donald Trump yang terus merugikan Palestina dan Arab. Laporan tahunan tentang hak asasi manusia (HAM) yang dikeluarkan Departemen Luar Negeri AS, Rabu (13/3/2019), secara mengejutkan tidak menyebut Dataran Tinggi Golan, Tepi Barat, dan Jalur Gaza sebagai ”wilayah pendudukan”.
Laporan tersebut hanya menyebut Dataran Tinggi Golan sebagai wilayah yang berada di bawah kontrol Israel. Adapun terkait Jalur Gaza dan Tepi Barat, laporan itu hanya menyebut dua wilayah tersebut sebagai ”teritorial Palestina” tanpa sebutan ”wilayah pendudukan”.
Padahal, sebelum ini, laporan Deplu AS tentang HAM selalu menyebut Dataran Tinggi Golan, Tepi Barat, dan Jalur Gaza sebagai wilayah pendudukan.
Seperti diketahui, Israel menduduki Dataran Tinggi Golan, Tepi Barat, dan Jalur Gaza pada perang Arab-Israel tahun 1967. Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 242 dan 338 menyerukan Israel mundur dari semua wilayah yang diduduki lewat kekuatan militer.
Masyarakat internasional sejak 1967 sampai saat ini menolak keras pendudukan Israel atas Dataran Tinggi Golan, Tepi Barat, dan Jalur Gaza. Resolusi PBB Nomor 2334 Tahun 2016 menegaskan, aktivitas pembangunan permukiman Yahudi melanggar hukum internasional dan tak memiliki dasar hukum.
Kritik keras
Palestina mengkritik keras laporan HAM Deplu itu. Juru bicara Kepresidenan Palestina, Nabil Abu Rudeineh, mengatakan, label baru AS terhadap wilayah Palestina tidak akan mengubah fakta bahwa wilayah tersebut adalah wilayah pendudukan sesuai resolusi PBB dan hukum internasional.
Terkait penghapusan kata ”wilayah pendudukan itu”, seorang pejabat Deplu AS mengatakan, ”Kebijakan soal status teritori-teritori itu tidak berubah.” Ia juga berkilah, laporan itu fokus pada isu-isu hak asasi manusia, bukan istilah hukum.
Perubahan nama status wilayah Dataran Tinggi Golan, Tepi Barat, dan Jalur Gaza dengan menghilangkan kata ”pendudukan” memperlihatkan kebijakan pro-Israel yang diambil Trump. Sebelumnya, AS mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel pada Desember 2017, disusul dengan pemindahan kantor Kedubes AS dari Tel Aviv ke Jerusalem pada 14 Mei 2018.
Palestina bereaksi keras dengan membekukan hubungan dengan AS dan menolak AS sebagai satu-satunya sponsor perdamaian Palestina-Israel. AS juga melancarkan balasan dengan menghentikan suplai dana ke Badan Bantuan Sosial dan Pekerja PBB (UNRWA) yang mengurus pengungsi Palestina pada 31 Agustus 2018. Tindakan ini secara tidak langsung memperlihatkan AS tidak mengakui lagi keberadaan pengungsi Palestina yang berjumlah 5,9 juta jiwa.
AS juga telah menutup kantor Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) di Washington DC pada 10 September 2018.
Terkait konflik dengan Palestina dan Arab, Israel terus melobi AS agar mengakui Dataran Tinggi Golan sebagai wilayah Israel. Israel secara resmi menyampaikan keinginan itu kepada Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton berkunjung ke Israel, Januari lalu.
Dubes AS untuk Israel, David Friedman, mengatakan, atmosfer di Pemerintah AS saat ini mendorong ke arah pengakuan Dataran Tinggi Golan sebagai wilayah Israel. Senator AS dari Republik, Lindsey Graham, menyatakan, ia mendorong AS mengakui Dataran Tinggi Golan sebagai wilayah Israel.
PM Israel Benjamin Netanyahu akan mengunjungi AS, akhir Maret ini, untuk menghadiri acara forum lobi Yahudi di AS, AIPAC. Dijadwalkan, Netanyahu bertemu Trump untuk membahas kemungkinan AS mengakui Dataran Tinggi Golan sebagai wilayah Israel.