JAKARTA, KOMPAS - Penyedia platform media sosial tidak bisa menutup mata atas banyaknya konten negatif yang disebarkan oleh penggunanya. Apalagi tak sedikit dari konten yang isinya kabar bohong atau fitnah yang bisa memecah-belah masyarakat. Penyedia platform dituntut untuk ikut bertanggungjawab dengan berupaya mengeliminasi konten tersebut.
Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menyampaikan hal itu kepada penyedia platform media sosial saat pertemuan, di kantor BSSN, di Jakarta, Jumat (15/3/2019). Pertemuan digelar tertutup dan dihadiri hanya oleh perwakilan dari Twitter Indonesia, yaitu Agung Yudha yang menjabat kepala kebijakan publik. Adapun Facebook yang juga diundang, tidak dapat hadir.
Sekretaris Utama BSSN Syahrul Mubarak usai pertemuan mengatakan pertemuan untuk koordinasi itu merupakan bentuk pertanggungjawaban bersama antara pemerintah, industri, hingga komunitas masyarakat untuk menjaga dunia maya.
"Sekarang ini kita tahu banyak konten negatif yang beredar di media sosial. Kalau kita biarkan, ini akan membuat ruang siber tidak ramah dan mengganggu jati diri kita sebagai orang santun, yang dikenal menjunjung tinggi keberagaman," ucapnya.
Untuk itu, Syahrul melanjutkan, penyedia media sosial dituntut untuk bertanggung jawab melakukan aksi nyata dalam mengeliminasi berbagai konten negatif yang dibuat dan disebarkan penggunanya.
"Penyedia platform media sosial harus menyesuaikan nilai-nilai luhur dan mentaati segala aturan yang ada di Indonesia," katanya.
BSSN sendiri berkewajiban dan bertanggung jawab menangani maraknya konflik yang terjadi dalam ranah siber sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 53 Tahun 2017 tentang BSSN. BSSN berwenang melakukan penyidikan, forensik digital, dan penapisan konten.
Peningkatan kapasitas
Dalam pertemuan, BSSN juga meminta sejumlah hal kepada penyedia platform media sosial untuk mempermudah pelaporan dan penanganan konten negatif di media sosial. Permintaan ini disambut oleh perwakilan dari Twitter yang hadir, dan kemudian menawarkan bantuan untuk mempermudah kinerja BSSN.
"Yang ditawarkan, pertama, capacity building. Ini diperlukan BSSN untuk melakukan pelaporan yang efektif pada Twitter. Kedua, kami juga meminta kebutuhan-kebutuhan khusus secara lebih spesifik," terangnya.
Menurut Direktur Pengendalian Informasi, Investigasi, dan Forensik Digital BSSN Bondan Widiawan, ada beberapa hal yang membuat pembatasan atau pencabutan konten negatif di dunia maya lambat.
"Setiap platform punya algoritma dan fungsi yang berbeda untuk menurunkan atau menghapus konten. Terkadang kita tidak bisa otomatis mencabut konten, karena algoritma yang diatur penyedia platform di pusat berbeda dengan yang kita harapkan. Namun, kami telah memastikan bahwa hal-hal seperti itu harus ditindaklanjuti," imbuhnya. (ERIKA KURNIA)