Pembalakan di SM Bukit Rimbang Baling, Riau, Makin Memprihatinkan
Pembalakan liar marak di Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Baling di Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Riau. Setiap hari diperkirakan 100 meter kubik kayu asal hutan konservasi harimau sumatera itu diduga diangkut oleh 10 truk, Aktivitas berlangsung setahun terakhir.
Oleh
Syahnan Rangkuti
·4 menit baca
BANGKINANG, KOMPAS — Kerusakan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Baling di Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Riau, semakin memprihatinkan. Setiap hari diperkirakan 100 meter kubik kayu asal hutan konservasi harimau sumatera itu diduga diangkut 10 truk yang melakukan aktivitas secara terang-terangan di Dermaga Gema, ibu kota Kecamatan Kampar Kiri Hulu.
Aktivitas di Gema sangat terbuka. Siapa pun yang berada disana pasti melihatnya. Dermaga itu merupakan hub yang menghubungkan transportasi air dari masyarakat yang bermukim di desa-desa di sepanjang jalur Sungai Subayang dan Sungai Bio dengan jalur darat dari Gema menuju Lipat Kain, Pekanbaru.
Pada Kamis (14/3/2019) pagi terlihat ratusan balok kayu gelondongan jenis meranti dan balam yang disusun rapi di Dermaga Gema. Kayu-kayu itu tengah menanti pemuatan ke dalam truk pada sore hari.
Pemilik kayu memantau dari kedai kopi yang berada di atas tepian sungai. Uniknya, tidak seorang pun peduli dengan keberadaan hamparan kayu itu. Hal itu merupakan pemandangan yang biasa di sana.
Saat menyusuri Sungai Subayang, di wilayah Desa Tanjung Belit, Kompas melihat tiga laki-laki yang sedang menggesek (menghaluskan) kayu dengan menggunakan gergaji mesin di pinggir sungai. Ketiganya bekerja dengan tenang. Di tepian sungai terdapat tumpukan balok kayu olahan hasil pekerjaan.
Ketika piyau (perahu) yang dinaiki Kompas mencoba mendarat di pantai pasir berbatu di tepi sungai Desa Tanjung Belit, tiga orang itu langsung menghentikan pekerjaannya.
Kompas melangkah pelan menuju desa dan bersikap seakan tidak melihat pekerjaan mereka. Namun, setelah laki-laki itu kembali bekerja, dengan gerakan sembunyi-sembunyi, gambar aktivitas mereka dapat diambil.
Sebelumnya, pada Rabu (13/3/2019), sekitar pukul 23.30, Kompas melihat tujuh truk berisi kayu bulat yang ditutupi terpal diparkir di simpang tiga Lubuk Agung, Desa Teluk Paman. Sebagian sopir truk terlihat tidur di atas kendaraannya. Sementara keneknya berjaga sambil minum kopi di warung.
Pada Kamis pagi, ketika Kompas kembali lagi ke Simpang Tiga Lubuk Agung, semua truk sudah tidak di tempat. Menurut pemilik kedai kopi, truk kayu itu sudah berangkat menuju perbatasan Kota Pekanbaru menjelang subuh.
Kompas juga menelusuri perjalanan kayu sampai ke Desa Teratak Buluh, Kecamatan Siak Hulu, Kampar, yang berbatasan langsung dengan Kota Pekanbaru. Di sebuah lokasi jalan Teluk Kenidai, yang biasa dikenal dengan Simpang Kambing, terdapat belasan tempat penggergajian kayu yang nyaris seluruhnya memiliki cadangan kayu log.
Setahun ini
Susanto (40), seorang warga Gema yang ditemui saat di dermaga, mengatakan, aktivitas pembalakan liar di Suaka Margasatwa (SM) Bukit Rimbang Baling kembali marak dalam setahun terakhir. Pada 2016, pembalakan liar menyusut menyusul penegakan hukum yang dimotori oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
”Kegiatan membalak (mencari kayu) diawali dengan pemberian modal kerja dari tauke yang asal Simalinyang (Kecamatan Kampar Kiri Tengah) kepada warga desa. Selanjutnya, warga menebang kayu di hutan. Ketika musim hujan, kayu yang sudah ditebang dialirkan melalui sungai sampai ke Gema. Pengangkutan kayu akan terhenti pada musim kering. Pekerjaan kayu ini biasanya berlangsung lima bulan dalam setahun,” kata Susanto, mantan penebang kayu hutan yang mengaku sudah insaf.
Ketika musim hujan, kayu yang sudah ditebang dialirkan melalui sungai sampai ke Gema. Pengangkutan kayu akan terhenti pada musim kering. Pekerjaan kayu ini biasanya berlangsung lima bulan dalam setahun.
15.000 kubik
Produksi kayu ilegal dari SM Bukit Rimbang Baling dapat dihitung. Apabila satu hari diangkut 10 truk kayu dengan volume masing-masing 10 meter kubik, jumlah kayu curian mencapai 100 kubik per hari. Dalam satu bulan mencapai 3.000 kubik atau 15.000 kubik dalam lima bulan aktif per tahun.
Eduard Hutapea, Kepala Balai Penegakan Hukum Seksi Wilayah II Sumatera Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang dihubungi secara terpisah mengaku belum mengetahui aktivitas pembalakan liar di SM Rimbang Baling. Ia mengatakan, dirinya akan mempertanyakan hal dimaksud kepada Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Riau. ”Mohon maaf, saya belum mendapat informasi itu,” kata Hutapea.
Persoalan kompleks
Sebaliknya, Kepala BBKSDA Riau Suharyono mengatakan, pihaknya sudah mengetahui kondisi riil di lapangan. Ia menyadari, persoalan lapangan sangat kompleks sehingga membutuhkan tindakan komprehensif dengan semua instansi terkait.
”Kami belum dapat menertibkan aktivitas itu. Kami tidak dapat berjalan sendiri. Namun, kami sudah menjalin kerja sama dengan masyarakat 14 desa di sepanjang Sungai Subayang dan Sungai Bio untuk berkomitmen menjaga hutan. Saya ingin warga membentuk lembaga polisi adat di setiap desa. Namun, untuk saat ini (pembalakan liar) memang belum dapat langsung berubah,” kata Suharyono.
Kepala Kepolisian Resor Kampar Ajun Komisaris Besar Andri Ananta Yudhistira yang dihubungi secara terpisah mengatakan, pihaknya sudah sering melakukan sosialisasi pencegahan aktivitas ilegal di Rimbang Baling. Polisi juga sudah sering melakukan penindakan dengan merazia truk kayu dan menangkap para sopir.
”Penindakan hukum memang belum memberi efek jera. Para pelaku juga selalu kucing-kucingan dan menunggu kelengahan aparat,” kata Andri.