BASEL, KAMIS - Setelah menggebrak persaingan tunggal putra papan atas, dengan meraih medali emas Asian Games Jakarta Palembang 2018, Jonatan “Jojo” Christie ditargetkan lebih konsisten pada 2019. Ukurannya tak muluk, setidaknya bisa lolos ke semifinal dari setiap turnamen. Namun, mewujudkan target itu rupanya tak mudah.
Jojo telah mengikuti empat turnamen pada 2019, yaitu Malaysia Masters dan Indonesia Masters yang berkategori BWF World Tour Super 500, All England (BWF 1000), dan Swiss Terbuka (BWF 300). Hasil terbaiknya hanya semifinal pada Indonesia Masters. Pada turnamen lain, dia terhenti pada babak kedua.
Alih-alih lebih sering mencapai, minimal, semifinal pada turnamen BWF 500, 750, dan 1000, seperti yang ditargetkan pelatih, untuk mencapai empat besar pada kategori di bawah itu pun, Jojo masih kesulitan. Pada tujuh turnamen 2018 setelah Asian Games, pencapaian terbaiknya adalah semifinal Korea Terbuka yang berlevel BWF 500.
Ketidak konsistenan itu terlihat juga di Stadion St Jakobshalle, Basel, tempat berlangsungnya turnamen Swiss Terbuka. Jojo tersingkir pada babak kedua.
Dalam pertandingan yang berlangsung Kamis (14/3/2019), pemain yang ditempatkan sebagai unggulan kelima itu kalah dari pemain India, Subhankar Dey, 21-12, 20-22, 17-21.
Dey, yang berusia 25 tahun, adalah tunggal putra peringkat ke-47 dunia, sementara Jojo di peringkat ke-10. Jojo mengalahkan Dey dalam dua pertemuan sebelumnya yang terjadi pada 2014 dan 2016.
Akan tetapi, selang tiga tahun kemudian, Jojo kesulitan mengalahkan Dey. Setelah memenangi gim pertama, Jojo kesulitan pada dua gim berikutnya ketika Dey lebih sering mengajak bermain reli. Apalagi, kok yang digunakan termasuk jenis kok berat hingga permainan cepat pun sulit dikembangkan.
Dey mengejar ke mana pun kok yang diarahkan Jojo, menanti kesempatan menyerang atau menunggu Jojo membuat kesalahan untuk mendapat poin. Poin terakhir misalnya didapat ketika kok dari lob Dey jatuh di garis belakang lapangan.
Tak menduga hal itu terjadi, Jojo pun membungkuk lalu memukulkan raket ke lantai tanda sesal. Dia duduk lama di sudut lapangan sebelum bersalaman dengan Dey.
"Hari ini lawan bermain bagus, tidak gampang mati dan ulet. Dia kejar terus kemana pun bola saya arahkan. Beberapa kali saya serang, pertahanannya rapat sekali. Waktu bola-bola saya jauh-jauhkan dari dia pun masih bisa dijangkau," tutur Jojo seperti disampaikan pada Humas PP PBSI di Basel.
Teka-teki Riony
Sementara, PP PBSI akan mengumumkan pelatih tunggal putri pelatnas utama pada Jumat ini. Meski pernah menempatkan Minarti Timur sebagai pelatih, PBSI kembali mengosongkan nama pelatih kepala nomor tersebut pada 2019. Minarti ditempatkan sebagai asisten pelatih tunggal putri.
Sejak Januari, Kompas menerima informasi, jabatan tersebut akan dipegang oleh Riony Mainaky yang selama ini menjadi pelatih ganda putra Jepang. Bertugas mendampingi pemainnya di All England, pekan lalu, untuk terakhir kalinya, Riony telah menyatakan mundur dari timnas Jepang, beberapa waktu lalu.
Namun, Ketua Bidang Pembinaan Prestasi PP PBSI Susy Susanti tak bersedia memberikan kebenaran informasi tersebut. Susy mengatakan, PBSi akan mengumumkannya pada Jumat ini.
Adapun Riony, yang dihubungi di Jepang, juga belum memastikan kabar tersebut. Dengan nada bergurau, dia mengatakan, “Saya belum tahu. Lagi menunggu jawaban sama pengumuman, masuk nominasi atau enggak. Doakan menang ya”.
Selama ini, PBSI mengatakan, mereka harus memilih pelatih yang tepat untuk tunggal putri karena nomor tersebut adalah nomor terlemah di tim Indonesia.