MANCHESTER, RABU – UEFA untuk pertama kalinya menghadirkan teknologi asisten video atau VAR di Liga Champions pada babak 16 besar. Kehadiran VAR membantu tim mendapatkan keadilan. Namun, keputusan wasit setelah tayangan ulang itu masih banyak menimbulkan kontroversi akibat faktor subjektivitas.
Dua klub peserta perempat final, Manchester United dan FC Porto, mendapat keuntungan dari hadirnya VAR. Keputusan wasit setelah meninjau VAR pada akhir laga membantu mereka mendapat keadilan dan menang pada babak 16 besar.
MU lolos ke babak selanjutnya setelah mengalahkan Paris Saint Germain. Mereka lolos berkat hadiah penalti pada menit akhir. Wasit Damir Skormina memberikan penalti setelah meninjau VAR. Awalnya dia tidak mengetahui bek PSG, Presnel Kimpembe, menyentuh bola di kotak penalti. Namun, wasit di panel VAR mengindikasikan adanya pelanggaran.
Keadilan serupa hadir untuk Porto. Di laga melawan AS Roma, Porto mendapatakn penalti pada empat menit jelang memasuki adu penalti. Wasit Cuneyt Cakir memberikan penalti kepada Porto setelah meninjau ulang pelanggaran yang dilakukan bek Roma, Alessandro Florenzi, di kotak penalti.
Gol penalti MU dan Porto itu membuat mereka lolos. Mereka mendapat keadilan berkat VAR. Seandainya tidak ada VAR, MU dipastikan gugur di 16 besar, sedangkan Porto masih harus menentukan nasib dalam adu penalti.
Namun, di balik keadilan itu, VAR sering menimbulkan kontroversi di pihak yang kalah. Seperti halnya terjadi pada Roma. Mereka menilai telah dirampok oleh VAR.
Selain karena penalti untuk Porto, mereka juga merasa berhak mendapatkan penalti pada menit akhir karena pemainnya, Patrick Schick, dijatuhkan di kotak penalti. Wasit sempat meninjau VAR, tetapi menolak memberikan penalti.
"Tahun lalu kami meminta VAR di Liga Champions karena dikacaukan oleh keputusan wasit di semifinal. Dan sekarang kami dirampok oleh VAR. Jelas-jelas Schick dijatuhkan. VAR menunjukkan itu, tetapi wasit tidak memberikan apa-apa," kata Presiden AS Roma James Palotta.
Ketua Wasit UEFA Roberto Rosetti mengatakan, VAR memang tidak sempurna sebab terdapat subjektivitas wasit di dalamnya. Namun, kehadiran tayangan ulang dapat membantu wasit lebih jelas dalam mengambil keputusan. Setidaknya, subjektivitas itu lebih baik dibandingkan tanpa melihat kejadian berulang kali dari berbagai sisi.
"VAR memang tidak lepas dari kontroversi. Karena pasti akan terus ada diskusi dalam sepak bola. Meski tidak sempurna, saat ini tidak mungkin lagi ada gol kontroversi yang dicetak ketika pemain offside sampai dua meter. Ke depan, VAR bisa berbenah lebih baik lagi," ucap Rosetti.
Pelatih Manchester City Josep Guardiola pun mendukung VAR demi sepak bola yang lebih adil. Meski begitu, dia meminta pengambilan keputusan wasit harus lebih cepat. Sebab, proses peninjauan itu memakan waktu dan mengganggu tempo pertandingan.
Pada leg kedua 16 besar City melawan Schalke 04, wasit empat kali menggunakan VAR untuk menentukan posisi offside. Tiga dari tinjauan ulang itu membuahkan gol untuk City. (AFP/REUTERS)