Warga Ingin Tarif MRT Terjangkau
Tarif moda raya terpadu atau MRT diharapkan tidak membuat pengeluaran warga untuk transportasi menjadi membengkak.
Tarif moda raya terpadu atau MRT diharapkan tidak membuat pengeluaran warga untuk transportasi menjadi membengkak.
JAKARTA, KOMPAS — Penentuan tarif moda raya terpadu belum selesai dibahas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hingga Kamis (14/3/2019). Masyarakat berharap tarifnya sekitar Rp 10.000. Selain itu, juga diharapkan adanya sistem pembayaran terintegrasi dengan moda transportasi lain.
M Ridham (22), anggota Komunitas Edan Sepur, berharap tarif moda raya terpadu (MRT) tidak lebih dari Rp 10.000. Angka itu muncul dengan membandingkan tarif angkutan umum lain yang kerap ia gunakan, seperti bus Transjakarta dan kereta rel listrik (KRL) commuter line.
Jika sudah beroperasi nanti, setidaknya ia naik MRT satu kali seminggu untuk mengunjungi rumah orangtuanya di sekitar Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan, dari Bekasi. Dari Bekasi, ia naik KRL sampai Stasiun Sudirman. Dari sana ia melanjutkan perjalanan menggunakan MRT dari Stasiun Dukuh Atas menuju Stasiun Fatmawati.
”Biasanya total ongkos dari Bekasi ke Fatmawati kalau naik bus Transjakarta sekitar Rp 12.000. Saya membawa motor dari rumah, lalu menitipkan (parkir) motor di sekitar halte bus Transjakarta. Biaya parkir motor Rp 5.000, ongkos bus Transjakarta pergi-pulang Rp 7.000,” kata Ridham yang juga ikut uji coba publik MRT.
Dengan mengasumsikan tarif MRT Rp 8.500, ia bisa menghabiskan ongkos lebih besar dibandingkan dengan naik bus Transjakarta, yakni mencapai Rp 23.000 pergi-pulang. Rinciannya, tarif KRL Stasiun Bekasi-Stasiun Sudirman pergi pulang (PP) Rp 6.000 dan tarif MRT Rp 17.000 PP. Itupun belum ditambahkan tarif penitipan motor Rp 5.000.
”Kalau ongkos (MRT) segitu, paling hanya sesekali naik. Kalau sedang santai, tidak buru-buru, lebih baik naik bus Transjakarta,” ujar Ridham.
Darmawan (37), salah satu penumpang uji coba publik MRT, mengatakan, kehadiran stasiun di sekitar Senayan mempermudah mobilitasnya selama bekerja. Pegawai di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan itu berharap tarif MRT ada pada kisaran Rp 10.000, dengan asumsi tarif itu tidak jauh berbeda dibandingkan dengan tarif taksi daring dalam jarak dekat. ”Dengan MRT, nanti saya bisa meeting di lokasi yang dekat dengan stasiun sehingga lebih cepat,” ujar Darmawan.
Selama ini, ia tidak bisa rapat di luar kantor lebih dari dua tempat dalam sehari. Kemacetan kerap membuat jadwal rapat dengan orang di lembaga lain terkendala. Jika tarif MRT Rp 10.000, ia berharap bisa rapat di tiga tempat dengan biaya terjangkau dan bebas macet.
Wilona Arieta (31), salah seorang penumpang uji coba publik MRT di Stasiun Senayan, tidak masalah jika tarif MRT Rp 12.000. Namun, ia berharap ada promo menarik yang disediakan bagi penumpang.
Bagi Wilona yang terbiasa menggunakan kendaraan pribadi, MRT bisa menjadi salah satu pilihan transportasi untuk menunjang aktivitasnya.
Jika mobilitas tinggi, setidaknya dalam sehari ia bisa merogoh kocek Rp 100.000 untuk membeli bahan bakar. Tarif Rp 12.000, menurut dia, masih terjangkau jika setiap stasiun terintegrasi dengan transportasi umum lain, seperti bus Transjakarta dan KRL.
Sterilisasi jalur
Di Jakarta Selatan, persiapan operasional MRT dilakukan dengan sterilisasi di sepanjang jalur layang dan stasiun MRT.
Kepala Suku Dinas Satuan Polisi Pamong Praja Jakarta Selatan Ujang Harmawan, Kamis, mengatakan, sekitar 300 personel Satpol PP dan PT MRT Jakarta mulai melakukan survei dan penyisiran di sepanjang jalur layang MRT.
Petugas mengawasi kolong jalur MRT sehingga tidak disalahgunakan untuk berdagang ataupun tempat mangkal ojek, taksi, dan angkutan umum.
Jalur MRT banyak yang berada di kawasan Jakarta Selatan sehingga Satpol PP, Dinas Perhubungan, dan instansi terkait berwenang untuk menjaga ketertiban di kawasan tersebut.
”Kami akan terapkan operasional penjagaan secara mobile dan petugas harus konsisten mengatur lalu lintas ataupun memonitor di sepanjang jalur layang MRT,” ujar Ujang saat dikonfirmasi, Kamis.
Selain di jalur layang, mereka juga akan memonitor trotoar di sekitar lokasi stasiun. ”Satpol PP juga akan dibantu oleh personel dari Dinas Perhubungan menertibkan lalu lintas di sekitar stasiun. Jangan sampai lokasi tertentu digunakan untuk mangkal ojek, taksi daring, ataupun angkutan umum,” kata Ujang.
Kepala Suku Dinas Perhubungan Jakarta Selatan Christianto mengatakan, PT MRT Jakarta sudah mengatur supaya ojek dan taksi daring tidak mangkal di sekitar stasiun MRT. Ojek dan taksi daring hanya boleh menaik-turunkan penumpang di sekitar lokasi.
PT MRT Jakarta juga akan menempatkan petugas gabungan dari TNI, Polri, Satpol PP, dan Dinas Perhubungan di sekitar stasiun untuk mengatur lalu lintas. PT MRT Jakarta juga berencana membangun park and ride di sekitar Lebak Bulus dan Fatmawati.
Pembangunan park and ride itu akan dikerjasamakan dengan pengembang yang memiliki tanah di sekitar lokasi. Di lokasi park and ride juga nantinya akan disediakan shuttle bus atau angkutan pengumpan untuk menjemput warga yang berasal dari wilayah-wilayah pinggiran Jakarta.
”Sudah ada dua lokasi yang dibidik sebagai park and ride di Lebak Bulus dan Fatmawati. Di Lebak Bulus, lokasinya berdekatan dengan asrama Polri, sedangkan di Fatmawati lokasinya dekat dengan bangunan South Quarter Dome di Jalan RA Kartini,” ujar Christianto.
Satpol PP juga akan berkoordinasi dengan PT MRT Jakarta untuk memasang spanduk-spanduk pengumuman ojek dan taksi daring dilarang untuk mangkal di sekitar stasiun MRT.