JAKARTA, KOMPAS — Generasi muda diajak untuk turut serta mencegah penyebaran berita bohong atau hoaks yang semakin masif di dunia maya. Kontestasi Pemilu 2019 mengakibatkan produksi dan sebaran hoaks bernuansa politik mendominasi jagat dunia maya.
Dalam acara ”Milenial Antihoaks” di Jakarta, Minggu (17/3/2019), Wakil Kepala Kepolisian Negara RI Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto menuturkan, generasi muda sebagai pengguna gawai yang memiliki akses ke dunia maya perlu berhati-hati dalam mengonsumsi informasi. Ari meminta kepada generasi muda agar membaca secara utuh informasi dan berita yang diterima di media sosial sehingga mampu menahan diri untuk memercayai dan menyebarkan hoaks yang telah diterima.
”Berita bohong adalah sesuatu yang menyesatkan dan dapat menyebabkan pertikaian dan konflik antarkelompok, antarsuku, serta melanggar hukum. Jadi, perbanyak membaca informasi secara utuh dan tidak asal menyebarkan informasi yang belum terbukti kebenarannya,” ujar Ari, Minggu.
Menurut Ari, generasi muda yang menjadi mayoritas penduduk Indonesia saat ini akan memiliki peran besar dalam menentukan masa depan bangsa. Namun, apabila generasi muda terperangkap dalam pengaruh hoaks, keberlangsungan bangsa Indonesia akan terancam. Kaum milenial yang memasuki usia produktif seharusnya secara aktif memberikan kontribusi yang baik dan bermanfaat bagi bangsa.
Hoaks yang selama ini marak di dunia maya, menurut dia, bertujuan untuk memengaruhi satu kelompok masyarakat untuk membenci kelompok lainnya. Atas dasari itu, Ari menekankan, untuk melawan hoaks generasi muda tidak hanya perlu mengerti setiap informasi yang diterima, tetapi juga memahami para pendiri bangsa mendirikan bangsa Indonesia di atas berbagai perbedaan.
”Kita perlu mengingat sejarah bagaimana bangsa ini bersatu dan merdeka dengan peran para pemuda menyatukan perbedaan. Untuk itu, generasi muda harus mampu melanjutkan perjuangan untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045,” kata Ari.
Oleh karena itu, Polri terus berupaya mengantisipasi penyebaran hoaks di dunia maya. Selain langkah penegakan hukum, Polri juga berupaya meningkatkan literasi digital bagi seluruh elemen bangsa. Langkah itu dilakukan dengan melibatkan kementerian/lembaga dan organisasi kemasyarakatan terkait.
Politik tertinggi
Sementara itu, berdasarkan laporan identifikasi hoaks yang dilakukan Masyarkaat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) pada Januari 2019, konten politik masih mendominasi penyebaran hoaks. Dari 109 hoaks yang ditemukan, 58 hoaks di antaranya berkonten politik.
Sebanyak 58 hoaks politik itu menyasar sejumlah pihak. Rinciannya, sebanyak 21 hoaks menyasar pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, lalu 19 hoaks menyasar pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin, lalu 8 hoaks tentang pemerintah, kemudian ada pula 7 hoaks yang berkaikan tokoh publik, serta 3 hoaks mengenai partai politik. Hoaks itu dominan disebarkan melalui Facebook, Twitter, dan WhatsApp.
Ketua Presidium Mafindo Septiaji Eko Nugroho menilai, media sosial sebagai ruang publik justru lebih banyak diisi perdebatan kosong yang cenderung didominasi hoaks. Ia pun berharap, elite politik untuk tidak menggunakan atau membiarkan hoaks untuk kepentingan elektoral.
”Angka hoaks itu menunjukkan hoaks menjadi masalah bersama yang merugikan seluruh pihak. Jangan sampai hoaks mengganggu kehidupan berdemokrasi,” kata Septiaji.