Parfi Terus Berjuang Merebut Layar Bioskop

Organisasi Persatuan Artis Film Indonesia (Parfi) yang merayakan ulang tahun ke-63 pada 10 Maret 2019 tak hentinya berjuang untuk film Indonesia dan para pekerja film Indonesia agar dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Slogan tersebut terus digaungkan, tetapi tampaknya belum memberikan hasil yang baik. Organisasi yang didirikan di Gedung Serikat Buruh Kereta Api (SBKA) Manggarai, Jakarta, ini memang lahir karena ingin lepas dari impitan film-film asing, seperti film dari Malaysia, India, dan Hollywood. Film-film asing seolah-olah terus merampas layar-layar bioskop di Tanah Air.

KOMPAS/KARTONO RYADI

Gubernur DKI Ali Sadikin berpidato pada pembukaan Kongres (Persatuan Artis Film Indonesia (Parfi). Parfi lahir tahun 1956, yang mewadahi artis-artis film seluruh Indonesia.

Dalam harian Kompas, Minggu, 9 Maret 1986, disebutkan bahwa lahirnya Parfi dilatarbelakangi kondisi tergencetnya produksi dalam negeri. Semula dicekik film Malaya (Malaysia). Setelah film dari negara serumpun itu dihentikan, muncullah film India yang menggencet film nasional. Kongres yang diadakan sebelum kelahiran Parfi pada 9 hingga 13 Maret 1956 sebenarnya mempersiapkan tuntutan kepada pemerintah agar cepat bertindak terhadap ancaman kehidupan produksi film dalam negeri. Bahkan, desakan agar pemerintah bertindak tegas dalam membantu kegiatan dan perkembangan film nasional.

KOMPAS/MUSNI MUIS

Sekitar 50 artis yang tergabung dalam Persatuan Artis Film Indonesia (Parfi) ikut memeriahkan Pekan Olahraga Penyandang Cacat Se-Asia Timur Jauh dan Pasifik Selatan (Fespic Games) VI pada 31 Agustus-7 September 1986 di Solo, Jawa Tengah. Mereka antara lain Ida Leman, Mathias Muchus, Minati Atmanegara, dan sejumlah artis lainnya.

Anggota Bengkel Muda Surabaya, Indah Mardiyani Martin, menulis di harian Kompas, Sabtu, 28 Maret 1998, bahwa satu-satunya cara membuat orang mau menonton film Indonesia hanyalah menyediakan film nasional yang baik dan mengampanyekannya kepada masyarakat. Indah menyarankan kepada orang film agar mendidik khusus tenaga perencana produksi dan apa yang disebut publicity man karena dua faktor penting dari produksi film ini tampak tidak pernah ada dalam film produksi Indonesia. Kalaupun ada, itu bukan production designer dan publicity man yang sebenarnya.

KOMPAS/VALENS DOY

Bintang film yang tergabung dalam Parfi, Sabtu dan Minggu (26-27/7), beranjangsana ke Karawang dan Purwakarta. Dalam gambar tampak Kusno Sudjarwadi dan kawan-kawan diarak keliling kota Purwakarta.

Sebenarnya potensi pasar film Indonesia cukup besar karena jumlah penonton saat ini mengalami lonjakan dari 16 juta penonton pada 2015 menjadi 42,7 juta penonton pada 2018. Padahal, jumlah layar bioskop yang tersedia hanya sekitar 1.500 yang sebagian besar kerap dikuasai film-film Hollywood.

KOMPAS

Organisasi Persatuan Artis Film Indonesia atau disingkat Parfi tahun ini berusia 63 tahun. Tepatnya Parfi terbentuk pada 10 Maret 1956 ketika perfilman nasional sedang tergencet oleh film-film asing, seperti dari India dan Malaysia. Kongres tersebut diadakan untuk menuntut pemerintah agar segera bertindak untuk melindungi produksi film dalam negeri.

Sebagai organisasi artis Indonesia yang akan berulang tahun, Parfi harus terus menumbuhkan sikap profesionalisme pekerja film dan memperjuangkan nasib film Indonesia. Tanpa perjuangan itu, Parfi akan dicap mandul karena dianggap tidak berbuat apa-apa dan artis-artis akan enggan untuk bergabung.

KOMPAS/ROBERT ADHI KSP

Darto helm, artis lawak, pada pertandingan sepak bola hiburan antara sejumlah artis Parfi dan kesebelasan Pemda Kabupaten Tangerang di Lapangan Rawa Kambing, Ciledug, Tangerang, Minggu, 9 Oktober 1988.

Sumber: Kompas, Rabu, 20 Oktober 1965, halaman 2, Kompas, Selasa, 28 Maret 1972, halaman 12, Kompas, Senin, 20 Desember 1980, halaman 1, Kompas, Minggu, 9 Maret 1986, halaman 6, Kompas, Sabtu, 28 Maret 1998, halaman 4