Pengelolaan lahan ramah lingkungan di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah makin gencar. Hal itu dilihat dari penggunaan dana desa dan kebijakan aparatur desa yang makin peduli terhadap gambut.
Oleh
Dionisius Reynaldo Trwibowo
·3 menit baca
PULANG PISAU, KOMPAS – Pengelolaan lahan ramah lingkungan di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, makin gencar. Hal itu terlihat dari penggunaan dana desa dan kebijakan aparaturnya yang makin peduli pada pelestarian gambut.
Kabupaten Pulang Pisau adalah salah satu wilayah dengan luas kebakaran hutan dan lahan tinggi. Sedikitnya 83.965,3 hektar lahan di sana terbakar dari total 402.799 hektar lahan yang terbakar di Kalteng tahun 2015. Hal itu menjadi alasan pemerintah menjadikan kabupaten ini prioritas program restorasi gambut di Kalteng.
Badan Restorasi Gambut (BRG) kemudian membentuk 47 desa peduli gambut di Kabupaten Pulang Pisau dan Kabupaten Kapuas. Di dua daerah ini, desa–desa didampingi langsung mitra kerja BRG, yakni Kemitraan-Partnership. Pendampingan itu mendorong pemerintah desa dan masyarakatnya lebih peduli terhadap lingkungan, khususnya lahan gambut.
Koordinator Provinsi Desa Peduli Gambut (DPG) Kalteng dari Lembaga Kemitraan-Partnership Andi Kiki menjelaskan, pihaknya menyediakan satu fasilitator desa di tiap DPG. Fasilitator ini mendampingi aparatur desa memetakan potensi, mendorong kebijakan, dan penggunaan dana desa untuk restorasi gambut.
Dari data Kemitraan-Partnership, sedikitnya ada tujuh desa yang sudah membuat Peraturan Desa (Perdes) berkaitan dengan kegiatan restorasi. Selain itu, terdapat 30 dokumen Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes) yang akan disahkan menjadi Perdes terkait restorasi.
“Sebagian besar isi peraturan desa itu terkait pencegahan kebakaran hutan dan lahan, larangan membakar, hingga pengelolaan lahan tanpa bakar,” kata Andi di Palangkaraya, Minggu (17/3/2019).
Andi menjelaskan, sedikitnya ada 30 dokumen APBDes dengan 34 kegiatan restorasi gambut. Dari 34 kegiatan tersebut, anggaran dana desa yang dipakai sejumlah Rp 718 juta selama 2018.
Kepala Desa Sebangau Mulya Hariwung mengalokasikan dana desa Rp 200 juta untuk membuat demplot seluas 13 hektar bagi pengelolaan lahan tanpa bakar. Hasilnya, empat ton padi dibagikan ke 74 rumah tangga pengelola demplot.
“Hasilnya dibagikan ke masyarakat lain karena hasil panen tidak semua digiling. Sebagian hasil panen beras sebagian dijadikan benih karena benih itu sudah diteliti bisa hidup di lahan gambut,” ungkap Hariwung.
Hariwung menjelaskan, butuh proses panjang dan upaya besar untuk merubah kebiasaan membakar masyarakat. Selain itu, butuh anggaran besar untuk mengelola lahan gambut tanpa dibakar, khususnya saat menanam padi.
Yang penting inisiatif masyarakat ada, langkah demi langkah masyarakat mau berubah menjadi lebih peduli terhadap lingkungan, karena yang rugi kan kami sendiri juga kalau kebakaran
Selain penggunaan dana desa, para fasilitator desa juga memetakan potensi desa untuk dijadikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Dari 47 DPG di Pulang Pisau dan Kapuas, terdapat 38 BUMDes dengan total 75 unit usaha, seperti usaha jasa, penjualan produk pertanian, hingga simpan-pinjam. Potensi keuntungannya sebesar Rp. 199.755.050 per tahun untuk 38 BUMDes tersebut.
Di Desa Paduran Mulya, Kecamatan Sebangau Kuala, Pulang Pisau, Masyarakat Peduli Api (MPA) membuat budidaya lebah madu. Sedikitnya 12 rumah lebah yang baru dibangun di sana tahun 2018.
Kepala Desa Paduran Mulya Yaya mengungkapkan, uang penjualan madu digunakan untuk kegiatan operasional MPA. Alasannya, pelaksanaan MPA membutuhkan anggaran untuk membeli bensin, makan, dan upah para pemadam api.
“Ini inisiatif desa dan masyarakat, khususnya MPA. Ada puluhan sumur bor dibangun dan harus dirawat. Kan tidak mungkin minta ke pemerintah terus,” kata Yaya.