JAKARTA, KOMPAS — Di segmen debat terbuka antarcalon wakil presiden saat debat ketiga Pemilu Presiden 2019, Minggu (17/3/2019), capres nomor urut 02, Sandiaga Salahuddin Uno, mempertanyakan kebijakan pemerintah yang dinilainya tidak berpihak kepada tenaga kerja dari dalam negeri.
Hal ini dilihatnya dari kebijakan pemerintah mencabut beberapa keharusan bagi tenaga kerja asing (TKA), seperti keharusan bisa berbahasa Indonesia, perbandingan TKA dan tenaga kerja dalam negeri, dan berkaitan dengan visa khususnya untuk tenaga kerja di strata terbawah.
Mendapat pertanyaan itu, cawapres nomor urut 01, Ma’ruf Amin, yang berpasangan dengan capres petahana Joko Widodo, menyatakan jumlah TKA di Indonesia masih terkendali. Jumlahnya di bawah 0,1 persen, dan itu disebutnya paling rendah dibandingkan negara-negara lain.
”Lihat saja datanya,” katanya.
Dia pun menegaskan, TKA hanya dibolehkan di bidang-bidang yang memang tidak bisa diisi oleh tenaga kerja dari dalam negeri. ”Dan itu juga harus dalam rangka transfer teknologi supaya anak-anak kita menjadi tenaga yang terampil,” ujarnya.
Sementara untuk memperluas lapangan kerja bagi tenaga kerja dalam negeri, Ma’ruf melihat pentingnya iklim kerja yang kondusif untuk dunia usaha ataupun dunia industri, dan akses keuangan yang mudah bagi dunia usaha. Selain itu, dia juga menekankan pentingnya pembangunan infrastruktur digital yang sudah gencar dilakukan pemerintahan Jokowi selama hampir lima tahun terakhir.
”Infrastruktur digital kini telah menumbuhkan usaha-usaha startup. Dalam tempo lima tahun terakhir, sudah muncul 1.000 startup. Padahal, di Iran butuh waktu sepuluh tahun untuk 1.000 startup,” katanya. Hingga 2024, Ma’ruf mengestimasikan akan tumbuh 3.500 startup baru.
Berbeda dengan Ma’ruf, Sandi melihat kunci utama untuk menciptakan lapangan pekerjaan melalui usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
”UMKM jumlahnya 99,99 persen dari unit usaha yang dimiliki bangsa ini. Dari total 55 juta unit UMKM, mereka belum mendapatkan keberpihakan dari segi kebijakan. Padahal, 97 persen lapangan kerja berasal dari UMKM,” katanya.
”Adapun untuk tenaga kerja asing, kami punya konsep yang jelas. Kami akan pastikan siapa pun yang kerja di sini harus bisa berbahasa Indonesia, sama seperti tenaga kerja Indonesia di luar negeri harus mengasah keterampilannya,” ujarnya. (ADITYA DIVERANTA)