JAKARTA, KOMPAS—Kondisi cuaca di Indonesia bagian tengah dan timur mengalami hujan cukup tinggi akibat munculnya pusat tekanan rendah dan siklon tropis Savanah dan siklon Trevor. Namun, di Indonesia bagian barat, terutama Riau, Sumatera Utara dan Aceh, hujan sangat rendah sehingga meningkatkan risiko kebakaran hutan dan lahan.
Untuk wilayah Papua, intensitas hujan bertambah tinggi akibat adanya aliran gelombang atmosfer tropis skala submusiman Madden Julian Oscillation (MJO) fase basah yang saat ini berada di atas Laut Banda, Laut Arafuru dan Papua. "Penyebab hujan ekstrem di Papua dan Jawa bagian selatan berbeda. Di Jawa terutama akibat pemusatan angin oleh perkembangan area pusat tekanan rendah di Samudera Hindia," kata Kepala Subbidang Produksi Iklim dan Kualitas Udara Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Siswanto, di Jakarta, Senin (18/3/2019).
Data dari Pusat Siklon Tropis Jakarta-BMKG, pusat tekanan rendah ini telah menjadi siklon Savannah. Pada pukul 19.00 WIB, siklon tropis ini berada di titik 16,3 Lintang Selatan, 90,6 Bujur Timur, sekitar 1.890 kilometer sebelah barat daya Bengkulu. Siklon ini bergerak ke barat barat daya bergerak menjauhi wilayah Indonesia dengan kecepatan 5 knot atau 9 km per jam.
Penyebab hujan ekstrem di Papua dan Jawa bagian selatan berbeda. Di Jawa terutama akibat pemusatan angin oleh perkembangan area pusat tekanan rendah di Samudera Hindia.
Secara langsung, siklon tropis Savannah ini memberikan dampak terhadap cuaca di Indonesia berupa gelombang laut dengan ketinggian 1,25 - 2,5 m di perairan Enggano - Bengkulu, perairan barat Lampung, Samudra Hindia barat Sumatra, Selat Sunda bagian selatan, dan perairan selatan Jawa hingga Pulau Sumba.
Selain siklon tropis Savannah, di bagian selatan Papua terbentuk siklon tropis Trevor dengan kecepatan angin maksimum 45 knot. Konvergensi memanjang dari Bengkulu hingga Nusa Tenggara Timur dan di Papua.
Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap peningkatan hujan adalah tingginya suhu permukaan laut di Samudera Hindia sehingga meningkatkan penguapan air laut. Daerah terdampak hal ini terutama Jawa bagian selatan, utamanya Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Prakirawan senior di Bagian Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG, Rifda Novikarani menambahkan hasil pantauan cuaca menunjukkan siklon Trevor mulai menguat Senin (18/3/2019) pagi dengan kecepatan 60 knot atau 108 km perjam. Karena itu selama tiga hari kedepan perlu diwaspadai curah hujan yang tinggi di wilayah Papua bagian selatan, Kepulauan Aru Maluku.
Pola pergerakan siklon tropis Trevor mengarah ke barat hingga barat daya. Kondisi ini menimbulkan peningkatan kecepatan angin di Nusa Tenggara Timur dan Merauke sekitar 30 knot atau 54 km perjam. Angin kencang ini mengakibatkan gelombang tinggi di atas 2,5 meter perairan selatan Papua dan Maluku atau di Laut Arafura bagian timur.
Pola konvergensi masa udara terpantau di Selat Makassar bagian selatan, perairan Kepulauan Selayar hingga Kepulauan Sabalana, perairan selatan Flores dan Laut Sawu. Kecepatan angin tertinggi terpantau di perairan Kepulauan Sangihe hingga Talaud, Laut Maluku, Laut Banda, perairan Kepulauan Tanimbar dan Kepulauan Aru.
Sementara itu, Siklon Tropis Savannah yang muncul sejak 13 Maret lalu di barat daya Bengkulu hari senin mulai menjauh ke arah barat. Jaraknya dari Bengkulu sekitar 700 km. Selama bercokol di kawasan itu terjadi curah hujan tinggi peningkatan kecepatan angin dan gelombang laut tinggi.
Hujan lebat
Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, hujan lebat sepanjang Minggu (17/3) menyebabkan banjir dan longor di tiga kabupaten di Yogyakarta, meliputi Gunung Kidul, Kulon Progo, dan Bantul. Sedangkan banjir juga terjadi di Purworejo dan Wonogiri, Jawa Tegah.
Banjir dan longsor di Kabupaten Bantul, Yogyakarta menyebabkan dua orang meninggal dunia dan tiga orang masih dicari. Sedangkan jumlah korban di Bantuk yang mengungsi sebanyak 6.908 jiwa, di Gunung Kidul 39 jiwa, dan Kulon Progo 580 jiwa. Untuk Jawa Tengah, korban yang mengungsi mencapai 1.099 orang.
Sementara itu, menurut Sutopo, banjir bandang yang terjadi di Sentani, Jayapura, Papua pada Sabtu (16/3) pukul 21.30 waktu setempat telah menyebabkan 79 jiwa meninggal dunia dan 43 jiwa belum ditemukan. Sebanyak 72 jiwa korban meninggal teridentifikasi di Kabupaten Jayapura, sisanya berada di Kota Jayapura. Terkait dengan korban hilang, 34 jiwa diidentifikasi di Kampung Milimik Sentani, 6 di Komplek Perumahan Inauli Advent, dan 3 di Doyo Baru.
Prospek ke Depan
Perkiraan cuaca yang dikeluarkan BMKG hingga 10 hari ke depan menunjukkan beberapa hal yang patut diantisipasi. Menurut Siswanto, hingga sepekan ke depan, MJO fase basah masih berad di kuadran 4 dan 5atau tepat di atas Laut Banda, Laut Arafuru dan Papua. Ini masih memberi peluang menaikkan tingkat konvektifitas udara basah di wilayah ini.
Anomali suhu permukaan laut di perairan sekitar Papua saat ini lebih hangat 1.5 - 3 derajat celcius dari normalnya. Kondisi ini telah meningkatkan penguapan air laut yang memicu hujan.
Selain itu juga terjadi peningkatan kecepatan vektor angin di Laut Banda menuju Papua yang diakibatkan perkembangan pusat tekanan rendah di Kepulauan Ngerulmud, Samudera Pasifik Barat utara Papua timur jauh Filipina. Dengan kondisi ini, dalam sepuluh hari ke depan, hujan tinggi berpotensi terjadi di Papua bagian selatan, sekitar Merauke, ditambah Jawa Tengah - Jawa Timur bagian selatan, NTB dan NTT.